Masih dalam program jalan kaki di kota Bandung, kali ini, tujuan saya adalah beberapa monumen dan lapangan serta ikon kota Bandung yang dapat lebih dinikmati dari dekat dengan berjalan kaki. Â Yuk kita ikuti kisahnya.
Perjalanan kembali di mulai dari sekitar Babakan Siliwangi dengan taman hutan kotanya yang cantik, hijau, dan sekaligus menyegarkan raga dan jiwa. Â Saya menyusuri jalan Siliwangi hingga ke perapatan Simpang Dago yang ada Mc Donaldnya. Menyeberang jalan Juanda langsung menuju ke Jalan Dipati Ukur.Â
Suasana yang kental dengan kemahasiswaan merebak di sini. Â Banyak mahasiswa dan mahasiswi dan juga gerai fotokopi atau pun penunjang kegiatan perkuliahan. Â Ternyata , di jalan Dipati Ukur ini terdapat beberapa kampus yang cukup terkenal di Bandung seperti Universitas Komputer Indonesia, Â Institut Teknologi harapan Bangsa dan tentu saja kampus Universitas Padjadjaran. Â Berjalan di sini serasa kembali ke masa-masa ketika masih menjadi mahasiswa dahulu. Â Di sini juga ada berbagai kantor atau perwakilan travel untuk pergi ke Jakarta atau pun kota-kota lainnya.Â
Berjalan sekitar 15 menit, saya sampai di kampus Unpad di sebelah kanan jalan. Saya kemudian menyeberang jalan di mana banyak bus besar warna biru milik Trans Metro Pasundan rute no. 5 Dipati Ukur Jatinangor. Â Dan di sinilah terlihat sebuah monumen yang sangat megah di kejauhan yaitu, Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.
Saya kemudian memasuki sebuah gang kecil untuk menuju ke monumen itu.  Di halaman yang luas ini, banyak orang sedang bersantai atau sekedar berolah raga.  Sayang akses mendekat  ke monumen tampaknya tertutup dengan pagar sehingga saya hanya menikmati kemegahan monumen ini dari kejauhan saja. Bentuknya megah dan besar dan sekilas mirip bilah bambu yang gagah menghunjam ke langit dengan hiasan lambang Garuda Pancasila di bagian tengahnya.Â
Berjalan di taman yang luas yang menghubungkan monumen ini dengan Gasibu  dan Gedung sate terasa sangat nyaman di pagi itu. Deretan pohon palem yang tinggi  berjejer rapi di kedua sisi dan di tengahnya ada taman kecil dengan rerumputan dan tanaman hias yang indah.  Juga ada deretan kursi taman yang sayangnya terlihat kurang terawat dengan baik, karena banyak yang sudah rusak dan bahkan hilang.
 Selama ini saya sering melewati jalan di kawasan ini dengan naik kendaraan, namun baru kali ini sempat masuk ke tamannya dan menikmati suasana pagi dengan jalan santai.  Di sini terlihat salah satu kelompok orang yang baru saja selesai berolahraga dan masih menggunakan seragam kaos warna oranye.  Mereka duduk-duduk sambil beristirahat dan bersendagurau.
Selain itu juga ada anak-anak sekolah yang berjalan lengkap dengan baju seragam. Kebetulan hari ini memang hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang selama puasa hingga lebaran. Â Juga ada beberapa orang yang bermain bulu tangkis tanpa net di lapangan ini. Semua menikmati suasana pagi yang indah walau sedikit mendung.
Tentu saja tidak ketinggalan para pedagang makanan ikut meramaikan taman ini. Sebuah taman yang cukup luas dan indah membentuk garis lurus antara Gedung Sate, Monumen Perjuangan dan bahkan Gunung Tangkuban Perahu di kejauhan.
Sayangnya, kebersihan taman sama sekali tidak terjaga. Walau ada tempat sampah, tetapi pengunjung kebanyakan membang sampah sembarangan sehingga membuat para tenaga kebersihan harus bekerja ekstra keras untuk membersihkan kawasan ini. Â
Saya terus berjalan dan akhirnya sampai di ujung jalan. Di sini ada lagi sebuah monumen yang bentuknya mirip gapura atau pintu gerbang. Â Di bagian bawah monumen ada terukir nama-nama baik Aparatur Sipil Negara maupun nakes yang gugur dalam menjalankan tugas sewaktu pandemi Covid meraja lela sejak 2020-2021. Konon ada lebih dari 200 nakes dari Jawa Barat yang gugur pada saat itu. Â Dan kini nama-nama mereka terukir gagah pada dinding monumen ini.Â
Kami tetap Tangguh walau diuji pandemi, kami tetap tumbuh karena tekad diri, Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, demikian terukir dengan tinta warna emas pada prasasti yang terbuat dari granit warna hitam. Sementara di sisi lain ada prasasti kembarannya dengan tulisan yang cukup panjang:
Pandemi Covid 19 telah meluluhlantakkan sendi kehidupan di dunia, tidak terkecuali di Indonesia dan Jawa Barat. Sinergi yang telah kita bangun antara tekad untuk bertahan dengan segala  kolaborasi ikhtiar dan doa memerangi wabah pandemi, menjadi kekuatan Jawa Barat  tetap tegar menatap masa depan. Monumen ini didedikasikan sebagai pengingat kepada pejuang  yang telah gugur dalam mengemban tugas misi kemanusiaan, serta tekad masyarakat Jawa Barat yang telah mampu dan Tangguh melewati masa-masa kritis pandemi.
Di dekat monumen Covid ini juga ada taman kecil bergambar logo Jawa Barat dengan tulisan Gemah Ripah Repeh Rapih yang artinya Subur Makmur, Damai  dan Rukun atau Aman Sentosa.  Lambang ini terbuat dari kombinasi bebungaan yang cantik dan menyejukkan mata. Sementara lambang kujang, padai, kapas, gunung dan lembah nya terbuat dari beton cetakan yang diukir indah.  Dengan melihat lambang ini, kita bisa melihat Gasibu dan juga Gedung Sate sebagai pusat pemerintahan Jawa Barat di kejauhan.
Jalan kaki dilanjut dengan menyeberang jalan Diponegoro, melipir ke Gasibu yang saat ini sedan gada kegiatan upacara dan akhirnya sampai di seberang Gedung Sate. Â Kalau selama ini saya hanya menikmati keindahan Gedung Sate ketika dalam perjalanan dengan kendaraan. Kini saya bisa sejenak bersantai sambil menikmati arsitekturnya yang unik dan menjadi ikon Jawa Barat. Â Ketika saya sedang duduk bersantai, sebuah bus Bandros berwarna putih melintas perlahan. Di dalamnya terlihat beberapa wisatawan yang sedang jalan-jalan keliling kota Bandung sambi mendengarkan cerita pemandu wisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H