Kalau diperhatikan, iringan musik dan kelompok orang yang menari ini lebih mirip dengan sauna di sebuah diskotek atau klub malam, namun terletak di alam terbuka di kaki lima. Â Pengunjung bebas keluar masuk datang dan pergi. Â Kalau haus atau lapar pun, banyak pedagang asongan yang menjual minuman ringan baik teh manis, atau es jeruk dalam gelas plastik dengan harga 5 Ribu saja. Â Juga ada makanan ringan yang bisa dibeli dari pedagang asongan atau gerai di dekat sini. Ada lumpia, martabak, dan bahkan bakpia. Â Semua membentuk simbiose mutualistis yang saling menguntungkan.
Waktu sudah menunjukkan lebih pukul 10 malam, suasana makin panas dan meriah. Â Saya mulai kembali berjalan menyusuri Jalan Malioboro yang tetap ramai. Toko-toko masih buka terutama yang menjual berbagai jenis makanan dan oleh-oleh. Â Gerai hantu Malioboro masih menawarkan wahana uji nyali. Dan orang-orang masih lalu Lalang kian kemari. Sementara musik riang dari disko terbuka terus menggema.
Kini tiba waktunya bagi saya untuk kembali. Berjalan menyusuri Jalan Suryatmajan, melewati kantor Gubernur DIY dan kembali ke kendaraan yang parkir di tepi jalan. Â Â Ketika pulang kami sempatkan lewat ke Gudeg Permata yang ternyata masih sangat ramai lalu melewati kembali kawasan Titik Nol Kilometer kota Yogya yang tetap ramai.
Malioboro memang selalu menarik dan tetap menarik untuk dikunjungi. Di sini kitab isa menikmati yang hiburan paling murah yaitu disko pinggir jalan serta juga parkir kendaraan yang paling mahal dalam satu kunjungan di malam minggu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H