Yogya identik dengan Malioboro. Nama jalan inilah yang pertama kali saya kunjungi ketika pertama kali berkunjung ke Yogya beberapa dekade lalu. Dan walau sudah tidak terhitung berapa kali mampir dan melihat perubahan wajah Malioboro, jalan dan nama ini memiliki daya magis yang membuat pengunjung tidak pernah bosan. Â
Dengan segala hal yang kita suka dan benci, Malioboro tetap akan dikunjungi. Sepertinya malam itu, saya kembali ke Malioboro.  Kali ini dengan naik taksi daring dan karena mobil tidak boleh masuk ke Malioboro, cukup berhenti di salah satu titik di Jalan Mataram, yaitu di dekat  sebuah resto Bakso .
Dari sini cuku berjalan kaki melewati Hotel Novotel Suites Malioboro dan akhirnya Apotek Kimia Farma dengan lampunya yang menyala terang siap menyambut. Â Sebagaimana setiap malam, jalan ini bebas kendaraan roda empat kecuali bus Trans Jogja. Â Â Sangat asyik berjalan di kaki lima nya yang nyaman dan dipenuhi dengan banyak kursi untuk bersantai.
Â
Di salah satu bagian Malioboro, ada gerai kopi yang cukup terkenal, dan di atasnya juga ada jaringan hotel kapsul yang kini ada di banyak kota besar di Indonesia. Juga ada toko yang menjual Bakpia  Kukus yang sekarang mulai favorit sebagai bakpia alternatif.
Tiak jauh dari sini juga ada sebuah tempat yang dijadikan lokasi uji nyali dengan nama Hantu Malioboro. Â Ya nama Malioboro memang bisa dikaitkan dengan apa saja. Dari nama jalan, hotel hingga hiburan seram bertema hantu.Â
Bahkan di sini juga ada sebuah bangunan yang dinamakan Gedung Merah. Uniknya warna gedung ini sebenarnya dicat warna putih dan hanya ada lis atau garis-garis yang berwarna merah.Â
Mengapa saya dan kebanyakan pengunjung sangat suka dengan Malioboro adalah karena nama jalan ini. Nama jalan ini sangat khas karena dengan menyebut nama Malioboro, kita sudah tahu bahwa itu ada di Yogya. Bandingkan dengan nama Jalan Sudirman atau Thamrin atau A. Yani yang ada di hampir semua kota di Indonesia.
Masih di sudut Malioboro, ada juga gerai penyewaan sepeda skuter dan motor listrik yang sekarang lagi trendi. Â Sebenarnya pemakaian skuter atau sepeda listrik dilarang di kaki lima sepanjang Malioboro yang nyaman dan ramai. Tapi setiap malam ketika jalan Malioboro ditutup untuk kendaraan roda empat, maka banyak skuter dan sepeda listrik yang lalu Lalang di jalan ini.
Selain itu, yang membuat Malioboro berbeda adalah tempat ini sangat nyaman untuk berjalan kaki dan bersantai. Â Dan tentu saja untuk berbelanja. Dari zaman dahulu ketika kaki limanya masih tepat berada di depan toko hingga saat ini ketika ada Teras Malioboro 1 dan 2. Â Selain itu di sini pula terdapat banyak tempat yang langsung mengingatkan kita tentang Yogya. Ada Stasiun Tugu dan juga ada Benteng Vredeburg, Gedung Agung, hingga Titik Nol Kilometer. Juga ada kampung Cina dan tentu saja bangunan tua yang tetap menarik.
Salah satu tujuan kami ke Malioboro malam itu adalah untuk sekedar bersantai dan menikmati kuliner khas Yogya, yaitu wedang ronde yang ada di kaki lima di Jalan Suryatmajan  Selain ronde di sini juga ada ketoprak dan juga salah satu penjual lunpia favorit saya.Â
Sambil menikmati ronde yang terdiri dari potongan roti kecil-kecil berbentuk segi empat, kolang-kaling, dan kacang serta ronde si kacang serta kuah hangat beraroma jahe, saya sempat bertanya kepada mbak penjual ronde kapan gerai lunpia di seberang tutup.Â
"Biasanya tutup jam 10 malam, tetapi hari ini tutup karena memang lunpia di sini tutup setiap Senin," jawab Mbak penjual ronde dengan santai sambil menambahkan kalau lunpia baru buka besok pagi jam 10.Â
Wah akhirnya saya ingat bahwa banyak kuliner khas di berbagai daerah yang memang tutup di hari-hari tertentu. Saya ingat misalnya Cakwe Koh Atek di Pasar Baru yang tutup setiap Senin dan juga Batagor Kingsley di Bandung yang tutup setiap Kamis.Â
Karena masih ingin tetap mencicipi lunpia pada malam itu, akhirnya kami mampir ke warung lunpia yang ada tidak jauh dari Hotel Mutiara. Kali ini Namanya Lunpia Samijaya. Â Lunpia ini juga cukup terkenal di sepanjang Malioboro dan nama Samijaya sendiri mengingatkan saya akan sebuah toko serba ada jadoel yang dulu pernah ada di Malioboro. Sayang toko ini sudah almarhum sejak lama.Â
Lunpia Sami Jaya ada di sebuah lorong atau Gang di kawasan Sosrokusuman. Â Tampaknya gang ini sendiri cukup ramai karena adanya banyak losmen atau hotel kecil dan juga homestay di kawasan sekitar. Â Â
Ada dua macam lunpia, yaitu lunia ayam dengan telur puyuh yang dijual 7000 per biji dan lunpia ayam dengan harga 6.000 saja.  Selain digoreng ada juga pilihan lunmpia  tidak digoreng.Â
"Bedanya dalam hal ketahanan, Lunpia goreng bisa tahan 12 jam sementara yang tidak digoreng hanya tahan dua jam,:" Â jelas ibu penjual Lunpia.
Setelah sekedar menikmati lunpia, kami melanjutkan perjalanan ke kawasan Dagen.  Di jalan ini banyak terdapat berbagai jenis kuliner khas Yogya dan juga hotel dan penginapan.  Malam itu kami ingin sekedar melihat salah satu home stay  yang lokasinya berada di dekat SMP Stella Duce.Â
Dalam perjalanan malam i u di kawasan Malioboro dan sekitarnya, saya sempat memperhatikan banyaknya nama hotel dan penginapan yang dilengkapi dengan Malioboro, walaupun lokasinya tidak di Malioboro.  Ada yang masih sekitar 500 meter dari jalan Malioboro, ada yang 1 kilometer dari Malioboro. Dan uniknya saya juga sempat menemukan sebuah tempat atau homestay yang menggunakan nama Malioboro walau lokasinya jauh di selatan  Â
Nama Malioboro memang memiliki daya magis. Baik bagi penduduk Yogya, wisatawan dan pengunjung, maupun para pengusaha hotel dan penginapan. Bahkan nama Malioboro ini pula yang banyak memberikan rezeki bagi kita semua.
Singkatnya berkat Malioboro pula , Yogya mampu menjadi kota yang paling nyaman untuk dikunjungi. Yogya juga menjadi kota yang selalu bikin kangen.
Dan selalu bikin kangen ketika jalan-jalan di Malioboro adalah tawaran abang becak untuk ke tempat bakpia dengan ongkos hanay 10 ribu pp.Â
Malioboro, Yogya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H