Sebenarnya sudah puluhan kali saya melewati tugu ini setiap kali mampir ke Surabaya, namun baru kali ini sempat berkunjung dan melihat secara lebih dekat. Â Nyatanya banyak hal yang dapat diketahui dan dipelajari, bahkan hal-hal yang tampaknya sederhana, di tempat ini memiliki makna yang lebih mendalam.
Panas mentari kota Surabaya membakar ubun-ubun ketika kami memarkirkan kendaraan tepat di lapangan yang ada di tugu pahlawan ini. Â Akan tetapi semangat 45 membuat saya berjalan tegap melihat dan menyaksikan semua yang terhampar megah di depan mata.
Museum 10 Nopember, sebuah tanda bertuliskan Museum di atas angka 10 dan tulisan Nopember yang vertikal ada di sebelah kanan dengan kombinasi warna merah putih yang gagah. Â Tanda ini sekaligus menunjukan kepada kita bahwa di lokasi Tugu Pahlawan ini juga terdapat sebuah museum.
Akan tetapi , yang pertama menarik perhatian saya dan sudah tampak dari kejauhan adalah tiga gugusan pilar besar model reruntuhan gaya Romawi dan Yunani. Â Di depan gugusan yang tenang, ada patung Soekarno-Hatta, Â yang membacakan teks proklamasi.Â
Di dekat nya ada sebuah gerbang dengan gaya Majapahit namun dengan motif bunga terbuat dari Kuningan.
Saya kemudian kembali ke halaman di dekat tempat parkiran. Di sini ada berderet beberapa relief yang menggambarkan babak-babak penting dalam sejarah Indonesia. Namun yang paling berkesan adalah babak penjajahan Jepang yang digambarkan dengan relief kerja paksa atau romusha dan pelatihan pemuda pelajar atau seinendan.
Lalu ada juga kutipan lagu dalam bahasa  Jawa :
 "Pegupom  omah  edoro,Â
  Melok  Nippon tambah soto"
Ternyata ini adalah karya seniman Cak Durasimb yang ikut berjuang dengan kidung satir tersebut yang artinya : Pagupon rumah burung dara, ikut Jepang tambah sengasara.Â
Konon karena kidung ini pula Cak Durasim, sang seniman ludruk, Â sampai ditangkap jeoang dan dipenjara hingga meninggal.
Selain itu, ada juga sebuah lempeng Kuningan yang diukir dengan replika tulisan tangan Bung Karno yang isinya sangat menggugah:
"Pahlawan sejati tidak minta dipuji jasanya
Bunga mawar tidak mempropagandakan harumnya, tetapi harumnya dengan sendiri  semerbak ke kanan kiri
Tetapi hanya bangsa yang  tahu menghargai pahlawan-pahlawannya,  dapat menjadi bangsa  yang besar.
Karena itu hargailah pahlawan-pahlawan kita"
Denikian ditulis Bung Karno pada 10 Nopember 1949
Perjalanan di tugu halaman berlanjut mengelilingi kawasan dimana terdapat beberapa patung pahlawan dan lukisan mural. Â
Di salah satu sisi juga dipamerkan sebuah mobil yang pernah dipakai Bung Tomo, yaitu mobil Opel Kapitan buatan  Jerman tahun 1956.
Saya kemudian sampai di tengah lapangan, yaitu tugu yang tinggi menjulang yang  merupakan lambang kota Surabaya  seain hewan sura dan baya  atau hiu dan buaya.
Tugu ini menjulang tinggi dan di dekatnya ada sebuah tiang bendera dengan sang saka merah mutiah bwrkibat gagah di atasnya.
Sekilas tugu ini mirip sebuah potlot dengan bagikan atasnya yang runcing. Â Di dekat kaki tugu, ada sebuah prasasti yang menjelaskan bahwa tugu ini didirikan pada 10 Nopember 1951 dan diresmikan pda 10 Nopember 1952 oleh presiden Sukarno. Juga dijelaskan bahwa tugu ini meniliki tinggi 41,15 meter dan diameter bawah 3,1 meter serta diameter atas 1.3 menter.
Perjalanan ke tugu pahlawan ini ternyat cukup menarik dan membuka cakrawala baru tentang kata mutiara yang sering kita dengar dari Hubg Karno serta juga sekilas kisah mengenai seniman ludruk bernama Cak Durasim.
Cerita lebih lengkap mengenai Museum 10 Nopember akan ditulis a dalam artikel tersendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H