Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke Markas Besar Ahmadiyah dan Berkenalan dengan Banyak Maulana

27 Februari 2023   13:41 Diperbarui: 27 Februari 2023   13:50 2312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu setelah sekitar 1 jam lebih berkendara dengan bus melewati jalan tol Jagorawi dan Bogor Ring Road dati tempat berkumpul di Cawang UKI, komunitas Festival Kebinekaan tiba di kawasan Kemang, Parung, Bogor.  Dalam perjalanan ini, Ira Latief, Festival Director menjelaskan bahwa kunjungan ke Bogor ini merupakan rangkaian kegiatan Festival Kebinekaan ke 6.   Pada kegiatan ini kami akan diajak untuk mampir ke berbagai tempat ibadah baik gereja, masjid, kelenteng dan lain sebagainya.

Tujuan anjangsana kami kali ini adalah Kampus Mubarok yang juga merupakan markas besar Ahmadiyah di Indonesia.  Sekilas kompleks yang lumayan luas ini tidak terlalu terlihat dari jalan raya, karena agak masuk sedikit ke dalam. Namun ketika sampai, kami sangat terkesan dengan fasilitas dan gedung serta bangunan yang ada di sini.

Kang Raza Ahmad Ludihiana yang menemani kami sejak dari Cawang UKI dan jauh-jauh datang dari Bandung membuka acara dengan resmi. Ternyata Raza adalah Humas Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia, yaitu organisasi pemuda Ahmadiyah.   Kemudian kami disambut oleh Maulana Firdaus yang akan menjadi tur guide selama kunjungan kami dan juga Maulana Buldan yang menjadi tuan rumah.

Bangunan besar yang ada di Kampus Mubarak ini berlantai dua dengan tulisan Perpustakaan Mubarak di depa pintu masuk. Sementara di sampingnya ada sebuah masjid di lantai dua dan tulisan dua kalimat syahadat dan Masjid Nasr di bagian fasad muka dalam huruf Hijaiah.

Ira Latief dan Mirza Ghulam Ahmad: Dokpri
Ira Latief dan Mirza Ghulam Ahmad: Dokpri

Kami kemudian masuk ke beranda gedung dan langsung disambut dengan gambar Mirza Ghulam Ahmad, sang pendiri Ahmadiyah lengkap dengan keterangan nama lengkap Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, Iman Mahdi dan Al Masih yang dijanjikan (1835-1908).  Juga ada kutipan kata bijak beliau yaitu: Tujuan dan hasratku adalah pengabdian bagi kemanusiaan.

Ali dan kata bijak: Dokpri
Ali dan kata bijak: Dokpri

Namun di beranda ini bukan hanya ada foto atau lukisan pendiri Ahmadiyah, melainkan berbagai tokoh nasional seperti Gus Dur, Buya Ahmad Syafi'i Marif, dan juga tokoh-tohok Ahmadiyah dari berbagai negara serta sosok yang mengagumkan dari berbagai agama.  Ada juga kaligrafi nama salah satu kalifah yaitu Ali bin Abu Thalib lengkap dengan kata Mutiara "Dia yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudaramu dalam kemanusiaan."

Kita juga bisa melihat gambar , foto dan lukisan para kalifah dalam Ahmadiyah, tokoh Ahmadiyah Prof Abdus Salam, yang merupakan muslim pertama yang menerima hadiah Nobel dalam bidang fisika.  Bahkan dipajang juga sosok WR Supratmen yang merupakan pencipat lagu kebangsaan Indonesia Raya. 

Budha & Konfucius: Dokpri
Budha & Konfucius: Dokpri

Yang membuat suasana makin adem adalah beberapa tokoh lintas agama seperti Sang Buddha, Dalai Lama, Paus, Guru Nanak, Konfucius dan bahkan Bunda Theresa yang ikut meramaikan beranda Peace Centre ini.  Membaca kutipan kata-kata bijak sosok terkenal itu memang membuat hati merasa damai sekaligus ikut merasakan bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk tetap saling menghormati.

Kami kemudian masuk ke ruang tengah yang merupakan perpustakaan Mubarok. Di sini terdapat ribuan buku dalam berbagai bahasa baik mengenai Ahmadiyah maupun pengetahuan umum.  Juga terdapat sebuah TV besar yang menayangkan MTA atau Muslim Television Ahmadiyah yang merupakan saluran TV dakwah yang disiarkan dalam 16 bahasa ke seluruh dunia.

Di sini Maulana Firdaus menjelaskan bahwa Ahmadiyah merupakan organisasi yang sudah resmi ada di Indonesia sejak 1953 walaupun masuk ke Indonesia sejak 1925.  Organisasi ini juga sangat independen dan dibiayai secara mandiri oleh anggotanya yang disebut sebagai Ahmadi.  Bahkan sebagai Ahmadi mereka biasanya menyumbangkan sebagian pendapatan mulai dari 1/16, 1/10, dan bahkan hingga 1/3 dari jumlah penghasilan untuk keperluan organisasi.

Dijelaskan juga jika kampus mubarok ini merupakn sekolah tempat para maulana atau mubaigh Ahmadiya belajar selama sekitar 7 tahun.  Dan setelah itu sebagain dari mereka juga dikirim ke luar negeri untuk melanjutkan pelajaran seperti Maulana Firidaus yang pernah dikirim ke India.   Selain itu di kmapus ini juga ada pendidikan calon hafiz atau penghafal al-quran yang semuanya menerima pendidikan secara gratis.

Al Quran terjemahan : Dokpri
Al Quran terjemahan : Dokpri

Di ruang lainnya, dipamerkan Terjemahan Al-Quran dalam berbagai bahasa. Terjemahan Al Quran ini dilakukan oleh Ahmadiyah dan bahkan untuk versi Indonesia pernah dijadikan versi resmi Departemen Agama sebelum  tahun 1979.  

Di ruang ini juga ada penjelasan mengenai sejarah masuknya Ahmadiyah ke Indonesia yang dimulai pada tahun 1925. 

Uniknya kedatangan Ahmadiyah itu karena diundang oleh tiga pelajar atau santri dari Sumatera Tawalib.  Sumatera Tawalib ini didirikan oleh Haji Rasul yang merupakan ayah dari Buya Hamka.  Ketiga pelajar itu sekolah ke Qadiyan di India dan kemudian mengundang Maulana Rahmat Ali HAOT yang kemudian datang ke Indonesia dan menjadi mubaligh Ahmadiyah pertama di Indonesia.

Donor mata: Dokpri
Donor mata: Dokpri

Di ruangan ini pula terapat 10 syarat-syarat Baiat dalam Jemaat Ahmadiyah yang berisi 10 anjuran, kewajiban dan juga larangan bagi para pemeluknya.  Di sini pula terungkap fakta bahwa Ahmadiyah sudah menyebar ke lebih 200 negara di seluruh dunia dan sangat kuat di Afrika dan juga Eropa.   Bahkan di Indonesia sendiri Ahmadiyah mendapatkan rekor MURI sebagai penyumbang donor mata paling banyak. 

Menurut Maulana Firdaus dalam Ahmadiyah ditekankan untuk bermanfaat bagi manusia lain sehingga banyak sekali anggota yang rela menjadi donor mata.

Namun yang paling seru adalah ketika mendiskusikan masalah yang paling sensitif,  yaitu perbedaan pandangan Ahmadiyah dengan Aswaja yaitu terletak pada keyakinan akan Imam Mahdi. Menurut Ahmadiyah, Imam Mahdi atau Al Masih yang dijanjikan itu sudah datang yaitu Nabi Mirza Ghulam Ahmad.   Namun ditegaskan bahwa nabi ini tidak sama kedudukannya dengan rasul karena tidak membawa syariat tersendiri. Selain itu berbagai isyu dan tuduhan juga coba dijawab dengan misalnya menjelaskan bahwa Ahmadiyah pun tetap memiliki tata cara salat yang sama, kitab suci yang sama dan menunaikan ibadah haji ke Mekah juga.

Love for All: Dokpri
Love for All: Dokpri

Kami kemudian melanjutkan kunjungan ke ruang seminar  dimana di dinding ada tulisan yang menjadi slogan Ahmadiyah yaitu Love for All Hatred for None.. Sebuah semboyan yang menyejukkan jiwa.

Kami juga beruntung karena sempat berjumpa dengan Amir Nasional Ahmadiyah yaitu Maulana Mirajuddin disertai sang wakil yaitu Maulana Rahmat Hidayat.  Kami sempat banyak memperbincangkan banyak hal termasuk tuduhan dan persekusi yang sering dialami oleh Jemaah Ahmadiyah di berbagai daerah di Indonesia.

Kunjungan ke Kampus Mubarak ini diakhiri dengan mampir ke perpustakaan Nusrat Jahan yang khusus untuk kaum perempuan.  Nama Nusrat Jahan ini diambil dari nama Istri salah seorang kalifah Ahmadiyah. 

Perpustakaan Nusrat Jahan: Dokpri
Perpustakaan Nusrat Jahan: Dokpri

Di perpustakaan ini pula ditunjukkan sebuah kitab berjudul Tazdkirah yang merupakan kumpulan catatan wahyu dan mimpi, yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad.  Kitab ini sendiri dikumpulkan dan ditulis pada sekitar tahun 1935 setelah hampir 30 tahun pendiri Ahmadiyah itu meninggal;.  Dan kitab ini pula yang sering dituduh sebagai kitab suci Ahmadiyah.

Demikanlah, akhirnya kunjungan ke Markas Ahmadiyah harus diakhiri. Para peserta Festival Kebinekaan tentunya mempunyai lebih banyak pengetahuan dan lebih mengenal Ahmadiyah dengan informasi yang didapat secara langsung.

Ada baiknya kita memang tidak langsung menghakimi walau tentu saja masalah iman dan keyakinan akan berpulang ke masing-masing pribadi.  Nah ketika ditanya mengapa banyak sekali tokoh yang bernama Maulana di sini. Ternyata maulana merupakan gelar untuk ustaz atau mubagligh dalam organisasi Ahmadiyah.

Dalam perjalanan lanjutan ke tempat ibadah berikutnya, yaitu Gereja Orthdoks Russia di Kebayoran baru, saya masih terkean dengan slogan yanng sangat mudah diucapkan namun sering sulit diamalkan, yaitu Love for All Hatred for None.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun