Walau sudah beberapa kali bertandang ke Masjid Istiqlal, ajakan untuk berkunjung sekali lagi bersama dengan Himpunan Pramuwisata Indonesia DPD DKI Jakarta tetap saja menarik untuk dicermati.Â
Pak Didi yang bertugas sebagai pemandu wisata di Masjid Istiqlal juga dengan bersemangat mengajak kami ke berbagai sudut Masjid dan menceritakan secara rinci mengenai kisah- kisah yang ada di belakangnya.
Dari kantor yang ada di lantai dasar kami kemudian berjalan melewati kawasan yang sekarang dijadikan gerai untuk menjual berbagai macam buku dan suvenir. Kemudian setelah menaiki tangga, dan menuju ke lantai dua masjid. Melewati koridor menuju ke bangunan utama. Sebuah koridor yang sangat Anggun dengan bentuk arsitektur yang disebut sangat modern, futuristis dan minimalis dalam skala besar dan megah. Â
Di sini Pak Didi menceritakan sedikit mengenai latar belakang pembangunan Masjid Istiqlal sebagai aspirasi rakyat Indonesia yang ingin memiliki sebuah masjid nasional kebanggaan rakyat yang ada di ibu kota. Â Karena pada saat itu, sebagai negeri dengan penduduk muslim terbanyak, di ibu kota Jakarta belum ada masjid yang besar. Â
Aspirasi ini disampaikan oleh Menteri Agama pada saat itu yaitu K,H. Wahid Hasyim pada tahun 1953 dan kemudian dengan bersama beberapa ulama mendirikan Yayasan Pendirian Masjid Istiqlal pada 1954 yang diketuai oleh H Tjokroaminoto
Kemudian Bung Karno menyambut hangat ide ini dan kemudian memutuskan bahwa lokasi masjid adalah di tempat yang sekarang ini yang dulunya adalah bekas Taman Wilhemina dam lokasi bekas Benteng  Fredrick Hendrik.  Alasan bung Karno adalah karena di seberang lokasi sudah terdapat gereja Katedral sehingga ingin menunjukkan toleransi beragama di Indonesia.
Uniknya lagi adalah arsitek masjid ini adalah F. Silaban, seorang non muslim yang berhasil memenangkan sayembara dan mendapatkan hadiah sebesar 25 Ribu Rupiah dan 75 gram emas. Â Menurut Pak Didi uang 25 Ribu Rupiah pada saat itu merupakan jumlah yang lumayan besar.
Demikianlah akhirnya pembangunan Masjid Istiqlal dimulai dengan pemancangan tiang pertama pada 24 Agustus 1961 oleh Bung Karno bertepatan dengan Peringatan Maulud Nabi. Â Sayangnya dengan kemerosotan ekonomi Indonesia dan terjadinya peristiwa G30 S PKI pembangunan sempat mangkrak sampai kemudian dilanjutkan lagi oleh Orde Baru dan diresmikan pada 22 Februari 1978.
Kemudian kami berjalan menuju ke interior masjid dan menyaksikan Jemaah yang sedang duduk atau salat di lantai utama masjid. Â Jemaah Pria di sebelah kanan dan perempuan di sebelah kiri. Â Kami juga melihat ke kubah besar yang ditopang oleh 12 pilar utama.
Menurut Pak Didi rancangan masjid banyak mengandung filosofi yang dilambangkan dengan angka-angka. Dua belas pilar melambangkan hari lahir Nabi Muhammad yaitu tanggal 12 Rabiul Awal Tahun gajah. Sedangkan masjid yang berlantai 5 melambangkan Rukun Islam dan Panca Sila.Â
Setelah itu kami menuju ke melewati koridor selasar masjid menuju ke sebuah beduk besar yang tampak Anggun dan cantik. Di sini Pak Didi menjelaskan bahwa penggunaan beduk di masjid-masjid di Indonesia merupakan hal yang unik karena di Arab atau bagian dunia lain tidak ada. Â Beduk dan kentungan merupakan adaptasi budaya lokal pada masjid-masjid di Nusantara.Â
Ternyata beduk ini mempunya sejarah yang unik karena terbuat dari kayu meranti yang telah berusia ratusan tahun dan berasal dari Kalimantan Timur. Â Beduk ini juga sekarang sudah tidak ditabuh lagi untuk menjaga agar tetap awet. Â Beduk ini tampak sangat besar dengan panjang sekitar 3 meter dan diameter sekitar 2,7 meter.
Pak Didi juga mengatakan bahwa beduk bukan untuk memanggil orang salat tetapi menandakan sudah masuk waktu salat sementara memanggil orang salat tetap dengan azan. Â Dan ada sebuah cerita bahwa beduk ini harus dibuat beberapa kali karena harus tepat 60 hari.Â
Pertama kali dibuat terlalu cepat dua hari dan yang kedua terlalu lambat. Yang tidak kala menarik adalah adanya Inpres khusus yang diterbitkan untuk beduk yang sekarang menjadi pajangan dan selalu dipertontonkan kepada para wisatawan yang berkunjung ke Masjid Istiqlal.
Perjalanan kemudian dilanjut ke pelataran Masjid di dekat menara. Â Masjid Istiqlal ini hanya mempunyai satu menara sebagai simbol keesaan Tuhan sesuai dengan sila pertama Pancasila dan menara ini memiliki tinggi 6666 Cm sebagai lambang jumlah ayat dalam Al-Quran.
Dari pelataran ini juga kuta bisa melihat dua menara Gereja Katedral di kejauhan sebagai lambang toleransi.  Namun menurut Pak Didi, beberapa  bulan lalu menara gereja sempat tertutup oleh pepohonan. Pohon ini harus ditebang agar menara menjadi terlihat. Namun untuk memotong atau menebang pohon pun tidak sembarangan karena harus meminta izin dari Dinas Pertamanan DKI.
Akhirnya wisata keliling Masjid Istiqlal harus disudahi dan kami melanjutkan dengan salat Ashar dan kemudian berwisata ke Gereja Katedral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H