Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menguak Kisah Lama Kota Gede

4 April 2023   18:08 Diperbarui: 6 April 2023   15:02 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Informasi batu Gilang: dokpri 

Sebenarnya sudah sering saya berkunjung ke Kota Gede dan mampir ke berbagai tempat baik Makam Raja-Raja Mataram maupun sekedar melihat-lihat Pasar Legi atau bersantai di Taman Karang.

Namun kali ini Rombongan Clickompasiana kembali mengajak saya ke Kota Gedhe untuk mampir ke Makam Raja-Raja Mataram dan masjidnya yang ikonik.

Sehabis dari masjid, saya mengajak Mbak Muthiah untuk jalan kaki menjelajah kawasan di sekitar masjid.

Tujuan pertama adalah Situs Watu Gilang, yang merupakan salah satu situs bersejarah dari era Kraton Mataram yang pernah saya ketahui dan membaca kisahnya ketika mampir ke Intro Living Museum di Kota Gede beberapa waktu lalu.

Kami menyusuri jalan-jalan dari tempat parkir kendaraan ke arah selatan yang bernama Jalan Masjid Besar, ironisnya seperti kebanyakan jalan di kawasan Kota Gede, jalan ini pun tergolong kecil dan sempit karena yang besar adalah masjidnya.

Kamu melewati beberapa kampung seperti kampung Purbayan dan kemudian belok ke kiri dan lalu ke kanan masih melewati nama dengan jalan yang sama.

Di sebelah kanan, terdapat Hasta Renggo, seperti tertulis pada papan nama di atas pintu masuknya yang khas Mataram.

Hasta Renggo : dokpri
Hasta Renggo : dokpri

Menilik namanya saya tahu ini adalah komplejs pemakaman dan setelah sekedar mengintip di dalam ada beberapa lelaki yang memakai pakaian khas Jawa. Mirip seperti di makam raja-raja. Mungkin lain kali saya akan sempatkan mampir dan mengetahui lebih dalam menebak Hasta renggo ini.

Kami kemudian terus berjalan dan hanya beberapa pulih meter dari Hasta Renggo di tengah jalan ada sebuah bangunan yang mirip sebuah pos atau gardu, tepat berada di persimpangan Jalan Masjid Besar dengan gang Ayam dan Gang Tenterem. Wah nama yang asyik bukan.

"Batu Gilang dan Batu Gatheng Peningggalan Kraton Mataram thn 1509," demikian tertulis pada dinding bangunan itu. Di bawahnya ada slogan wisata Yogya yaitu Yogya Berhati Nyaman.

Informasi batu Gilang: dokpri 
Informasi batu Gilang: dokpri 

Bukan itu saja pada dinding ini juga ada lagi informasi bahkan dengan gambar mengenai situs-situ itu.

Bahkan di sebelahnya ada kilasan informasi mengenai situs yang ada yaitu: Batu Gilang, merupakan singgasana Panembahan Senopati untuk istirahat, Batu Gatheng, batu yang dipakai Raden Renggo (putra panembahan Senopati ) untuk bermain Gatheng, dan batu genthong, gentong temoat air wudu yang biasanya dipakai Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Giri sebagai penasehat Panembahan Senopati.

Walau berada di tengah jalan, bangunan ini tetap seakan memancarkan aura magis terutama karena dua pohon beringin besar dna tua uang mengawalnya, Konon beringin ini masih sezaman dengan beringin sepuh yang ada di dekat tempat parkir makam raja-raja.

Tepat di depan bangunan, di dekat pohon beringin ada sebuah kendaraan sedang parkir. 

Di dekatnya ada sebuah pintu untuk masuk kw dalam bangunan.

Seorang perempuan berusia sekitar 50 tahunan berjaya bahwa di dalam ruangan sedang ada pengunjung yang berziarah dan untuk masuk semua pengunjung harus minta izin dengan kuncen.

Saya ingat pernah membaca sedikit kisah tentang batu gilang yang berbentuk persegi panjang dan pada salah satu sisinya ada lekukan seukuran dahi orang dewasa. Menurut cerita ini bekas benturan kepala Ki Ageng Mangir Yang sedang melakukan sembah sungkem kepada mertuanya panembahan Senopati.

Sementara batu Gatheng sendiri merupakan batu mainan yang digunakan Raden Renggo dan ada tiga ukuran, yaitu 25, 20 dan 5 kg.

Sedangkan batu genthong yang berwarna hitam dan memiliki lekungan itu digunakan untuk berwudhu oleh Ki Juru Mertani.
Karena tidak ne hasil masuk ke bangunan yang berita situs peninggalan Mataram dari tahun 1509,, kami kembali menuju ke parkiran di dekat beringin sepuh.

Pintu gerbang: dijori
Pintu gerbang: dijori

Dalam perjalanan menyusuri Jalan Masjid besar, di sebelah kanan jalan, ada sebuah gapura dengan tulisan angka tahun 1923.

Kami sempatkan masuk dan mengintip perkampungan di balik gapura ini. Ternyata ini adalah perkampungan atau kumpulan rumah yang disebut dengan Between Two Gates .

Between two Gates: dokpri 
Between two Gates: dokpri 

Pada sebuah papan informasi ada kisah singkat tentang Between Two Gates yang ada di Kampung Alun-Alun jni.

Rukunan dalem: dokpri
Rukunan dalem: dokpri

Dijelaskan jika between two hates ini adalah sebuah lingkungan pemukiman yang terdiri dari sembilan rumah joglo. Uniknya, ruang antara pendopo dan dalem kesembilan runah tersebut sambung menyambung menjadi gang. 

Walaupun sebenarnya ruang pribadi pemilik rumah, gang ini boleh dilewati oleh umum yang akhirnya disebut dalem rukunan. Karena di kedua ujung gang ini terdapat pintu gerbang, maka tempat ini kemudian terkenal dengan nama Between Two gates .

Demikianlah kami sempat berfoto dan mengambil beberapa gambar di Kawasan ini.

Warisan budaya: dokpri 
Warisan budaya: dokpri 

Selain foto dengan tulisan Bangunan Warisan Budaya yang ada di salah satu rumah, kawasan ini juga bertambah cantik dengan mural yang khas dan unik.

Mural: dokpri
Mural: dokpri

Siapa sangka, sekedar jalan- jalan di kawasan sekitar makam raja-raja Mataram ini bisa menemukan berbagai fakta menarik tentang Kotagede.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun