Misalnya saja kalau kita naik dari Bekasi atau Cikarang, maka sebagian besar gerbong akan menuju baik ke Kampung Bandang maupun Angke. Namun sebenarnya ada dua rute yag dilewati, yaitu lewat Manggarai atau Pasar Senen. Bagi yang biasa naik KRL tentu tahu bedanya.
Sementara di stasiun, walau suatu peron biasanya didedikasikan untuk tujuan tertentu, ternyata bisa saja dilewati kereta dengan tujuan yang lain.Â
Peron 7 di Stasiun Bekasi biasanya dialokasikan untuk kereta tujuan Kampung Bandan via Pasar Senen, sementara peron 4 bisa untuk Kampung Bandan via Manggarai atau kadang via Pasar Senen. Sementara peron 5 untuk yang dari Cikarang menuju Kampung Bandan via Manggarai.Â
Nah sementara di gerbong kereta bagian luar biasanya ada tertulis display stasiun akhir yaitu Kampung Bandan atau Angke, tetapi jarang yang dlengkapi dengan via Manggarai atau Senen. Nah seandainya semua display diberi keterangan, tentu akan memperkecil kemungkinan penumpang salah naik kereta.
Tentu saja di dalam gerbong juga biasanya ada pengumuman dari masinis mengenai tujuan akhir dan rute yang akan dilewati. Tetapi terkadang ada juga masinis yang lupa sehingga saya beberapa kali pernah naik kertea dengan maksuk ke stasiun Manggarai tetapi baru tahu salah ketika kereta sudah belok menuju Pondok Jati di Stasiun Jatinegara.
Selain itu, yang perlu ditingkatkan dari KRL adalah informasi elektronik yang ada di dalam kereta. Kalau bisa meniru yang ada di MRT sehingga penumpang tahu stasiun berikutnya dan kalau perlu dilengkapi dengan petunjuk pintu mana yang akan dibuka di stasiun berikut.
Fasilitas ini ada di kebanyakan metro, MRT atau pun subway baik di Hong Kong, Seoul, ataupun di Tokyo dan kota-kota besar dilainnya di Jepang.
Dengan hanya melihat display elektronik di atas pintu, kita bisa melihat posisi kereta lengkap dengan stasiun yang akan dilewati hingga setasiun akhir. Sehingga tanpa bertanya dan mendengarkan pengumuman, penumpang sudah tahu kalau akan turun dan bahkan apakah pintu sebelah kanan atau kiri yang akan dibuka.
Adanya pengumuman tentu menjadi lebih lengkap terutama untuk penumpang yang mungkin tidak bisa melihat atau membaca.Â
Kalau kita memang terpaksa masih harus mengimpor kereta bekas dari Jepang, ada baiknya sistem yang bagus di negeri asalnya kita terapkan juga di Jakarta atau kota lain yang ada fasilitas KRL. Misalnya saja kalau kita naik Yamanote Line di Tokyo, yang merupakan salah satu jalur paling penting untuk angkutan umum di Tokyo karena jalurnya yang melingkar.