Wah sudah cukup bermacam bangunan yang saya jumpai di sepanjang Jalan Juanda sampai akhirnya saya bertemu dengan Hotel Marriottt Courtyard yang dulunya adalah Holiday Inn Bandung. Â Jadi ingat hotel ini pernah menjadi salah satu hotel favorit saya untuk menginap di Bandung ketika masih Bernama Holiday Inn.Â
Namun yang menarik adalah bangunan yang letaknya tidak jauh dari hotel. Sebuah bangunan tua yang dihiasi dengan mural dan tampaknya terbengkalai alias tidak ditempati. Â Di sini ada papan tulisan semacam peringatan yang menjelaskan jika tanah ini merupakan milik seseorang berdasarkan Akta Eigendom Verpounding dan juga ancaman pidana bagi yang memasuki tanpa izin. Â Nah peringatan seperti ini mengingatkan kemungkinan adanya mafia tanah yang sempat marak diperbincangkan. Namun Akta Eigendom Verpounding sendiri cukup mengasyikkan untuk diulik karena merupakan hak milik dari era zaman kolonial belanda.
Akhirnya saya tiba di penghujung Jalan Juanda atau Dagostraat. Â Dan di bangunan nomor 5 ini ternyata ada sebuah Vihara Vimala Dharma yang bentuknya sama sekali tidak mirip vihara. Â Kalau saja tidak ada papan nama berwarna merah, saya mengira ini hanyalah salah satu rumah besar yang ada di Jalan Dago. Â Siapa sangka ini adalah adalah satu tempat ibadah ymmar Buddha yang ada di kota Bandung. Â Bahkan menurut cerita vihara ini sudah ada sejak tahun 1958 silam. Â Dan vihara ini bertetangga dengan hotel 101 Dago yang berada di ujung jalan Dago.Â
Setelah menyeberangi Jalan Riau atau Jalan Martadinata, maka kita akan memasuki Jalan Merdeka. Â Perbedaan besar antara Jalan Juanda dan Jalan Merdeka adalah berakhirnya trotoar yang lebar dan nyaman dan kini saya harus berjalan di trotoar yang lebarnya bahkan kurang dari lima kaki. Â Gerai Holland Bakery menyambut pertama kali dari Jalan Merdeka di seberang sana dan kemudian di sebelah kanan ada Gramedia dan Sus Merdeka yang berhadap-hadapan dengan BIP atau Bandung Indah Plaza. Â Namun ada bangunan tua yang lumayan antik yaitu Gedung A2B atau Akademi Akuntansi Bandung.Â
Perjalanan masih dilanjut menyeberangi Jalan Aceh untuk sampai di kompleks kantor Walikota Bandung yang cantik, juga Universitas Parahyangan di sebelah kiri. Â Selain itu juga ada Gereja Kristen Jawa, sekolah Santa Angela dan masih banyak lagi. Â Ah lumayan banyak bangunan keagamaan di sepanjang jalan ini dari Gereja hingga vihara, namun sayang di jalan protokol kota Bandung ini memang tidak ada masjid. Â Â Saya terus berjalan sampai ke persimpangan dengan Jalan Tamblong, tepat di El Hotel yang dulunya merupakan Hotel Panghegar. Â Di sini saya belok kanan sampai akhirnya tiba di Bragaweg. Â Jalan paling terkenal di Kota Bandung yang selalu menarik dan penuh dengan turis lokal.
Terus berjalan di Braga hingga sampai ke Museum KAA dan ketemu dengan Jalan Asia Afrika, Saya kemudian belok kanan dan akhirnya tiba di tujuan yaitu Alun-Alun Bandung. Di sini saya sempat menyaksikan ramainya antrean untuk naik Bandros dan bertemu dengan Masjid Agung Bandung.
Lalu apa saja yang dapat dipelajari sepanjang perjalanan yang lumayan jauh dari Dago hingga Asia Afrika?  Singkatannya  kita bisa melihat bahwa di sepanjang Dagostraat ini, yang dulunya merupakan kawasan dengan rumah dan bangunan yang luas kini memang penuh dengan bangunan komersial berupa caf, retoran, hotel dan juga factory outlet. Tapi ternyata masih ada juga sekolah , rumah sakit , universitas , kantor pemerintah, dan tempat ibadah.   Selain itu, kita juga akan banyak melihat prasasti dengan kutipan tulisan-tulisan yang menarik baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda.