Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Di Masjid Ini, Semua Orang Dipanggil Koko atau Cici

8 April 2023   09:08 Diperbarui: 8 April 2023   09:14 2387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore menjelang Magrib ketika saya tiba di Masjid Lautze 2 yang terletak di Jalan Tamblong, tepat di depan Monumen Sepak Bola, yang sering saya juluki Tugu Ajad Sudrajad.   Tugu ini mengingatkan saya akan kejayaan Persib Bandung di era 1980-an di zaman baheula.

Monumen Sepak bola: Dokpri
Monumen Sepak bola: Dokpri

Masjid Lautze ini letaknya persis di tepi jalan yang sibuk dan hampir tidak ada tempat parkir kecuali sedikit di trotoar di dekat Hotel Istana dan hanya untuk kendaraan roda dua.  Namun yang menarik adalah di trotoar masjid ini sudah ramai warga dan masyarakat sekitar yang duduk rapi beralaskan kain plastik gulung yang dibentangkan.  Di depan pintu masjid tampak Koko Rachmat Nugraha, Ketua DKM Masjid Lautze sedang memberikan sedikit tausiah dan juga pengumuman mengenai acara hari ini

Saya kemudian mohon izin untuk masuk ke dalam masjid.  Warna merah, kuning, dan hijau langsung menyambut saya.  Karpet warna merah dengan sentuhan kuning. Mimbar warna merah dengan rona kuning, dan tiang warna hijau. 

Mimbar dan Mihrab: Dokpri
Mimbar dan Mihrab: Dokpri

Mihrabnya sangat unik dengan sentuhan Tionghoa yang kental berbentuk pintu bulan dengan hiasan lingkaran-lingkaran bermotif kancing tiga garis yang juga sangat khas Tionghoa.   Di tengahnya juga ada lingkaran dengan lafaz Allah warna kuning.  Sebuah mimbar kecil juga sangat cantik dan lagi lagi berwarna kombinasi merah dan kuning.

Interior Masjid: Dokpri
Interior Masjid: Dokpri

Di dinding sebelah kanan ada sebuah rak yang lumayan tinggi berisi kitab, dan juga berbagai dokumen.  Ada juga sebuah papan pembatas bertuliskan Batas Ikhwan dengan terjemahan dalam aksara Hanzi. Di atasnya ada logo Masjid Lautze.  Selain beberapa tiang warna hijau, masjid yang ukurannya tidak telalt besar dan bisa menampung skeitar 200 jamaah ini memang minim hiasan. 

Tangga masjid: Dokpri
Tangga masjid: Dokpri

Saya sempat mampir ke toilet dan tempat wudu yang juga ukurannya mini.  Dan di dekat sini ada tangga untuk naik ke lantai atas.  Lantai atasnya tidak terlalu luas dan memiliki pagar warna merah terbuat dari kayu yang juga sangat khas Tionghoa. Anak tangga juga terbuat dari kayu dan dicat warna merah.  Di pagar ini ada sebuah jam yang menunjukkan waktu-waktu salat dan langit-langit masjid dicat warna putih. Serta sebagian dinding di kira dan kanan juga berwarna putih.  Singkatnya hanya ada empat warna di kawasan masjid ini, yaitu dominan merah dan kuning dengan sedikit putih dan hijau.

Koko Rachmat & Berbagi Kasih: Dokpri
Koko Rachmat & Berbagi Kasih: Dokpri

Tak lama kemudian, Koko Rachmat Nugraha yang soe itu memakai peci hitam dan rompi warna biru dengan hiasan bendera merah putih di dada sebelah kanan, menjelaskan bahwa hari ini, masjid kedatangan tamu-tamu yang disebut dengan julukan bidadari dan bidadara yang ternyata merupakan komunitas "Berbagi Kasih,"yang akan ikut membagikan takjil dan makanan berbuka puasa bagi warga yang datang pada sore itu. 

Spanduk: Dokpri
Spanduk: Dokpri

Kemudian Cici Elizabeth, yang mewakili Berbagai Kasih sempat menjelaskan sekilas mengenai komunitasnya yang didirikan sekitar 4 tahun lalu itu. Sebuah komunitas lintas agama yang tujuan nya memang berbagi rezeki kepada siapa saja yang membutuhkan. Selain membagikan makanan ke masjid-masjid untuk berbuka, komunitas ini juga banyak membantu ketika gempa melanda Cianjur beberapa bulan lalu.  Dan anggota nya datang dari berbagai etnis dan agama.   Bersama Cici Elizabeth ini juga ada seorang ibu yang mewakili Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia.

Koko Farhan foto bersama: Dokpri
Koko Farhan foto bersama: Dokpri

Tidak lama kemudian datang lagi seorang tokoh yang wajahnya sudah tidak asing lagi, yaitu Farhan, seorang selebriti dan politisi yang digadang-gadang oleh Kang Emil sebagai salah satu calon kuat Walikota Bandung pada 2024 mendatang.  Suasana di masjid Lautze ini makin meriah menjelang azan Magrib.

Suasana di depan masjid: Dokpri
Suasana di depan masjid: Dokpri

Setelah sekedar tanya jawab, kemudian takjil dibagikan kepada warga yang ramai duduk berbaris rapi di kaki lima dan sebagian di dalam masjid.  Bungkusan makanan juga dibagikan kepada pengendara baik roda empat maupun roda dua yang kebetulan lewat di Jalan Tamblong yang tidak pernah sepi menjelang berbuka puasa.  

Masjid Lautze 2: Dokpri
Masjid Lautze 2: Dokpri

Tak lama kemudian, azan Magrib pun menggema, Serentak takjil dibuka dan makanan serta minuman kecil dinikmati menjadi penawar rasa dahaga dan lapar setelah sepanjang hari berpuasa.   Setelah saat Magrib berjamaah, makanan berbuka puasa kemudian dibagikan dan warga bersama pengurus masjid dan para tetamu menikmati berbuka puasa bersama. Walau makanan nya sederhana tetapi kami sebuah tampak berbahagia sore itu.

Kotak Infaq: Dokpri
Kotak Infaq: Dokpri

Masjid Lautze ini memang cukup unik karena memang didirikan pada sekitar tahun 1997 oleh Yayasan Haji Karim Oey. Namanya diambil dari Nama Masjid Lautze yang ada di Jakarta yang sudah didirikan lebih dahulu. Dan di masjid ini pula lumayan banyak warga etnis Tionghoa yang kemudian menjadi mualaf.  

Suasana selesai salat Magrib: Dokpri
Suasana selesai salat Magrib: Dokpri

Sementara ketua DKM Masjid ini, yaitu Koko Rachmat memang juga kebetulan etnis Tionghoa dan ternyata juga seorang dai yang merupakan lulusan Fakultas Usuluddin Unisba. Beliau bercerita sering berceramah di berbagai lapas di kawasan Bandung dan Jawa Barat sepeti di Suka Miskin dan sangat akrab dengan warga di sekitar masjid Lautze ini.

Lantai atas: Dokpri
Lantai atas: Dokpri

Uniknya adalah Koko Rachmat selalu memanggil semua orang di yang hadir di masjid ini dengan sebutan Koko dan Cici tanpa memandang etnis dan usia.  Baik pengurus masjid, tamu, Jemaah dan siapa saja yang kebetulan hadir di sini. Ada Kang Ojeg, ada juga kang parkir.  Misalnya saja ada Koko Abu Hasan dan juga Koko Farhan yang calon Walikota Bandung itu. Ternyata tujuannya adalah agar semua merasa lebih santai dan akrab saja sehingga menghilangkan sekat-sekat perbedaan yang ada.

Lampion merah di malam hari: Dokpri
Lampion merah di malam hari: Dokpri

Hari kian malam. Selesai berbuka puasa, petugas masjid mulai mempersiapkan acara lanjutan yaitu salat tarawih.

Dan deretan lampion warna merah yang bergantungan di teras masjid bergoyang ria diembus angin malam kota Bandung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun