Saya berjalan cepat sambil sekali-kali melihat dan berhenti di depan sebuah lukisan. Â Ruang galeri yang cukup luas ini pun dapat saya jelajahi sepenuhnya sampai ujung dan kembali ke pintu masuk dalam waktu sekitar 15 menit saja. Â Â Saya kembali ke kawasan guest house, dan kemudian menepi ke tebing dan di sini saya melihat tempuran atau kawasan tempat kali Elo dan Progo bertemu. Â
Sesekali pandangan saya lemparkan ke ufuk langit dan di sana tampak gunung Sumbing berdiri dengan gagah dengan puncaknya yang sebagian tertutup awan putih di kala senja. Â Â Sekawanan burung blekok berwarna putih tampak terbang kian kemari dan hinggap di pepohonan dan semak-semak di seberang sungai.
Puas menikmati pemandangan di tepian tebing, saya kembali berjalan menuju ke Cofee & Resto dan kemudian duduk bertiga dengan Bang Erwin dan Bang Sony. Â Sesekali ucapan dalam bahasa daerah logat Sumatera Selatan memeriahkan percakapan yang santi di temani teh manis hangat yang dihidangkan dengan teko kaleng warna hijau putih dengan motif jadoel.
Bang Sony, yang memiliki nama lengkap Sony Santosa ini berasal dari Sumatera Selatan, namun masa mudanya dihabiskan di Jakarta dan kemudian merantau ke Bali. Â Bakat seninya yang luar biasa mempertemukannya dengan seorang perempuan Perancis dan mereka kemudian menikah serta mendirikan galeri seni di Bali. Â Bang Sony juga sempat tinggal di Eropa bersama istrinya hingga sang istri kemudian meninggal. Â Dia lalu kembali ke tanah air dan akhirnya menetap di Borobudur ini sejak 2005. Â Â
Kini Bang Sony sudah menikah lagi dengan perempuan setempat dan memiliki tiga orang anak yang berangkat remaja.  Di Borobudur ini  dia menemukan ketenangan hidup dan bertekat terus berkarya.  Elo Progo, nama dua sungai yang bertemu di tempat ini dijadikan nama rumah seni sekaligus guest house dan juga coffee & resto yang memberikan nuansa baru bagi tempat wisata yang menarik ini
Di tempat ini pula para seniman sering berkumpul sambil mencari inspirasi dalam keheningan dan embusan angin serta udara yang segar. Tempat ini memang sangat cocok bagi yang punya minat akan seni dan keindahan alam. Â Â
Tidak terasa, Mentari pun mulai turun ke peraduan ditandai dengan alunan azan magrib  dan semburat rona kemerahan di kaki langit.  Slihuet Gunung Sumbing masih bertengger gagah di kaki langit.
Tibalah waktunya untuk mohon pamit sambil mengucapkan banyak terima kasih kepada tuan rumah serta melanjutkan kembara di desa kecil nan asri di kawasan Candi Borobudur ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H