Kalau sebelumnya Komunitas Generasi Literat telah berkunjung ke berbagai tempat ibadah dan mengenal berbagai agama dan kepercayaan seperti Ahmadiyah, Kristen Ortodoks, dan Bahai, kini giliran  kelenteng alias tempat ibadah agama Kong Hu Cu.  Tempat yang dikunjungi adalah Kelenteng Bio Hok Tek Tjeng Sin yang berada di Jalan Toapekong di Kawasan Grogol Selatan, Kebayoran Lama. Sebuah tempat yang sekilas terlihat asri dan indah tempat kami bertandang sejenak untuk lebih mengenal mengenai agama Kong Hu Cu langsung dari penganutnya.Â
Dalam kunjungan ini, Kak Putra, sebagai tuan rumah sekaligus narasumber  menjelaskan dan berkisah panjang lebar mengenai sejarah, seluk beluk, dan juga eksistensi agama Khong Hu Cu sejak dari Tiongkok, hingga ke Indonesia.  Nah dalam diskusi serta tanya jawab ini dapat disimpulkan beberapa hal yang selama ini sering disalahpahami oleh masyarakat umum di Indonesia tentang agama Khong Hu Cu. Yuk kita bahas beberapa di antaranya.
1.Khong Hu Cu bukan agama.
Banyak orang berpendapat bahwa ajaran Khong Hu Cu lebih merupakan suatu ideologi dan ajaran ketatanegaraan atau Susila yang berkenaan dengan norma kehidupan manusia dan bernegara. Â Karena itu sering kali disebutkan jika Khong Hu Cu bukanlah suatu agama. Â Pendapat ini tentunya tidak bisa disalahkan terutama karena di Indonesia, sudah sejak lama kita hanya mengenal 5 agama yang diakui pemerintah, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Â
Namun dalam bincang-bincang di Bio Hok Tek Tjeng Sin, dibahas sekilas mengenai sejarah agama Khong Hu Cu yang berasal dari Tiongkok dan disebut juga sebagai Rujiao.  Penamaan Rujiao ini cukup unik karena jiao sendiri memang digunakan untuk merujuk kepada suatu ajaran kepercayaan atau agama. Sebagai bandingan, Islam sendiri disebut juga sebagai Huijiao atau kepercayaan orang-orang etnis Hui.   Menurut Kak Putra Rujiao atau Khong Hu Cu sendiri berarti sebagai ajaran  buat orang-orang yang berpendidikan, berhati lembut dan berbudi luhur.
Pada kesempatan ini juga dijelaskan bahwa ajaran Rujiao sendiri sudah ada sejak ribuan tahun di Tiongkok bahkan sebelum munculnya Nabi Kong Hu Cu atau Khong Zi. Â Jadi ajaran ini bukan dibuat atau Kong Zi, melainkan beliau hanya mempelajari dan menjelaskan kembali ajaran yang sudah ada sejak ribuan tahun. Salah satu Langkah penting yang ditegaskan oleh Nabi Kong Zi adalah bahwa agama ini boleh dipraktikkan oleh siapa saja dan bukan hanya oleh kalangan bangsawan atau orang terpandang saja.Â
Adanya persepsi bahwa Khong Hu Cu bukan merupakan suatu agama, khususnya di Indonesia memang tidak dapat dilepaskan dari sejarah selama Orde Baru. Â Sebenarnya sejak kemerdekaan Indonesia, Khong Hu Cu sudah diakui oleh pemerintah sebagai salah satu agama di Indonesia.Â
Namun karena peristiwa tahun 1965 dan keluarnya keppres no 14 tahun 1967 tentang  agama, kepercayaan , dan adat istiadat Cina, maka Khong Hu Cu tidak boleh lagi dicantumkan sebagai agama. Akibatnya banyak etnisTionghoa yang kemudian memeluk agama Budha, dan juga Kristen.  Sementara kelenteng Tionghoa juga merubah bentuk dan nama menjadi vihara alias tempat ibadah umat Budha.   Namun sejak reformasi dan dicabutnya keppres tersebut oleh Gus Dur, Khong Hu Cu mulai kembali diakui sebagai salah satu dari 6 agama resmi di Indonesia.
2. Tidak Ada Konsep Tuhan
Banyak juga masyarakat umum yang kurang mengenal ajaran Khong Hu Cu berpendapat bahwa dalam agama ini tidak ada konsep Tuhan karena yang disembah adalah bermacam-macam dewa yang hadir dalam bentuk patung-patung yang ada di kelenteng. Â Selain itu munculnya film-film mengenai Sun Go Kong si Raja Kera atau juga Dewi Kwan Im memperkuat asumsi tersebut.Â
Namun dalam diskusi di Hok Tek Tjeng Sin ini juga dijelaskan, bahwa ajaran Khong Hu Cu mengenal konsep Tuhan yang disebut dengan beberapa nama. Namun yang paling sering digunakan adalah sebutan Tian untuk Tuhan. Â Kata Tian sendiri sering diterjemahkan dengan langit atau Heaven dalam Bahasa Inggris untuk menunjuk tempatnya di atas, mulia, dan maha luas. Â Selain itu sering juga kata Tuhan ini disebut dengan Shang Di yang berasal dari kata Di yang berarti sang pencipta semesta alam dan kata Shang yang berarti maha Tinggi.Â
Karena itu Tuhan sendiri tidak berwujud dan tidak boleh digambarkan dalam bentuk apa pun seperti patung. Â Jadi kalau umat beribadah ke kelenteng, maka pertama-tama yang dilakukan adalah berdoa dengan menggunakan dupa atau hio yang ditancapkan di bejana atau hiolo. Â Hio atau dupa ini memiliki asap yang kemudian naik ke langit sebagai perlambang bahwa doa itu akan diantar ke langit. Â
3. Menyembah Patung.
Kalau kita ke kelenteng, biasanya terdapat banyak lilin dan patung serta asap dupa. Karena itu banyak yang menganggap bahwa umat Khong Hu Cu menyembah patung-patung tersebut. Â Ternyata patung-patung yang ada di kelenteng ada beberapa macam dan jenis. Yang terdapat di altar utama adalah sosok orang suci baik sosok nyata atau pun dewa dewi yang dianggap sebagai pelindung kelenteng tersebut. Sebagai contoh Bio Hok Tek Tjeng Sin di Kebayoran Lama ini memiliki Hok Tek Tjeng Sin atau Dewa perdagangan sebagai pelindung. Â Di altar terapat banyak patung yang menggambarkan dewa ini dalam berbagai ukuran. Â Â
Selain itu di kelenteng juga sering ada patung berbagai dewa atau dewi lainnya yang sangat dihormati dalam kepercayaan orang Tionghoa. Misalnya saja Dewi Kwan Im yang dianggap sebagai Dewi Welas Asih. Kadang juga ada patung Guan Yi atau Kwan Kong, salah satu jenderal terkenal dalam Kisah Tiga Negara atau Sam Kok yang merupakan sebuah roman sejarah Karangan Luo Guan Zhong yang dalam bahasa Mandarin berjudul San Guo Yan Yi. Â
Patung-patung ini ada di dalam kelenteng Hok Tek Tjeng Sin ini dan biasanya juga sangat dihormati oleh para umat yang datang untuk beribadah sehingga setelah bersembahyang di depan hiolo utama, mereka juga mampir ke altar para orang suci atau dewa dewi ini. Â Selain itu di bagian belakang atau dapur kelenteng juga ada lagi Dewa Dapur yang Bernama Zhao Jun atau pada papan nama di kelenteng ini tertulis Tjau Kun Kong. Â Konon Dewa Dapur merupakan dewa yang sangat dihormati karena bisa memberikan rezeki. Â Karena itu ada sebagian orang yang bersembahyang ke dewa dapur setelah bersembahyang ke Tian dan baru setelah itu bersembahyang memang dupa di dewa-dewa yang lain.Â
Jadi ketika mereka bersembahyang tersebut, tujuannya adalah menghormati dewa atau sosok orang yang dianggap telah sangat berjasa dan bukan untuk menyembahnya. Demikian penjelasan Kak Putra lagi.Â
4. Tidak Ada Kitab Suci
Selama ini kita sering mengaitkan agama dengan Kitab Suci yang dimiliki agama tersebut. Sejak sekolah dasar kita sudah hafal bahwa Al-Quran adalah kitab suci agama Islam, Lalu Injil untuk Kristen, Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk Buddha. Namun ketika ditanya apa kitab suci agama Khong Hu Cu? Â Banyak orang yang tidak tahu, bahkan tidak pernah mendengarnya. Â Saya sendiri pernah mengetahu nama kitab Dao De Jing yang selama ini dianggap sebagai kitab suci agama Tao.
Dalam diskusi, Kak Putra sering sekali menyebutkan kitab Zhong Yong atau Tiong Yong yang berarti Kitab Tengah Sempurna. Â Disebutkan kalau dalam kitab ini banyak ajaran mengenai Li atau kesusilaan yang mengajarkan agar manusia berlaku baik, menghormati orang tua dan juga berbudi luhur. Â Singkatnya kitab ini juga membahas mengenai keimanan. Â Tadinya saya semat mengira bahwa Zhong Yong yang dibaca Chung Yung ini merupakan nama kitab Agama Khong Hu Cu.Â
Ternyata kemudian dijelaskan bahwa dalam ajaran Khong Hu Cu ada 9 buah kitab yang disebut dengan Si Shu Wu Jing. Â Shi Shu sendiri berarti kitan yang empat atau Empat Kitab sementara Wu Jing berarti Kitab Yang Lima atau Lima Kitab atau Sutera. Â Â
Kita Zhong Yong sendiri merupakan salah satu dari Shi Shu sementara Wu Jing sendiri terdiri dari lima untai sutera atau kitab yang semuanya berakhiran dengan kata Jing. Â Salah satu yang terkenal adalah Yi Jing atau sering juga disebut I Ching yang berarti The Book of Changes atau Kitab Perubahan. Â
Nah siapa sangka, kalau sebelumnya saya sama sekali tidak mengetahui bahwa ada kitab suci dalam agama Khong Hu Cu, kini malah langsung mengenal 9 kitab yang secara berkelompok disebut dengan Si Shu Wu Jing itu.
Nah selain mengenai berbagai hal yang selama ini sering disalah pahami atau lebih tepat disebut dengan kelirumologi tentang Khong Hu Cu, kunjungan ke Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin ini juga bisa lebih mengenal tentang pernak pernik yang ada di kelenteng. Seperti tentang adanya sepasang hewan Kilin yaitu yang Jantan yang di sebelah kiri dan yang betina ada di sebelah kanan serta juga menjelaskan peran sebuah bedug dan lonceng yang ada di kelenteng ini. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H