Di sebelah kira jalan setapak, ada bangunan kayu bertingkat dua dengan model yang unik. Di sebelahnya ada lagi bangunan dengan tulisan Warung di depannya. Di sebelahnya ada bangunan yang bagian bawahnya memiliki ruangan terbuka dengan lukisan dinding bergambar seorang perempuan. Â Kami kemudian melewati gang yang sempit dengan dinding tembok di sebelah kiri dan di sebalah kanan adalah tebing kali Progo.Â
Lalu kami sampai di kawasan Guest House, berubah bangunan-bangunan kecil dengan model pondok kecil  yang unik, bahkan memiliki kamar mandi yang konsep terbuka.  Sebuah pelataran berbentuk segi empat ada di sini dan di atasnya ada sebuah kursi goyang yang terlihat tua, antik, sekaligus ringkih.  Juga ada beberapa gazebo yang tempat bersantai di ruang terbuka.
Kami terus berjalan menyusuri jalan setapak beralaskan batu alam menuju ke galeri yang sudah tampak berupa bangunan besar yang memiliki atas genting bersusun dua. Dindingnya terbuat dari bata merah yang tidak diplester. Â Sekilas rancang bangun galeri ini lebih mirip sebuah gudang besar karena minim jendela.
Masuk ke galeri, suasana temaram segera menyambut apalagi waktu menunjukkan sekitar pukul 5.30 sore dan sebentar lagi Mentari akan tenggelam.  Tanpa disadari  sebagian bulu kuduk sontak terasa berdiri.  Walau tidak ada apa-apa, kesunyian dan tata letak galeri ini mau tidak mau membuat rona misteri hadir dengan sendirinya.
Berjalan secara perlahan sambil menikmati lukisan di dalam galeri ini mirip berjalan di lorong Candi Borobudur karena di dinding galeri dipajang puluhan lukisan yang merupakan replika relief yang ada di candi. Â Uniknya sebagian dinding bata galeri seakan-akan sengaja di beri lubang yang tidak beraturan sebagai jendela. Â Tujuannya untuk memberikan sekilas cahaya penerangan di ruang dalam yang memang sedikit suram ini. Â Nuansa mistis terus menaungi perjalanan di dalam galeri.