Gedung Djoeang 45 Solo merupakan salah satu gedung bersejarah yang kini menjadi salah satu ikon wisata di kota Mas Gibran ini. Â Selain belajar sekilas mengenai sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada masa mempertahankan kemerdekaan, kita juga dapat berfoto dan merekam banyak gambar yang sangat cantik dan instagrammable. Maklum gedung itu sudah dipoles dan dias dengan cantik dan menarik. Yuk kita simak ceritanya.
Siang itu, kendaraan kami sudah melaju di pusat kota Solo dan akhirnya tiba di Jalan Mayor Sunaryo, Kedung Lumbu. Â Suasana Tahun Baru Imlek masih terasa dengan banyaknya hiasan berupa lampion dan juga 12 hewan shio. Â Akhirnya kami tiba di halaman Gedong Djoeang 45 dan beruntung masih bisa parkir. Maklum tempat parkir di halaman gedung ini cukup terbatas.
Sebuah bangunan tua berwarna putih khas zaman Belanda dengan tulisan Gedung Djoeang 45 Solo di bagian fasad depan bagian atas ada di hadapan kami. Walau bangunan tua, gedung ini memiliki aura kekinian, karena dihias dan memiliki banyak dekorasi yang cocok untuk generasi milenial.Â
Dari sisi kanan gedung kita dapat mengintip halaman dalam gedung yang luas. Â Selain hiasan balon-balon juga ada boneka manusia yang bergantungan sebagai pemanis. Â Ad juga sebuah pintu dengan tulisan Petit Boutique Hotel Solo. Â Kursi-kursi dan lantai dengan selingan rumput sintetis.Â
Di halaman depan gedung ada sebuah monumen atau prasasti tentang Laskar Putri Indonesia Surakarta yang membuktikan bahwa kaum perempuan juga turut berjuang.  Nah yang menarik di antara sekian banyak nama yang ada pada prasasti itu ternyata ada nama Nn. Siti Hartinah yang kemudian kita kenal sebagai Ibu Tien Suharto. Prasasti ini sendiri ditandatangani oleh Menteri Sosial Prof Haryati Soebadio pada 1 Maret  1989.
Di sudut depan gedung ini juga ada tulisan warna warni Gedung Djoeang 45 yang sangat pas untuk menjadi latar belakang pengunjung mengambil gambar. Nah di depan beranda pintu masuk utama ada sebuah kereta kencana bagaikan dalam kisah negeri dongeng.
"Kantine Straat Restaurant," Â demikian tertulis di samping pintu masuk. Â Dan setelah kami masuk yang tampak ada lah sebuah gerai penjual es krim. Â Ternyata untuk masuk ke Gedung Djoeang, kita tidak usah membeli tiket, melainkan setiap orang diharuskan membeli es krim dengan berbagai macam rasa dan warna. Â Ada berbagai pilihan harga dan yang paling ekonomis adalah es krim cone seharga 18. Ribu Rupiah saja. Â Anggap saja tiket masuknya 18 Ribu dan mendapatkan hadiah es krim. Â Â
Setelah memesan dan membayar es krim kami masuk ke ruangan di sebelah kanan. Di sini kita boleh memilih rasa es krim yang kita suka dan setelah itu baru masuk ke ruangan lain di dalamnya. Â Di dinding ruangan inilah kita bisa belajar kembali sejarah perjuangan di kota Solo pada saat masa mempertahankan kemerdekaan yang disebut dengan Serangan Umum Surakarta yang terjadi pada 7-10 Agustus 1949. Â
Dan di sini pula dengan mudah kita dapat memperhatikan minat pengunjung.  Yang berminat berfoto-foto akan segera mulai berfoto dengan banyaknya aksesoris yang menarik di ruangan ini. Yang  punya minat belajar atau mengetahui sejarah tentunya lebih berminat membaca ringkasan sejarah tentang kisah serangan umum Surakarta ini.
Sambil menikmati es krim, saya membaca dan mempelajari Sejarah perjuangan serangan Umum Surakarta yang membuktikan bahwa para pemuda dan pejuang di Surakarta pun memberikan banyak sumbangsih untuk mempertahankan kemerdekaan sehingga akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan itu pada 27 Desember 1949.Â
Selain itu, saya juga mempunyai gambaran lebih jelas mengenai sosok Selamet Riyadi yang Namanya diabadikan menjadi jalan utama yang paling terkenal di kota Solo ini. Â Nama Selamet Riyadi sebagai nama jalan memang sudah sangat terkenal walau mungkin saja kita kurang mengenal sejarahnya. Dengan mampir ke Gedung Djoang 45 ini, setidaknya kita akan lebih mengenal sosok beliau dan tokoh-tokoh lain yang tidak kalah penting dan berjasa.
Setelah selesai sekedar belajar sejarah yang mungkin belum pernah diajarkan di sekolah di luar Solo, saya melanjutkan jelajah ke ruangan terbuka atau halaman tengah gedung Joeang 45 yang tadi sempat diintip sekilas dari luar. Â Di sinilah letak keindahan sesungguhnya yang dimiliki gedung bersejarah ini.
Oh yah ternyata Gedung Djoeang ini dibangun sejak zaman Belanda pada akhir abad ke XIX dan pernah digunakan sebagai asrama dan kantin untuk orang Belanda. Tidak mengherankan jika jalan di depan gedung ini pun Bernama Kantine Straat seperta nama restoran yang ada di berangda gedung. Â
Di halaman tengah yang terbuka ini, ada banyak kursi untuk bersantai dengan dekorasi taman yang cantik. Â Di ujung taman ada fasilitas toilet untuk perempuan di di ujung lain untuk lelaki. Â Ada juga tangga untuk naik ke lantai atas gedung yang sayangnya di tutup dengan alasan keselamatan. Lantai dua bangunan juga masih ditutup dan tidak dibuka untuk umum.
Di sekitar taman terbuka juga ada banyak meja kursi untuk menikmati makanan atau minuman yang kita pesan di restoran atau gerai makanan di sini. Â Bagian atas taman dihiasi oleh lampion berbentuk bola warna merah putih kuning dan ungu. Sebagian meja kursi ini juga diletakkan dalam gazebo taman yang cantik beratapkan pepohonan.
Saya berjalan santai di halaman tengah ini dari ujung ke ujung, memperhatikan keadaan sekitar. Ada jembatan yang menghubungkan tingkat atas bagian gedung yang terpisah. Terbuat dari kayu dan juga berhiaskan lampion cantik warna-warni.Â
Di salah satu sudut halaman tengah ini, selain tangga yang berwarna putih ternyata ada sebatang pohon sukun yang tingginya menjulang sampai ke atap lantai dua bangunan. Â Namun yang menarik adalah sebuah papan larangan atau peringatan untuk pengunjung agar tidak berdiri atau duduk di bawah pohon sukun ini. Â Saya tidak tahu apakah memang ada buah sukun yang sering jatuh sehingga berbahaya bagi pengunjung?
Setelah puas melihat-lihat di halaman belakang, saya kembali masuk ke dalam gedung dan sempat mengintip ruangan lain yang digunakan sebagai restoran. Â Sayangnya ruangan ini diberi pembatas dengan tanda dilarang masuk. Mungkin karena restorannya belum buka. Namun saya bisa sekedar mengintip dan melihat beberapa meja kursi serta lebih banyak lagi informasi di dinding mengenai lintasan sejarah Gedung Djoeang 45 ini.
Demikian sekilas mengenai Gedung Djoeang 45 di Solo. Namun sebelum mengakhiri cerita ini, ada sedikit insiden menarik ketika mencoba mencari lokasi gedung ini di Google Map. Â Jangan mencari Gedung Juang karena yang muncul adalah Gedung Juang di kota-kota lain di Indonesia, tetapi ketiklah dengan ejaan yang benar yaitu Gedung Djoeang 45 dan yang muncul adalah gedung di Jalan Mayor Sunaryo ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H