Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Kisah Sukses MTR Hong Kong yang Bisa Berkembang Tanpa Subsidi

19 April 2023   16:11 Diperbarui: 19 April 2023   20:51 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hong Kong dari The Peak: Dokumentasi pribadi

Salah satu permasalahan klasik yang sering kita dengar dari transportasi publik di kota-kota besar di seluruh dunia adalah masalah subsidi dan keuangan yang minus. 

Transportasi  publik diharapkan bisa mengantar masyarakat ke seantero pelosok kota dengan cepat massal, aman dan tentu saja terjangkau. Karena kalau mahal dan tidak terjangkau, dia akan menjadi sepi dan bukan lagi transportasi masal. Akibatnya frekuensi pun menjadi jarang.

Nah kalau kita melihat dari sekian banyak kota dunia, banyak yang memiliki transportasi publik yang cukup baik, massal dan terjangkau, namun sebagian besar syarat dengan subsidi pemerintah. 

Hong Kong adalah suatu pengecualian dan Hong Kong juga menamakan transportasi massalnya bukan dengan metro sepeti kebanyakan kota di Eropa atau dengan subway seperti di Amerika atau MRT seperti di Singapura, Bangkok, Kuala Lumpur atau Jakarta, melainkan dengan nama yang unik dan sering bikin orang salah yaitu MTR (Mass Transit Railway).

Dan ini adalah transportasi massal yang pertama kali saya coba hampir 40 tahun yang lalu ketika saat itu di Hong Kong baru ada 3 jalur MRT dan ada KCR yang terpisah. 

Kini KCR sudah bergabung menjadi MRT sehingga MRT mencakup heavy rail dan juga MRT yang asli atau sebagai padanannya kalau di Jakarta MRT Hong Kong itu merupakan gabungan MRT Jakarta dan KRL. 

Petunjuk jalan di Central Station: Dokumentasi pribadi
Petunjuk jalan di Central Station: Dokumentasi pribadi

Nah dengan jumlah stasiun dan jumlah jalur yang lumayan banyak di kawasan Hong Kong SAR (10 jalur dan 99 stasiun termasuk satu stasiun kereta cepat), serta 16 lajur LRT dengan 68 stasiun, MTR juga berhasil mengubah sebagian besar wajah kawasan sekitar stasiun strategis menjadi kawasan pemukiman sekaligus pusat perbelanjaan. 

Puluhan pencakar langit berupa apartemen dan perkantoran biasanya berada di dekat stasiun MTR sehingga baik penghuni mau pun pekerja hanya perlu berjalan kaki ke stasiun. Dan shopping mal besar biasanya langsung terhubung dan menjadi satu dengan stasiun MTR tersebut. 

Bahkan banyak kota baru yang tumbuh bersamaan dengan berkembangnya jaringan MTR ini, misalnya saja kawasan Tung Chung yang berkembang bersamaan dengan dibangunnya bandara baru Chep Lap Kok di pulau Lantau. 

Di sini puluhan apartemen ada di sekitar stasiun dan kalau sudah agak jauh dari stasiun, maka biasanya apartemen dan pemukiman tersebut pun dilengkapi dengan shuttle gratis menuju ke stasiun MTR. 

Stasiun Taipo Market eks KCR: Dokumentasi pribadi
Stasiun Taipo Market eks KCR: Dokumentasi pribadi

Sementara di daerah CBD atau pusat kota seperti Central, Causeway Bay atau Tsim Sha Tsui banyak perkantoran demikian dan hotel dalam jejak walking distance ke stasiun MTR.

Sementara hampir semoga kawasan pemukiman baik di pulau Hong Kong, semenanjung Kowloon maupun New Teritorries sudah terhubung dengan stasiun MTR, dan disana pun pada umumnya memiliki mal dan pusat berbelanja yang sebagian besar dimiliki oleh MTR. 

Selain itu hampir semua stasiun yang lumayan besar dan menjadi pusat transit juga terintegrasi dengan angkutan antar Moda seperti bus, LRT, dan juga ferry dan bahkan AirPort Train. 

Stn Tiu Ke Leng: Dokumentasi pribadi
Stn Tiu Ke Leng: Dokumentasi pribadi

Terintegrasi ini bukan hanya dalam arti halte, melainkan juga menjadi terminal bus yang cukup besar untuk melayani kawasan yang tidak atau belum terjangkau dengan transportasi berbasis rel.

Ternyata salah satu keberhasilan MTR Hong Kong mengembangkan stasiun MTR bersamaan dengan pemukiman, perkantoran dan pusat perbelanjaan serta segala fasilitas pendukungnya adalah karena MTR juga merupakan developer atau pengembang yang ikut merencanakan, mengembangkan dan membangun semua infrastruktur tersebut.  

Tidak mengherankan jika MTR akhirnya berhasil mengembangkan pola bisnis yang tetap mendapatkan profit, terutama dari usaha pendukungnya berupa retail, sewa menyewa dan real estatenya. 

Sebenarnya KRL juga sudah memulai konsep ini dengan nama TOD atau Trasit Oriented Development di beberapa stasiun seperti stasiun Tanjung Barat, Cisauk dan beberapa stasiun lainnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah apakah KRL atau PT KAI sendiri yang memiliki fasilitas apartemen an dan pusat perbelanjaan dan kalau masih bisa sekalian dilengkapi dengan terminal bus atau halte Trans Jakarta yabg menjadi bus pengumpan ke stasiun tersebut, atau juga terminal JakLingko. 

Hong Kong LRT: Dokumentasi pribadi
Hong Kong LRT: Dokumentasi pribadi

Selain itu di setiap concourse stasiun di MTR Hong Kong juga biasanya dilengkapi dengan berbagai kios untuk kenyamanan penumpang baik ATM, snack maupun minuman ringan atau pun vending machine. 

Salah satu keuntungan komparatif MTR Hong Kong dibandingkan dengan KRL dan MRT adalah karena dua perusahanan sebelumnya yaitu MTR dan KCR sudah merger menjadi MRT pada 2007. Demikian juga dengan Airport Express yang melayanai Bandara Chep Lam Koq pun sejak awal sudah menjadi bagian MTR. 

Selain itu jumlah pnumpang di Hong Kong sendiri jauh lebih banyak walau kalau dibandingkan dengan KRL yang melayani sampai Bogor dan Rangkas Bitung, wilayah yang di jangkau KRL lebih jauh walau tidak luas. 

Karena itu MTR dapat beroperasi dengan frekuensi yang sangat sering sehingga di Isand Line pada jam sibuk jarak antar kereta bisa kurang dari dua menit sementara frekuensi airport express juga bisa sekitar 12 menit sekali.

 Untuk itu, ada baiknya jika KRL dan MRT Jakarta pun mau belajar dan mencoba menerapkan apa yang sudah baik di MRT Hong Kong. Demi lebih baiknya pelayanan kereta api perkotaan atau Urban Railway di Jakarta dan kota besar lainnya nanti di Indonesia.

Kalau Hong Kong bisa, mengapa Jakarta tidak? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun