"Oranje Hotel Soerabaja (Java)," demikian tertulis pada sebuah lukisan atau potret tua yang dipajang di lobi hotel tempat saya baru cek in malam itu. Â Ya walau sudah puluhan kali saya mampir ke Surabaya dan menginap di berbagai hotel di seantero kota, baru kali ini saya memberanikan diri menginap di Hotel Majapahit yang terletak di Jalan Tunjungan yang tersohor itu. Â Hotel Oranje memang merupakan nama lama alias nama asli hotel yang sangat bersejarah dan dibangun pertama kali pada 1910. Dan di hotel ini pula, kita dapatsejenak kembali napak tilas momen momen bersejarah perjuangan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan.
Dari lobi saya kemudian diantar  menuju ke kamar, melewati selasar yang berhadapan langsung dengan taman yang diterangi lampu-lampu yang temaram. Ada sebuah air mancur cantik di tengah taman yang penuh dengan pepohonan dan deretan kamar di dua lantai seakan-akan mengucapkan selamat datang di hotel ini,  Tidak terasa bulu kuduk terasa berdesir memasuki hotel ini di malam hari, apa lagi setelah ditinggal sendirian di dalam kamar yang sebenarnya cantik dengan nuansa jadul.  Perabotan, kursi, meja dan juga tempat duduknya sangat cantik terbuat dari kayu jati.  Juga ada lampu gantung dan bahkan kipas angin di langit-angit.  Namun, rasa lelah karena perjalanan yang lumayan panjang membuat saya tidak berminat untuk menjelajah hotel ini sekarang.
Keesokan harinya sebelum makan pagi, baru saya sempatkan melihat kembali tempat-tempat yang dilewati tadi malam. Â Selasar yang indah dengan ubin bermotif cantik khas bangunan peningalan era colonial dan lampu gantung nan cantik ada di sepanjang jalan menuju ke lobi. Taman yang tadi malam terlihat temaram dan sedikit menyeramkan, pagi itu terlihat sangat asri dan menawan. Â Hijau dan rindang.Â
Di lobi hotel yang asli, dipajang perabotan dan pernak-pernik jadoel yang sangat menarik. Ada sepeda ontel tua di depan lukisan sepasang lelaki dan perempuan berpakaian khas zaman kolonial. Berbagai foto-foto tua juga dipamerkan di dinding di samping meja dan kursi yang juga tidak kalah antiknya. Â Ruangan ini sekarang Bernama Caf 1910 dan berfungsi sebagai ball room. Â Lampu-lampu gantung yang antik serta kipas angin di langit-langit serja jendela besar dengan atap melengkung berhias kaca pateri hadir menambah cantik ruangan ini.
Pada salah satu foto tua ada bangunan berarsitektur gaya Yunani dengan pilar-pilarnya yang besar. Ternyata ini adalah foto salah satu hotel tertua di Surabaya yaitu Hotel Embong Malang yang beralamat di Jalan Embong Malang no 31. Â Hotel ini didirikan sejak 1872 dan kemudian berfungsi sebagai rumah yatim hingga kemudian diruntuhkan pada 1993. Â Lokasi hotel ini sekarang di dekat pintu masuk Hotel Sheraton Surabaya.Â
Rupanya ini adalah lobi hotel pertama ketika dibangun pada tahun 1910. Sementara lobi yang sekarang merupakan bangunan tambahan yang dibangun pada 1936 dan memiliki arsitektur Art Deco dengan atap langit-langit yang tinggi. Â Ruangan ini sekarang Bernama Caf 1910 dan juga Balai Adika Ball Room
De Eerste Steen van dit Gebouw werd gelegt door  Eugene Lucas Sarkies op den 1en Juni 1910.  Demikian tertulis pada sebuah prasasti yang terbuat dari marmer hitam yang ada di atas gerbang menuju Balai Adika Ball Room tersebut.  Walau tidak bisa berbahas Belanda saja tahu bahwa arti tulisan ini adalah Batu Pertama bangunan ini diletakkan oleh Eugen Lucas Sarkies pada tanggal 1 Juni 1910Â
Nah baru kemudian saya ketahui bahwa foto dan lukisan besar yang saya sempat lihat tadi ada foto pendiri sekaligus pemilik pertama hotel ini yaitu Lucas Sarkies dan istrinya.
Sarkies Brothers merupakan imigran Armenia yang berasal dari Isfahan, di Iran yang ternyata bukan saja mendirikan hotel Oranje ini melainkan juga hotel hotel bersejarah di kawasan Aisa Tenggara, seperti Rafles Hotel di Singapura, Eastern & Oriental Hotel di Penang dan juga The Strand di Rangoon.Â
Di ball room ini juga terdapat sebuah alat musik jaman baheula berupa gramofon yang terlihat sangat antik dan menarik. Â Â Jalan-jalan di tempat ini sebelum makan pagi, saya seakan-akan mampir ke museum dan kembali ke masa lebih dari satu abad yang lampau.Â
Selepas sarapan, saya kembali melanjutkan jalan-jalan di sekitar hotel dan menemukan lagi sebuah prasasti yang menjelaskan bahwa hotel ini pernah direnovasi pada dan kemudian diresmikan dengan nama Hotel Mandarin Oriental Majapahit pada 10 Â November 1996. Â Prasasti ini ditandatangani oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi pada saat itu, yaitu Joop Ave bersama gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman. Â Wah keduanya merupakan sosok yang tersohor pada masanya.
Saya kemudian sempat melihat kamar 33 yang dinamakan kamar Merdeka, Â Kamar ini konon sangat bersejarah karena pernah menjadi pusat komando tentara Belanda. DI kamar ini pula tokoh perjuangan Roeslan Abdul Gani meminta penjelasan mengapa bendera Belanda berkibar kembali di hotel ini yang kemudian puncaknya adalah peristiwa heroik perobekan bendera pada 19 September 1945.
Dari sini perjalanan dilanjut ke taman utara hotel yang luas dan tidak kalah indah dengan beberapa taman lain di hotel ini. Yang unik di sini terdapat kamar atau bangunan Presidential Suite yang berlantai dua dan memiliki luas lebih dari 800 meter persegi. Konon Mantan Presiden Obama pernah menginap di sini.
Si pojok lain hotel juga terdapat sebuah kolam renang yang kebetulan pagi itu sedang sepi. Juga ada sebuah spa. Â Saya kemudian menaiki tangga menuju ke lantai atas dan langsung menuju ke Flag Terrace, yaitu tempat bersejarah perobekan bendera Merah Putih Biru menjadi Merah Putih ketika Hotel ini Bernama Hotel Yamato.
Di dinding bangunan terdapat dua buah prasasti yang mengapit pintu. DI sebelah kanan tertulis dalam bahasa Indonesia dan di sebelah kanan terjemahannya dalam Bahasa Inggris:
Pada tanggal 19 September  1945...
Ketika  melihat bendera merah putih biru berkibar kembali di Hotel Oranje  (Yamato Hotel), kemarahan  rakjat dan  pemuda=pemuda di SURABAJA tidak tertahankan lagi.
Dengan  serentak  Rakjat bergerak, suasana  mendjadi panas. Djalan Tundjungan mendjadi lautan manusia jang bergelora.....
Terdjadilah......Â
Insiden bendera. Fadjar permulaan meletusnya  api revolusi. Karena rakjat  hanja menghendaki  supaja  Sang Dwi Warna Merah Putih sadja jang  berkibar di angkasa Indonesia. Sedang si Tiga Warna  harus turun.......
Kemudian.... Â Â
Berkibarlah  Sang Dwi Warna hingga  detik sekarang dam untuk seterusnya sebagai lambang kemegahan dan kedjajaan nusa dan bangsa Indonesia.
10 Nopember 1970.
Demikian, saya membaca tulisan pada prasasti yang berasal dari tahun 1970 itu dan harus menyesuaikan ejaannya sebelum diberlakukan EYD pada 1972.
Dari Flag Terrace ini pula kita dapat menikmati keindahan bangunan hotel yang memiliki sejarah panjang dan juga menjadi saksi salah satu peristiwa paing heroik dalam sejarah Indonesia.
Siapa sangka, menginap di hotel di Surabaya, dapat sekaligus belajar dan napak tilas sejarah. Â Walau sempat merasakan sedikit seram pada saat datang pertama kali di malam hari, ternyata menginap selama beberapa malam di sini pun cukup mengasyikkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H