Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Yuk Jalan Kaki dari Stasiun Tanah Abang sampai ke Kebon Sirih

7 Februari 2023   11:47 Diperbarui: 7 Februari 2023   11:55 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu saya turun di Stasiun Tanah Abang. Stasiun yang tidak pernah sepi dan selalu ramai. Di antara sekian banyak stasiun transit di Jabodetabek, penumpang harus tetap harus hati-hati di stasiun ini. Selain ada pengumuman harus berhati-hati dengan dompet, dan telepon genggam, penumpang juga harus hati-hati karena ketinggian antara lantai kereta dan peron lumayan berbeda.  Selain itu lebar peron yang sempit terutama ketika melewati tangga juga harus menjadi perhatian bagi keselamatan penumpang.

Keluar stasiun, saya dihadapkan pada riuh rendahnya kawasan stasiun Tanah Abang. Abang gojek pangkalan sibuk menawarkan jasanya kepada para penumpang yang baru turun dari kereta api. Tepat di depan stasiun juga ada halte Trans Jakarta yang menawarkan transfer angkutan antar moda yang cukup nyaman. Selain deretan tukang ojek, ojek online, juga banyak mikrolet dan Jaklingko yang sibuk dengan bermacam kegiatan. 

Namun saya memang memutuskan untuk berjalan kaki sambil melihat-lihat banyak hal yang mungkin terlewatkan kalau kita naik kendaraan. Kebetulan udara cukup cerah sedikit berawan sehingga lumayan nyaman untuk jalan kaki. Lagi pula Sebagian besar kota Jakarta saat ini sudah dilengkapi dengan kaki lima yang nyaman dan bukan hanya di Sudirman Thamrin. Saya ingin membuktikan hal ini, dan tidak ad acara lain selain berjalan kaki.

Saya berjalan terus menyusuri kaki lima di tengah keramaian Tanah Abang. Deretan toko, kaki lima, bajaj dan tukang ojek menyambut di Jalan Jati baru Bengkel. Sementara di sebelah kanan tampak Jembatan Layang Jalan Jati Baru Raya.  Kaki lima agak sedikit sempit ketika sebuah truk besar baru keluar dari sebuah toko yang ada di kiri jalan. Saya lanjutkan perjalanan menuju ke Jalan Jati Baru Raya.

Tiba di bawah Jembatan Layang Cideng, saya terus melangkah di kaki lima yang lumayan nyaman dan lebar.  Di sini memang jarang sekali pejalan kaki, hanya ada saya di temani ramainya kendaraan di jalan raya.   Saya kemudian menyeberang jalan dan tiba di Kampung Bali.

Pusat Kuliner Kampung Bali: Dokpri
Pusat Kuliner Kampung Bali: Dokpri

"Pusat Kuliner Rw 03 Kelurahan Kampung Bali," demikian ada papan nama di atas sekumpulan gerai dan gerobak makanan kaki lima yang ada di sebelah kanan saya. Ada yang menjual berbagai jenis makanan dan minuman dan juga warung kopi dan rokok. Suasana tidak terlalu ramai, maklum masih terlalu pagi.

SDN 01 Kp Bali: Dokpri
SDN 01 Kp Bali: Dokpri

Saya terus berjalan dan sekarang berjumpa dengan sebuah Sekolah Dasar Negri. "Selamat Datang di SDN Kampung Bali 01 Terakreditasi A,""  demikian tertulis di atas pintu gerbang sekolah. Suasana sekolah juga terlihat sepi tanpa kegiatan. Mungkin sekolah sedang libur.  Namun di sekolah ini banyak tertulis kata-kata Mutiara pada sebuah papan yang digantung di banyak tempat. 

Salah satunya bertuliskan "Jika Ada Kemauan Disitu Ada Jalan,". Lengkap dengan terjemahannya dalam Bahasa Inggris "If There is a Will, There is a Will."  Sejenak saya tertegun di depan kata Mutiara ini. Terasa ada sesuatu yang salah dengan terjemahan dalam bahasa Inggrisnya.  Dulu saya pernah belajar dan seharusnya pepatah itu berbunyi. Where There is a Will, There is a Way.   

Pepatah: Dokpri
Pepatah: Dokpri

Dari sekolah ini saya berjalan di kaki lima yang lumayan lebar, mungkin sekitar 2 meter dengan penanda garis kuning untuk kaum tuna Netra, Dan patok-patok hitam agar kendaraan bermotor tidak lewat di sini. Penanda berwarna kuning ini disebut dengan istilah guding block dan merupakan petunjuk khusus untuk kaum tuna Netra agar dapat berjalan secara mandiri.

Kaki Lima: Dokpri
Kaki Lima: Dokpri

Saya lemparkan pandangan ke seberang jalan. Di sana ada sebuah panti asuhan atau yang Bernama Pondok Yatim dan Dhuafa.  Sangat unik dengan dominasi warna hijau.  Di bawah papan nama dan alamat, juga ada nomor rekening berbagai bank sebagai informasi bagi calon penyumbang dana. 

Panti Asuhan: Dokpri
Panti Asuhan: Dokpri

"Ya Allah, Berkatilah kami di bulan Rajab dan Syaban dan sampaikanlah umur kami bertemu Bulan Ramadhan," sebuah doa juga tampil di papan besar yang juga dilengkapi nomor rekening bank. Lengkap dengan gambar seorang anak lelaki memakai peci sedang menengadahkan kedua tangan seakan-akan sedang berdoa.

Tiak jauh dari pondok Yatim, ini terdapat juga sebuah Apotek yang lumayan terkenal karena buka hingga tengah malam. Apotek ini didominasi oleh warna kuning genting alias oranye yang menyala.

Saya kemudian sampai di perempatan jalan yang dilengkapi dengan rambu lalu lintas dengan warna dasar hijau dan tulisan warna putih.  Kalau lurus ke arah Thamrin dan Tugu Tani lewat jalan Kebon Sirih,  belok kanan ke arah Pejompongan dan Sudirman lewat Jalan Fachrudin, sementara kalau ke kiri menuju ke Harmoni dan Batavia lewat jalan Abdul Muis.  Yang menarik adalah tulisan Batavia yang berwarna cokelat yang menandakan bahwa Batavia adalah tempat wisata.  Ah saya akhirnya ingat kalau Batavia ini adalah nama baru yang belum lama ini diberikan kepada kawasan Kota Tua Jakarta.

Di sini saya belok kanan sedikit di jalan Fachrudin namun akhirnya berbelok ke Jalan Taman Kebon Sirih dan berjalan di kaki lima yang sempit dan kurang nyaman di tepian Kali Cideng.  Maklum Jalan Taman Kebon Sirih ini memang bukan jalan utama. Hanya sebuah jalan kecil yang sejajar dengan Jalan Kebon Sirih.

Kali Cideng: Dokpri
Kali Cideng: Dokpri

Kondisi Kali Cideng lumayan bersih, walau kalau mau jeli masih ada beberapa tumpukan sampah di sana sini. Di tengah kali ada seorang petugas berseragam oranye yang sedang sibuk bekerja mengumpulkan sebagian sampah. 

Jalan Taman Kebon Sirih cukup nyaman. Lalu lintas di sini cukup sepi demikian juga dengan pejalan kaki. Di tepian sungai banyak pedagang kaki lima yang menjual makanan.   Di sebelah kanan banyak rumah-rumah tua yang besar dengan tanah yang luas namun dalam kondisi kurang terawat.  Bahkan ada sebuah spanduk besar yang menyatakan ada sebuah rumah yang dijual dengan hanya menghitung tanahnya saja. "Dijual rumah hitung tanah luas 229m + 83 M," demikian tulisan pada spanduk tersebut.

Rumah Tua di Taman Kebon Sirih: Dokpri
Rumah Tua di Taman Kebon Sirih: Dokpri

Di sini juga ada sebuah rumah atau bangunan tua bertingkat dua yang tampak cantik tetapi sudah dalam kondisi mengenaskan karena mungkin dibiarkan kosong dalam waktu yang lama. Di sebelah bangunan ini juga ada rumah tua dengan tulisan Mess Bank Indonesia Jl Taman Kebon Sirih. Mungkin mess ini juga sudah kosong, namun kurang dapat dipastikan karena pagarnya agak tinggi dan ditutup plastik warna biru.

Kali Cideng Percontohan: Dokpri
Kali Cideng Percontohan: Dokpri

Saya terus berjalan hingga ke persimpangan dengan Jalan Taman Kebon Sirih II.  Di sebelah kiri ada jembatan yang menghubungkan ke Jalan Kebon Sirih.  Di sini ada sebuah papan dengan warna dasar hijau bertuliskan huruf putih: "Kali Cideng (Percontohan) Kec Tanah Abang."  Mungkin Kali Cideng ini menjadi kali percontohan sehingga kondisinya lumayan bersih dibandingkan sungai lain di Jakarta?

Pedagang di Taman Kebon Sirih: Dokpri
Pedagang di Taman Kebon Sirih: Dokpri

Saya kemudian belok ke Taman Kebon Sirih II dan melihat banyak pedagang makanan kaki lima di sini. Ada sate, rujak, bakmi, kelapa muda dan sudah lumayan ramai yang membeli.  Waktu mendekati sekitar pukul 10.45.   Dan di jalan ini juga ada sebuah kantor proyek site office untuk MRT Jakarta Tahap II.

Sedikit lagi, saya akan tiba di tujuan. Dan berakhirlah jalan-jalan santai di tengah kota Jakarta dari Tanah Abang ke Kebon Sirih.  Sampai jumpa di jalan-jalan santai berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun