Setiap bulan Maret, perhatian pecinta bulu tangkis di Indonesia langsung menuju ke Inggris, yaitu sebuah turnamen yang dinamakan All England dan merupakan kejuaraan bulu tangkis paling tua di dunia yang sudah diselenggarakan sejak 1899. Â
Penyelenggaraan turnamen terbuka pertama sebenarnya di adakan pada 1898 di Guildford yang kemudian baru pada 1899.
Ketika diadakan di London dianggap sebagai tahun perdana All England walau pada 1899 dan 1900 masih disebut dengan nama Badminton Associaton Tournament.  Nama All England sendiri baru secara resmi digunakan sejak 1901.
Bahkan pada era sebelum maraknya kejuaraan bulu tangkis bergengsi di berbagai negara, turnamen merupakan salah satu kejuaraan yang paling penting dan merupakan kejuaraan dunia tidak resmi yang diadakan setiap tahun sampai akhirnya diadakan kejuaraan dunia yang resmi mulai 1977 oleh IBF (International Badminton Federation).
Di Indonesia sendiri, demam bulu tangkis dan All England dimulai ketika Indonesia pertama kali merebut Piala Thomas pada 1958 yang dilanjut dengan berhasilnya Tan Joe Hok merebut gelar tunggal putra untuk pertama kali pada 1959.Â
Kejayaan Indonesia kian tidak terbantahkan dengan munculnya Rudi Hartono yang merebut gelar tunggal putra 7 kali berturut-turut pada 1968-1974 plus sekali lagi pada 1976. Â
Sejak itu, menyaksikan Final All England di TVRI setiap Maret menjadi suatu hal yang wajib dan suara Sambas yang khas bariton makin membuat pertandingan-pertandingan itu sangat hidup.Â
Nah All Engand kala itu identik dengan arena atau venue yang terkenal yaitu Wimbley Arena yang terletak di London. Â
Namun penyelenggaraan All England sendiri saat ini di adakan di Arena Birmingham, yang merupakan Indoor Stadium paling besar di Inggris. Â
Untuk itu ada baiknya kita sejenak mengenal beberapa arena venue yang pernah menjadi lokasi penyelenggaraan All England sejak 1899 hingga saat ini:
Sejak 1899 hingga 1901, turnamen ini diselenggarakan di Head Quarter of London Scottish Rifles yang berlokasi di Buckingham Gates 58 dan 59 di kawasan Westminster, di dekat Istana Buckingham di London.Â
Uniknya pada turnamen tahun 1899, All England hanya di adakan selama satu hari saja dan hanya mempertandingkan partai Ganda Putra dan diadakan pada 4 April 1899, bukan bulan Maret sebagaimana sekarang ini. Â Baru pada turnamen tahun 1900 partai tunggal putera dan puteri mulai dipertandingkan.
Turnamen semakin besar dengan mulai bergabungnya pemain Skotlandia dan Irlandia sehingga pada 1902 dipindah ke Crystal Palace di Sydenham Hills dan berlangusng selama 3 hari.Â
Namun karena lokasi ini dianggap terlalu jauh dari pusat kota Londong, tempat penyelenggaraan kembali pindah ke London Rifle's Brigade City Headquarter di Bunhill Row, Islington pada penyelenggaraan 1903-1909.Â
Namun lokasi di Bunhill Row ini pun kemudian dianggap terlalu kecil dan sempit, seiring dengan makin banyaknya peserta, akhirnya All England menemukan rumah baru dan secara lebih stabil menetap di satu venue yaitu di Lindley Hall, salah satu dari Royal Horticultural Halls di Vincent Square, Westminster, masih di pusat kota London.Â
Lokasi ini digunakan sejak 1910-1939 kecuali pada 1915-1920 ketika turnamen ditiadakan karena Perang Dunia I. Â Pada tahun 1930-an ini turnamen mulai ramai diikuti pemain asing seperti dari Denmark dan Kanada yang mulai berhasil menjadi juara.
Namun sejak 1940-1946, kejuaraan ini kembali ditiadakan karena Perang Dunia II dan mulai dipertandingkan kembali sejak 1947. Kali ini di tempat baru yaitu di Harringay Arena, di North London.
Turnamen di sini bertahan hingga 1949 dan kemudian pindah ke Empress Hall. Earls Court, sejak 1950. Â Tahun 1950 ini ditandai dengan mulainya pemain Malaysia mendominasi sektor ganda All England.Â
Malaysia yang ktika itu Bernama Malaya juga berhasil merebut Piala Thomas pada 1949 dan pemain tunggalnya Wong Peng Soon dan Eddy Choong berhasil menjuarai All England pada 1950 hingga 1957.Â
Tahun 1957 All England kemudian pindah ke rumahnya yang hingga kini banyak memberikan kenangan manis yaitu Stadion Wembley yang terkenal. Â
Sedangkan di Wembley Arena ini, All Englang bertahan selama 37 tahun, dan merupakan rumah All England yang paling lama hingga saat ini.
Di Wembley ini pula Indonesia pertama kali merebut gelar pada 1959 ketika Tan Joe Hok menjadi juara tunggal putra.  Di Wembley pula banyak bintang Indonesia bertebaran seperti Rudi Hartono yang merebut gelar 8 kali sejak termasuk  7 kali berturut-turut pada 1968-74 dan kemudian merebutnya kembali pada 1976. Â
Di sini pula lahir bintang-bintang ganda putra Indonesia yang legendaris seperti Christian Hadinata  /Ade Chandra serta TjunTjun /Johan Wahyudi. Â
Sementara untuk ganda putri juga tidak boleh dilupakan Minarni dan Retno Koestijah yang pertama kali merebut gelar pada 1968. Â
Bahkan Indonesia pernah merajai All England pada 1979 ketika berhasil merebut 4 gelar yaitu tunggal putra melalui Liem Swie King, ganda putra Tjun Tjun Johan Wahyudi, Ganda Puteri Verawaty Fajrin/Imelda Wiguna dan Ganda Campuran Christian Hadinata/Imeda Wiguna. Juga tidak boleh dilupakan pasangan ganda putra Rudy Heriyanto/Kartono yang merebut gelar pada 1981 dan 1984.
Kebangkitan tunggal putri Indonesia dimulai pada era Susi Susanti yang berhasil merajai All England 4 kali pada 1990-1990 dan 1992-1993.  Era 1990-an ini pula muncul pemain  putra yang berhasil menjadi juara All England seperti Ardi Wiranata dan Harianto Arbi.Â
Di Wembley pula dunia mulai dikejutkan dengan kemunculan pemain-pemain Tiongkok yang kemudian ikut meramaikan kancah bulu tangkis di All England.Â
Nama-nama Yang Yang, Luan Jin, Han Ai Ping, Li Li ngWei hingga Tang Jiu Hong menjadi legenda sekaligus momok bagi pemain-pemain Indonesia.
Namun setelah 37 tahun di Wembley, All England harus pamit dari London dan kemudian pindah ke Birmingham Arena sejak 1994 hingga sekarang ini. Â Prestasi pemain Indonesia pun mulai kembali pasang surut.Â
Namun prestasi pemain tunggal Indonesia meredup dengan kepindahan ke Birmingham. Â Dan yang terakhir kali juara adalah Susi Susanti dan Harianto Arbi pada 1994 pada penyelenggaraan perdana di Birmingham Arena. Bahkan banyak pemain tunggal Indonesia lainnya sekelas Taufik Hidayat pun belum pernah merebut gelar di All England.
Untungnya Indonesia masih punya ganda putera dan ganda campuran yang menjadi dewa penyelamat. Â Selain Rudy Gunawan/Bambang Suriyanto.
Lalu, muncul pula ganda legendaris Ricky Subaja/ Rexy Mainaki serta kemudian Candra Wijaya/Tony Gunawan, Tony Gunawan/Halim Hariyanto, Candra Wijaya/Sigit Budiarto, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya, hingga Muhammad Fikri/ Bagas Maulana.Â
Di ganda campuran pun masih ada nama Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir, Praveen Jordan/Debby Susanto, serta Praveen Jordan/Melati Oktavianti.
Kini All England 2023 akan kembali digelar di Birmingham Arena. Â Indonesia memiliki juara bertahan di ganda puter yaitu Fikri dan Bagas. Pertanyaannya mampukah pemain-pemain andalan Indonesia seperti Ginting, Jojo dan kawan-kawan kembali merebut gelar?
Yuk kita tunggu pertandingannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H