Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bertemu Anies Baswedan di DagoStraat, Bandung

5 Juli 2023   14:48 Diperbarui: 5 Juli 2023   14:52 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan Dago atau Ir H. Juanda merupakan salah satu jalan utama di kota Bandung yang lumayan panjang membentang beberapa kilometer dari kawasan Utara hingga ke pusat kota.  Dalam kunjungan saya terakhir saya sempat menyusuri sebagian jalan ini dari perapatan jalan Layang hingga ke persimpangan dengan Jalan Dipatik Ukur dan Siliwangi dimana terdapat Mc Donald Simpang Dago. 

Nah kali ini saya memulai jalan kaki  dari  Mc Donald Simpang Dago dan menuju ke  arah selatan terus hingga ke Jalan Asia Afrika dan kemudian sampai di kawasan Alun-Alun Bandung.  Lumayan jauh lebih dari 5 kilometer namun sempat melihat dan mempelajari banyak hal yang mungkin luput dari perhatian jika kita naik kendaraan. 

Jalan kaki di sepanjang jalan Juanda memang mengasyikkan. Tentu saja karena jalan ini memiliki kaki lima atau trotoar yang sangat lebar dan nyaman di kedua sisi jalan. Selain itu, di banyak tempat juga dilengkapi dengan meja dan kursi untuk sejenak duduk dan beristirahat santai sambil menyaksikan lalu lintas yang padat, rumah dan bangunan yang indah dan umumnya memiliki lahan yang luas dan besar.  Kebanyakan bangunan di sepanjang Jalan Juanda merupakan bangunan komersial baik restoran, caf, butik, factory outlet,  dan ada juga hotel, sekolah atau bahkan rumah sakit. 

Menurut cerita pada zaman Belanda nama jala ini adalah Jalan Dago Atau Dagostraat dan baru diubah menjadi Jalan Juanda pada tahun 1970-an.  Namun hingga kini masih lebih terkenal dengan sebutan Jalan Dago.  Uniknya kata Dago sendiri berasal dari Bahasa Sunda yang berasal dari kata Dagoan atau tempat menunggu. 

Beberapa puluh meter ke sebelah selatan dari Simpang Dago, terdapat pintu gerbang kota Bandung.  Selain trotoar yang nyaman, ada satu hal menarik di kawasan ini, yaitu cantiknya lampu penerangan jalan yang memiliki hiasan berbentuk harimau.  Harimau memang identik dengan kota Bandung karena konon merupakan lambang prabu Siliwangi.  

Ada beberapa caf dan resto yang cukup terkenal yang saya lewati seperti Lucy in the Sky,  Resto Dago Panyawangan, dan juga beberapa factory Outlet seperdi Episode Fashion House yang sedang heboh dengan diskon besar-besaran. Namun semuanya masih sangat sepi pagi itu. Maklum waktu baru menunjukkan sekitar pukul 9 pagi.

Dan yang menarik juga adalah banyaknya kata-kata Mutiara yang bertebaran di sepanjang trotoar ini. Kalu dulu saya hanya sempat membaca pesan dari Buya Hamka, kali ini ada kutipan dari  K.H Hasyim Asyari yang berbunyi: "Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan."    Tulisan ini berada tidak jauh dari salah satu Factory Outlet yang mungkin sudah tutup atau tidak beroperasi atau memang belum buka.  Yaitu Puma Outlet.  Tetapi kalau diperhatikan, memang sudah banyak juga gerai atau Factory Outlet di Kawasan Dago yang sudah berhenti beroperasi atau pindah ke kawasan lain.

Student Centre: Dokpri
Student Centre: Dokpri

Kira-kira 100 meter dari Puma Outlet ini terdapat gedung Student Centre Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia. Ternyata ada juga gedung yang bukan bersifat komersial di jalan ini.  Dan di dekat sini uniknya ada prasasti berbahasa Sunda dengan tulisan dari Arya Sujono:

"Bandung,

Lain saukur kota

Aya cinta nu turut serta

Aya rasa nu rumasa

Aya kenangan jeung carita,"

Kata-kata in kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia merupakan pujian dan kenangan serta cerita buat kota Bandung, yaitu

Bandung

bukan sekedar kota.

Ada cinta yang terlibat,

ada rasa,

ada kenangan dan cerita.

Ah, jalan-jalan di sini pun bisa membuat kita menjadi sedikit romantis.

SMAN I Bandung: Dokpri
SMAN I Bandung: Dokpri

Saya berjalan terus ke selatan hingga menyeberang Jalan Ganesha dan di seberang sana terlihat bangunan rumah Sakit Boromeus yang megah.   Terus berjalan, akhirnya kita berjumpa dengan bangunan SMA Negeri I Bandung yang di atas pintu utamanya tertulis kata SMANSA.. Mungkin Singkatan dari SMA Negri Satu.   Bangunan sekolah ini letaknya berdampingan dengan SMAK DAGO Bandung yang kini tinggal lahan kosong yang terlihat angker.   Membaca papan tulisan di lahan ini ternyata rupanya pernah terjadi sengketa tanah di kawasan ini. 

SMAK Dago: Dokpri
SMAK Dago: Dokpri

Dan di sini juga ada sebuah spanduk PPDB alias Penerimaan Peserta Didik Baru untuk SMA Dago yang bertempat di Jalan Ciungwanara no 10 alias tepat di belakang lahan ini.  Penerimaan murid baru ini berlangsung hingga 31 Juli 2023 mendatang.  Sementara di seberang jalan saya melihat bangunan yang memiliki atap berbentuk kubah mirip dengan The Capitol di Washington DC,  ternyata ini adalah salah sebuah hotel yang Bernama Palais Dago Hotel.

Bolu Susu Lembang: Dokpri
Bolu Susu Lembang: Dokpri

Kembali berjalan menuju kea rah selatan. Di sini ada lagi sebuah factory out let lengkap dengan gerai Bolu Susu Lembang. Namun yang menarik adalah sebuah prasasti lagi yang klai ini mengutip kata-kata Mutiara dari Bung Karno : " Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kugoncang dunia."

Anies BaswedanL: Dokpri
Anies BaswedanL: Dokpri

Akhirnya saya tiba di persimpangan dengan jalan layang Pasupati yang juga akan membawa kita ke Jalan Tol ke arah Cimahi, Padalarang dan bahkan Jakarta.  Tepat di sini ada Taman dengan tulisan DAGO.  Dan tepat di pinggir jalan juga ada sebuah spanduk yang kali ini ikut meramaikan pilpres 2024. Spanduk tentang Anies Baswedan yang menjadi Bacapres 2024 ini dibuat oleh PKS lengkap dengan no 8 yang merupakan nomor peserta pemilu partai tersebut tahun depan.  Di dekat sini saya kembali menemukan prasasti bertuliskan kata Mutiara dalam bahasa Sunda.

Setelah menyeberang jalan, ada beberapa bangunan rumah tua yang tampak sudah kosong dan terbengkalai.  Juga ada prasasti kutipan dari Buya Hamka tidak jauh dari sebuah taman dengan pohon besar yang cukup rindang. Nama taman ini pun cukup khas yaitu Taman Radio.  Ah mengingat nama-nama taman yang sangat banyak di Bandung, tentu saya ingat dengan Kang Emil,  gubernur Jawa barat yang sebelumnya menjabat sebagai Walikota Bandung dan membuat banyak sekali taman di kota ini.

Pemuda Pancasila: Dokpri
Pemuda Pancasila: Dokpri

Di seberang jalan ada bangunan Luxton Hotel.  Ah nama ini sangat familier karena pernah muncul di banyak rambu lalu lintas di Bandung beberapa tahun lalu. Saya sendiri baru sadar bahwa lokasi Luxton Hotel ini berada di Jalan Juanda.   Namun yang juga todak kalah menarik adalah sebuah bangunan yang letaknya jauh dari tepi jalan dengan halaman yang luas. Bangunan ini ternyata merupakan markas Pemuda Pancasila yang tampil khas dengan loreng warna oranye. 

Wah sudah cukup bermacam bangunan yang saya jumpai di sepanjang Jalan Juanda sampai akhirnya saya bertemu dengan Hotel Marriottt Courtyard yang dulunya adalah Holiday Inn Bandung.  Jadi ingat hotel ini pernah menjadi salah satu hotel favorit saya untuk menginap di Bandung ketika masih Bernama Holiday Inn. 

Eigendom: Dokpri
Eigendom: Dokpri

Namun yang menarik adalah bangunan yang letaknya tidak jauh dari hotel. Sebuah bangunan tua yang dihiasi dengan mural dan tampaknya terbengkalai alias tidak ditempati.   Di sini ada papan tulisan semacam peringatan yang menjelaskan jika tanah ini merupakan milik seseorang berdasarkan Akta Eigendom Verpounding dan juga ancaman pidana bagi yang memasuki tanpa izin.  Nah peringatan seperti ini mengingatkan kemungkinan adanya mafia tanah yang sempat marak diperbincangkan. Namun Akta Eigendom Verpounding sendiri cukup mengasyikkan untuk diulik karena merupakan hak milik dari era zaman kolonial belanda.

Vihara: Dokpri
Vihara: Dokpri

Akhirnya saya tiba di penghujung Jalan Juanda atau Dagostraat.  Dan di bangunan nomor 5 ini ternyata ada sebuah Vihara Vimala Dharma yang bentuknya sama sekali tidak mirip vihara.  Kalau saja tidak ada papan nama berwarna merah, saya mengira ini hanyalah salah satu rumah besar yang ada di Jalan Dago.  Siapa sangka ini adalah adalah satu tempat ibadah ymmar Buddha yang ada di kota Bandung.  Bahkan menurut cerita vihara ini sudah ada sejak tahun 1958 silam.  Dan vihara ini bertetangga dengan hotel 101 Dago yang berada di ujung jalan Dago. 

Setelah menyeberangi Jalan Riau atau Jalan Martadinata, maka kita akan memasuki Jalan Merdeka.  Perbedaan besar antara Jalan Juanda dan Jalan Merdeka adalah berakhirnya trotoar yang lebar dan nyaman dan kini saya harus berjalan di trotoar yang lebarnya bahkan kurang dari lima kaki.   Gerai Holland Bakery menyambut pertama kali dari Jalan Merdeka di seberang sana dan kemudian di sebelah kanan ada Gramedia dan Sus Merdeka yang berhadap-hadapan dengan BIP atau Bandung Indah Plaza.  Namun ada bangunan tua yang lumayan antik yaitu Gedung A2B atau Akademi Akuntansi Bandung. 

Gramedia: Dokpri
Gramedia: Dokpri

Perjalanan masih dilanjut menyeberangi Jalan Aceh untuk sampai di kompleks kantor Walikota Bandung yang cantik, juga Universitas Parahyangan di sebelah kiri.  Selain itu juga ada Gereja Kristen Jawa, sekolah Santa Angela dan masih banyak lagi.  Ah lumayan banyak bangunan keagamaan di sepanjang jalan ini dari Gereja hingga vihara, namun sayang di jalan protokol kota Bandung ini memang tidak ada masjid.    Saya terus berjalan sampai ke persimpangan dengan Jalan Tamblong, tepat di El Hotel yang dulunya merupakan Hotel Panghegar.  Di sini saya belok kanan sampai akhirnya tiba di Bragaweg.   Jalan paling terkenal di Kota Bandung yang selalu menarik dan penuh dengan turis lokal.

Terus berjalan di Braga hingga sampai ke Museum KAA dan ketemu dengan Jalan Asia Afrika, Saya kemudian belok kanan dan akhirnya tiba di tujuan yaitu Alun-Alun Bandung. Di sini saya sempat menyaksikan ramainya antrean untuk naik Bandros dan bertemu dengan Masjid Agung Bandung.

Jln Asia Afrika: Dokpri
Jln Asia Afrika: Dokpri

Lalu apa saja yang dapat dipelajari sepanjang perjalanan yang lumayan jauh dari Dago hingga Asia Afrika?  Singkatannya  kita bisa melihat bahwa di sepanjang Dagostraat ini, yang dulunya merupakan kawasan dengan rumah dan bangunan yang luas kini memang penuh dengan bangunan komersial berupa caf, retoran, hotel dan juga factory outlet. Tapi ternyata masih ada juga sekolah , rumah sakit , universitas , kantor pemerintah, dan tempat ibadah.    Selain itu, kita juga akan banyak melihat prasasti dengan kutipan tulisan-tulisan yang menarik baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda.

Selain itu kita juga bisa melihat sekilas mengenai sengketa lahan serta pernyataan akta eigendom dan tentu saja banyaknya taman yang ada di sepanjang jalan ini. Baik Taman Radio, Taman Vanda, dan juga Taman Film.   Dan jangan lupa berjalan kaki di sepanjang Jalan Dago memang sangat nyaman karena  trotoarnya yang lebar dan cantik.

Kalau kebetulan mampir ke Bandung, jangan lupa menyusuri kaki lima Jalan Dago dan temukan masih banyak hal-hal lain yang menarik, termasuk gambar calon presiden Anies Baswedan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun