Yang membuat suasana makin adem adalah beberapa tokoh lintas agama seperti Sang Buddha, Dalai Lama, Paus, Guru Nanak, Konfucius dan bahkan Bunda Theresa yang ikut meramaikan beranda Peace Centre ini. Â Membaca kutipan kata-kata bijak sosok terkenal itu memang membuat hati merasa damai sekaligus ikut merasakan bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk tetap saling menghormati.
Kami kemudian masuk ke ruang tengah yang merupakan perpustakaan Mubarok. Di sini terdapat ribuan buku dalam berbagai bahasa baik mengenai Ahmadiyah maupun pengetahuan umum. Â Juga terdapat sebuah TV besar yang menayangkan MTA atau Muslim Television Ahmadiyah yang merupakan saluran TV dakwah yang disiarkan dalam 16 bahasa ke seluruh dunia.
Di sini Maulana Firdaus menjelaskan bahwa Ahmadiyah merupakan organisasi yang sudah resmi ada di Indonesia sejak 1953 walaupun masuk ke Indonesia sejak 1925. Â Organisasi ini juga sangat independen dan dibiayai secara mandiri oleh anggotanya yang disebut sebagai Ahmadi. Â Bahkan sebagai Ahmadi mereka biasanya menyumbangkan sebagian pendapatan mulai dari 1/16, 1/10, dan bahkan hingga 1/3 dari jumlah penghasilan untuk keperluan organisasi.
Dijelaskan juga jika kampus mubarok ini merupakn sekolah tempat para maulana atau mubaigh Ahmadiya belajar selama sekitar 7 tahun. Â Dan setelah itu sebagain dari mereka juga dikirim ke luar negeri untuk melanjutkan pelajaran seperti Maulana Firidaus yang pernah dikirim ke India. Â Selain itu di kmapus ini juga ada pendidikan calon hafiz atau penghafal al-quran yang semuanya menerima pendidikan secara gratis.
Di ruang lainnya, dipamerkan Terjemahan Al-Quran dalam berbagai bahasa. Terjemahan Al Quran ini dilakukan oleh Ahmadiyah dan bahkan untuk versi Indonesia pernah dijadikan versi resmi Departemen Agama sebelum  tahun 1979. Â
Di ruang ini juga ada penjelasan mengenai sejarah masuknya Ahmadiyah ke Indonesia yang dimulai pada tahun 1925.Â
Uniknya kedatangan Ahmadiyah itu karena diundang oleh tiga pelajar atau santri dari Sumatera Tawalib. Â Sumatera Tawalib ini didirikan oleh Haji Rasul yang merupakan ayah dari Buya Hamka. Â Ketiga pelajar itu sekolah ke Qadiyan di India dan kemudian mengundang Maulana Rahmat Ali HAOT yang kemudian datang ke Indonesia dan menjadi mubaligh Ahmadiyah pertama di Indonesia.
Di ruangan ini pula terapat 10 syarat-syarat Baiat dalam Jemaat Ahmadiyah yang berisi 10 anjuran, kewajiban dan juga larangan bagi para pemeluknya. Â Di sini pula terungkap fakta bahwa Ahmadiyah sudah menyebar ke lebih 200 negara di seluruh dunia dan sangat kuat di Afrika dan juga Eropa. Â Bahkan di Indonesia sendiri Ahmadiyah mendapatkan rekor MURI sebagai penyumbang donor mata paling banyak.Â
Menurut Maulana Firdaus dalam Ahmadiyah ditekankan untuk bermanfaat bagi manusia lain sehingga banyak sekali anggota yang rela menjadi donor mata.