Jam menunjukkan sekitar pukul9.40 pagi ketika rombongan Clickompasiana tiba di depan Museum Perjuangan yang ada di kawasan Brontokusuman, Yogyakarta ini. Â Setelah parkir kendaraan di tepi jalan tidak jauh dari museum, kami mendapatkan bahwa pintu museum tertutup rapat. Â Baru kami sadar bahwa museum ini memang tutup di hari Sabtu dan Minggu dan baru buka kembali Senin lusa. Maklum kami kebetulan berkunjung di Sabtu pagi.
Tetapi melihat bentuk arsitektur museum yang sanga cantik an unik, Sukma, Mbak Muthiah dan Pak Sutiono tetap merasa bergembira bisa mampir walau hanya di luar saja. Kami segera bergaya berfoto baik sendiri, berdua maupun beramai-ramai.
Sementara saya memulai perjalanan dengan maksud mengeliling museum ini. Tentunya karena pada kunjungan terdahulu beberapa bulan lalu, saya sempat mampir dan sudah melihat bagian dalam interior dan isi museum, namun belum sempat berkeliling melihat eksterior museum ini.
Museum ini tetap sangat cantik. Unik sekali karena berbentuk bundar mirip candi dengan atap yang mirip topi baja dilengkapi dengan stupa kecil berwarna putih. Â Perjalanan memutar ini searah dengan jarum jam yang mungkin juga bisa disebut sebagai pradaksina. Â Yuk kita lihat apa saja yang bisa dijumpai dalam perjalanan singkat ini.
Pertama adalah sebuah prasasti terbuat dari marmer warna hitam dengan tulisan warna putih yang mengisahkan kilasan sejarah museum ini. Â Disebutkan jika museum ini dibangun untuk memperingati setengah abad Hari Kebangkitan Nasional pada Mei 1958.Â
Panitia pembangunan diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX dengan anggota dari berbagai unsur masyarakat seperti anggota DPRD, ABRI, polisi, partai, dan juga kaum cendekiawan. Â Peletakan batu pertama dilakukan pada 17 Agustus 1959 dan akhirnya diresmikan pad 17 November 1961.
Disebutkan juga bahwa museum sempat mengalami kerusakan akibat gempa di Yogya pada 27 Mei 2006, dan kemudian dipugar dan kembali dibuka pada Juli 2008.
Hal yang menarik dengan bangunan museum ini adalah bentuk eksteriornya yang mirip candi karena di sepanjang dinding terdapat relief yang menceritakan kisah-kisah perjuangan rakyat Indonesia secara kronologi yang dimulai dengan peristiwa Kebangkitan Nasional pada Mei 1908 dengan berdirinya Budi Utomo, hingga terbentuknya Republik Indonesia Serikat.
Selain relief mengenai sejarah perjuangan, juga terdapat relief pahlawan nasional seperti Pangeran Diponegoro, Pattimura, dan juga Tuanku Imam Bonjol.Teuku Umar, R.A Kartini , Dr Wahidin, Ki Hadjar Dewantara dan Jenderal Sudirman.
Di belakang museum terdapat sebuah rumah besar dengan halaman yang sangat luas. Mirip rumah bangsawan Yogya yang ternyata adalah Ndalem Brontokusuman atau kadang disebut juga  Ndalem Pugeran.  Bahkan menurut sejarah, tanah Museum Perjuangan ini pun sebenarnya masih termasuk kawasan Ndalem Brontokusuman ini.  Tidak ada informasi lebih jelas mengenai tempat ini kecuali sebuah papan bertuliskan bahwa lahan ini adalah tanah milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan luas 6945 meter persegi.
Saya terus berjalan mengelilingi museum dan tiba di sisibarat. Di sini ada bangunan Kantor Museum Perjuangan dan juga berbagai fasilitas pendukung lainnya. Tentu saja sedang tutup pagi itu.
Sekitar 5 sampai 10 menit berjalan, saya sampai kembali ke pintu utama yang tangganya dijaga oleh sepasang makara yang Anggun.Â
Demikianlah sekilas perjalanan napak tilas dengan melakukan pradaksina sekali putaran saja di museum Perjuangan yang kebetulan sedang tutup. Â Walaupun begitu kami semua tetap bergembira karena masih sempat menikmati keindahan eksterior dan bentuk arsitektur bangunan yang mirip candi ini.
Perjalanan kemudian dilanjut menuju Museum Sasmitaloka yang dulunya merupakan rumah kediaman Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H