Kedaulatan suatu negara bukan hanya terdiri dari bumi dan air, melainkan juga termasuk wilayah udara di atasnya. Mungkin hal ini kurang disadari oleh kebanyakan masyarakat yang selama ini lebih fokus kepada wilayah bumi dan air saja. Bahkan versi asli UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 sendiri hanya mengatur tentang penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan yang dikandung di dalamnya.
Padahal sesungguhnya sebagai negara kepulauan yang membentang luas lebih 5000 kilometer dari barat ke timur dan sekitar 1900 kilometer dari utara ke selatan, Indonesia juga memiliki wilayah udara yang sangat luas membentang di atas tanah air Nusantara ini,
Mari kita sejenak membahas mengenai pentingnya kedaulatan wilayah udara atau kadang dikena juga dengan istilah air space atau ruang udara. Salah satu hal yang menarik dan mempunyai dampak ekonomis yang cukup signifikan adalah meletusnya perang antara Rusia dan Ukraina yang sudah terjadi sejak Februari 2022 lalu.
Akibat perang ini, maka ruang udara Rusia langsung tertutup bagi pesawat terbang dari negara-negara Barat yang mendukung NATO dan Ukraina. Akibatnya pesawat terbang yang berasal dari negara-negara tersebut harus menghindari ruang udara Rusia yang maha luas itu dan mengambil rute memutar yang lebih jauh.
Sebagai besar maskapai dari Eropa harus mengalokasikan biaya dan waktu terbang lebih lama sekitar 15 hingga 40% karena harus menghindari ruang udara Rusia.
Salah satu yang menderita dampak paling besar adalah Finnair, yang jika terbang ke Tiongkok harus memutar jauh dengan rute dan waktu sekitar 40% lebih lama.Â
Sementara British Airways harus terbang 20 % lebih lama. Hal ini mengakibatkan konsumsi bahan bakar yang juga lebih banyak dan semua dampak langsung lainnya seperti pengaturan awak pesawat, waktu slot di bandara dan tentu saja emisi karbon yang jauh lebih mahal.
Kadang hal ini juga memberikan ketimpangan dalam persaingan. Sebagai contoh maskapai Tiongkok tidak terkena larangan untuk terbang di atas ruang udara Rusia, misalnya penerbangan Air France dari Shanghai ke Paris harus terbang lebih lama dan memakan biaya lebih banyak sekitar 15.650 Dollar plus 6000 galon bahan bakar lebih banyak dibandingkan dengan maskapai China Eastern yang terbang dengan rute yang sama dan tipe pesawat yang sama yaitu B777-300 ER.
Yang lebih menarik lagi, kedaulatan atas ruang udara ini pun bisa dijadikan senjata bagi suatu negara untuk saling membalas atas tindakan yang kurang menyenangkan yang dilakukan negara lain.Â
Sebagai mana diketahui, bahwa Turki dan Armenia sejak lama memang tidak pernah akur karena sejarah panjang hubungan keduanya bahkan sejak dari zaman Dinasti Usmaniyah.Â
Baru-baru ini, Armenia meresmikan sebuah monumen di Yerevan untuk memperingati tokoh-tokoh yang terlibat dalam Nemesis Operation, yaitu gerakan balas dendam atas Genosida Armenia yang terjadi pada 1915.Â
Akibatnya pihak Turki langsung meradang dan segera menutup ruang udaranya bagi pesawat Armenia yang akan terbang ke negara ketiga. Sementara Turkish Airways sendiri yang merupakan salah satu maskapai yang paling banyak terbang ke berbagai negara di dunia memang tidak pernah terbang ke Armenia.Â
Kembali ke ruang udara, kita tentu masih ingat bahwa sejak September 2022 lalu, Indonesia berhasil menandatangani perjanjian dengan Singapura yang menyetujui bahwa Indonesia akan menguasai ruang udara di atas kepulauan Riau dan Natuna yang selama berpuluh tahun dikuasai Singapura.
Sistem penguasaan ini sebenarnya merupakan sistem pembagian wilayah udara dan siapa yang mengelola dan mengawasinya.Â
Ruang udara Indonesia yang sangat luasnya ini, bertambah luas sekitar 249.575 km2 dengan diserahkannya ruang udara di Kepulauan Riau dan Natuna. Sebelum ditandatanganinya perjanjian ini, luas ruang udara Indonesia sendiri sudah mencakup wilayah seluas lebih dari 7,5 juta kilometer persegi.Â
Untuk mengaut ruang udara yang sangat luas itu, Indonesia mempunyai dua wilayah FIR (Flight Information Region ), yaitu FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang (Makassar).
Di samping itu, ruang udara Indonesia yang sangat luas ini juga berbatasan langsung dengan sejumlah ruang udara negara lain, di antaranya Australia (Melbourne FIR dan Brisbane FIR), Srilanka (Colombo FIR), Singapura (Singapore FIR), Malaysia (Kuala Lumpur FIR dan Kota Kinabalu FIR), Filipina (Manila FIR), Amerika Serikat (Oakland Oceanic FIR), Papua Nugini (Port Moresby FIR), dan India (Chennai FIR). Pengelolaan FIR Jakarta dan Makassar ini dibawa kendala Airnav Indonesia.
Dalam aturan penerbangan ruang udara ini juga kemudian diklasifikasikan lagu alam berbagai kategori dan jenis dengan tujuan agar layanan navigasi dan komunikasi pesawat terbang menjadi aman dan selamat. Yuk kita bahas secara sekilas mengenai kategori dan klasifikasi ruang udara ini.
Secara umum, menurut ICAO (International Civil Aviation Organization), ada dua jenis ruang udara, yaitu ruang udara yang dikendalikan (Controlled Airspace) dan ruang udara yang tidak dikendalikan (Un-controlled Airspace).Â
Controlled Airspace didefinisikan sebagai ruang udara di mana tersedia layanan pengatur lalu lintas udara (air traffic control service) bagi penerbangan yang menggunakan Instrument Flight Rules (IFR) dan penerbangan yang menggunakan Visual Flight Rules (VFR). Sementara Uncontrolled Airspace adalah ruang udara di mana tidak tersedia layanan pengatur lalu lintas udara.
Yang dimaksud Visual Flight Rules adalah kondisi terbang ketika pilot mampu mengendalikan pesawat secara visual dan mempunyai jarak pandang yang baik dan keadaan cuaca harus minimal sama atau lebih baik dari standar minum yang sudah ditentukan yang disebut Visual Meteorological Condition.
Sedangkan jika keadaan cuaca lebih buruk dibandingkan VMC tadi maka pilot harus menerbangkan pesawat dengan aturan IFR (Instrument Flight Rules), yaitu dengan bantuan alat navigasi dan instrumen.
Selanjutnya ruang udara yang dikendalikan atau Controlled Air Space diklasifikasikan lebih rinci menjadi beberapa kelas, yaitu: Dari Kelas A sampai E tergantung dengan ketinggian, komunikasi dua arah, izin ATC dan juga mode IFR atau VFR yang digunakan. Sementara untuk Uncontrolled Air Space di bagi menjadi Kelas F dan Kelas G.
Pembagian ruang udara menjadi kelas A sampai G ini tentunya dimaksudkan agar pilot mengetahui aturan keselamatan ketika menerbangkan pesawat sehingga dapat tinggal landas dan mendarat dengan aman dan selamat.
Selain itu, dalam dunia penerbangan perlu juga mengenai istilah ruang udara terbatas atau pun terlarang yang merupakan kawasan dengan aturan yang sangat spesifik.Â
Ruang udara terlarang misalnya saja di atas istana presiden, di atas instalasi nuklir ataupun obyek vital lainnya. Sedangkan yang dimaksud ruang udara terbatas adalah kawasan markas besar TNI, Pangkalan udara TNI, kawasan latihan dan operasi militer, kawasan latihan penerbangan dan penembakan militer dan juga kawasan peluncuran roket atau satelit.
Sebagai penutup, dengan makin majunya teknologi dan makin terjangkaunya drone atau pesawat terbang tanpa awak, maka banyak aturan yang perlu diketahui dan ditaati bila kita kebetulan memiliki dan menerbangkan drone.Â
Salah satunya adalah CASR (Civil Aviation Safet Regulations) Part 107, mengenai Sistem Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak. Nah jika drone yang kamu miliki sudah masuk dalam kategori tertentu maka wajib memiliki sertifikasi, dan bahkan orang yang mengoperasikannya juga harus memiliki sertifikasi pilot untuk drone.Â
Demikian sekilas mengenai wilayah udara, ruang udara, kelas, dan pembagiannya. Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H