Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Menyeruput Kopi di Gerai yang Berusia Hampir Satu Abad di Bogor

30 Juli 2023   13:17 Diperbarui: 30 Juli 2023   13:19 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bogor merupakan kota yang menyimpan banyak kekayaan kuliner. Perjalanan saya kali ini ke Kota Hujan ini adalah untuk mencicipi kopi paling legendaris yang konon juga merupakan warung kopi tertua di Bogor.  Namanya sedikit menggelitik dan mengundang rasa penasaran, yaitu Kopi Bah Sipit Cap Kacamata.  Selain menyeruput kopi legendaris, kita juga memiliki kesempatan langka untuk berbincang-bincang sejenak dengan pemiliknya, yaitu Teh Nancy. 

Hari masih pagi, sekitar pukul 9.30 ketika delegasi KPK (Komunitas Penggila Kuliner) bersama dengan Vlomaya (Vlogger Kompasiana Pemerhati Budaya) berkunjung ke Kopi Bah Sipit di Jalan Empang no 27 Bogor.  Kami berbincang-bincang di teras samping rumah sambil menikmati kopi disertai makanan kecil berupa roti gambang dan kukis dengan santai dan penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan. 

Dokpri
Dokpri

Kang Bugi, sebagai pimpinan delegasi Kompasiana membuka acara dan memperkenal semua anggota secara singkat kepada tuan rumah.  Dan setelah itu gilran Teh Nancy memperkenal dirinya sebagai pemilik sekaligus pengelola Kopi Bah Sipit yang diwariskan dari kakeknya.  Perempuan Bernama lengkap Nancy Wahyuni Yusuf ini memulai kisahnya dengan sekilas menjelaskan latar belakang dirinya yang sama sekali tidak mempunyai latar belakang pengalaman dan pengetahuan mengenai dunia perkopian. Latar belakang pendidikannya yang lulusan Fakultas Teknik Sipil Universitas Tarumanegara serta hobi dan profesinya dalam bidang musik bahkan membuat Teh Nancy sempat ragu untuk meneruskan usaha warisan sang kakek. 

Ketika Kesehatan ayahnya sempat menurun sekitar dua tahun lalu, Kopi Bah Sipit sempat dalam bahaya dan hampir tutup karena tidak ada yang mengelola. The Nancy sendiri mempunya dua saudara kandung, seorang kakak lelaki dan adik perempuan. Namun keduanya kebetulan tinggal di luar negeri, sehingga secara de fakto, Teh Nancy mempunyai kewajiban moral untuk meneruskan usaha ini. Akhirnya dengan mantap Ia mulai menggeluti  usaha perkopian ini dengan metode Trials & Error dan mampu mengembangkan nya dengan berbagai jenis varian baru. 

Dokpri
Dokpri

Dikisahkan juga sekilas mengenai asal muasal kopi Bah Sipit yang sudah dirintas Kakeknya,  sejak tahun 1925.  Sang kakek, Yoe Hong Keng (1902-1985) pada awalnya memulai usaha toko kelontong namun akhirnya memfokuskan pada Kopi Bubuk yang diberi nama Kopi Bah Sipit Cap Kacamata.  Nama ini sangat unik karena Bah Sipit adalah nama panggilan kesayangan Yoe Hong Keng yang tinggal di Kawasan Kampung Empang yang kebanyakan warganya adalah etnis keturunan Arab. Panggilan Bah Sipit ini sekaligus menunjukkan interaksi sosial pada masa itu yang penuh toleransi serta bebas nilai,  Karena itu tidak mengherankan bila Yoe Hong Keng juga lumayan fasih dan handal berkomunikasi menggunakan dialek dan istilah berbahasa Arab yang digunakan oleh warga di sana.  Sementara Cap kacamata diberikan karena memang beliau memang memakai kacamata.

Walau pada awalnya Kopi Bubuk Bah Sipit hanya memproduksi kopi robusta yang diambil dari petani baik di sekitar Bogor maupun dari Lampung, sekarang produk Kopi Bah Sipit telah memiliki banyak varian dan juga dikenas secara lebih modern.   Selain kopi robusta, juga ada kopi arabika dan berbagai varian.  Kopi bubuk dalam kemasan tradisional hadir dalam ukuran 100 gram, 250 gram. Dan 500 gram; sedangkan ada juga dalam kemasan sachet baik kopi tubruk asli maupun yang sudah dicampur dengan gula.  

Dokpri
Dokpri

Sementara itu hadir juga kemasan kopi Arabika dari berbagai daerah di Nusantara seperti kopi Flores, Preanger, Gayo, Toraja, Mandailing dan Bali.  Kemasan yang menarik dan harga yang terjangkau menyebabkan pelanggan setia terus berdatangan ke kedai kopi ini. Selain minum di tempat, ternyata lebih banyak pelanggan yang membeli kopi bubuk untuk dibuat di rumah. Oleh sebab itu Kopi Bah Sipit tetap bertahan sewaktu pandemi walau pun sempat terguncang sebelum Teh Nancy menyatakan diri siapa melanjutkan usaha warisan ini. Selain dalam bentuk bubuk. Ada juga kemasan dalam bentuk premium drip yang siap seduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun