Di hari pertama kami di Samarkand, saya cukup banyak berinteraksi dengan Daniyor ini, baik ketika dia menjelaskan tempat-tempat menarik di Samarkand dimulai dari kawasan University Boulevard atau Universiter Xiyobony hingga ke Patung Amir Timur, dan juga ke Gur-I; Amir atau Mausoleum Amir Timur, hingga ke Registan Square yang merupakan pusat kota Samarkand dimana terdapat bangunan-bangunan paling cantik dan menawan di kota paling bersejarah di Uzbekistan in
Bahkan di Madrasah Ulegh Bek, saya sempat bercakap-cakap berdua saja tentang kehidupan di Uzbekistan baik dari era Soviet seperti yang diceritakan oleh ayah Daiyor hingga zaman kemerdekaan sekarang ini. Daniyor juga bercerita banyak tentang pendidikannya di Fakultas Kedokteran di Universitas Negeri Samarkan alias Samarkand State Medical University atau Samarqand Davlat Tibbiyit Univesteti hingga penghasilannya sebagai dokter baru yang masih sangat minimum. Â Daniyor mengaku bahwa dia bertugas di sebuah poliklinik dengan pengasilan yang pas-pasan dan baru saja dikaruniai seorang anak. Â Â
Pekerjaan sampingan sebagai pemandu wisata ternyata memberikan penghasilan yang lumayan baik buat Daniyor mengingat potensi pariwisata di Uzbekistan yang sangat besar. Â Belum lagi kebijakan pemerintah Uzbekistan yang mempermudah visa bagi wisatawan asing membuat negeri Asia Tengah ini menjadi salah satu tujuan wisata yang cukup favorit.
Ketika kendaraan kami melewati University Boulevard, Danyor juga sempat menunjukan adanya perguruan tinggi yang dibangun oleh pemerintah Tiongkok dengan bangunan yang memiliki ciri khas negeri itu. Â Bahkan di Samarkand juga ada Confucius Institute tempat para mahasiswa belajar bahasa dan kebudayaan Tiongkok selain di Samarkand State Institute of Foreign Language. Â
Bincang-bincang dengan Daniyor memang menarik karena pengetahuannya yang cukup luas termasuk ketika berbicara tentang presiden Sukarno dan sejarahnya dengan Uzbekistan yaitu ketika  Nikita Kruschev pernah mengundangnya ke Uni Soviet pada tahun 1956. Â
Sewaktu kami makan siang dengan suguhan makanan khas Uzbek yang lezat, Daniyor berkisah bahwa  Sukarno berjanji akan datang dengan syarat dicarikan kembali makam Imam Bukhari. Daniyor kemudian bercerita bahwa ketika tiba dikompleks makam, Sukarno melepas sepatu dan merangkak menuju makam serta berdoa dan kemudian membaca beberapa ayat Al Quran sebagai penghormatan terhadap Imam Bukhari.  Kisah ini ternyata sangat legendaris di Uzbekistan dan diceritakan secara turun temurun sejak tahun 1956 hingga sekarang. Hal ini yang membuat nama Sukarno dan Indonesia cukup terkenal di Uzbekistan.
Hari pertama di Samarkand ini juga penuh dengan petualangan yang menarik. Karena selain dengan mobil van dimana kami semua dapat pergi ke suatu tempat secara bersama-sama. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki dan juga terkadang dengan naik taksi online seperti Yandez. Â Dengan taksi ini, rombongan harus dibagi tiga mobil yang dipesan oleh Danyor. Â Dan dalam setiap mobil bisa muat tga atau empat orang dan yang pasti ada Daniyor di satu taksi, Mas Agus di taksi yang lain dan sisanya adalah saya dan wisatawan lainnya. Â Alasan memilih saya adalah karena diangga bisa berbahasa Rusia sehingga paling tidak dapat berkomunikasi dengan sopir taksi dan tidak nyasar.
Kesempatan ini pula bisa digunakan untuk mempraktikkan bahasa Rusia saya yang sebenarnya masih sangat minim  Setidaknya saya dapat memuji mobil yang bagus ketika dapat taksi dengan kendaraan Mercedes Benz buatan Jerman dan bukan mobil Chevrolet. Juga sejenak berbincang-binacng tentang tiga orang anak yang dimiliki sopir taksi tersebut.  Keramahan orang Uzbek memang sangat terasa, bahkan di hari pertama kunjungan kami di Uzbekistan. Di mana lagi kalau bukan di Samarkand, kota legendaris di Jalan Sutra yang menghubungkan Tiongkok dan Eropa di masa lampau dan juga masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H