Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menyimak Indahnya Pesan Moral Panglima Besar Sudirman

5 Februari 2023   09:51 Diperbarui: 5 Februari 2023   09:57 1342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi alias Off The Beaten Tracks di Yogya terus berlanjut. Kalau beberapa hari sebelumnya saya sempat mampir ke Museum Perjuangan, pagi ini tujuan saya ke rumah Panglima Besar Sudirman yang sekarang bernama Museum Sasmitaloka.

Pagi itu dari Kampung Kauman, saya melanjutkan jalan kaki terus ke arah wetan alias timur. Di Yogya, saya memang biasa merujuk arah dengan nama mata angin seperti lor, kidul, kulon, dan wetan.   Setelah melewati Titik Nol Kota Yogya dan Kantor Pos yang megah, saya terus berjalan santai menyusuri kaki lima Jalan Senopati. Sendiri dan benar-benar sendiri karena tidak seperti di Malioboro yang ramai orang berjalan kaki. Di sini sama sekali tidak ada yang menemani.  

Saya terus berjalan hingga menyeberang persimpangan Gondomanan atau Jalan Brigjen Katamso. Sempat mengintip Kelenteng Fuk Ling Miao di pojok jalan, namun terus ke timur melewati kaki lima yang menurun dan kemudian tiba di Jembatan Sayidan. Suda ribuan kali saya melintas di atas jembatan yang ada di atas Kali Code ini. Namun baru kali ini dengan berjalan kaki.

Jembatan Sayidan: Dokpri
Jembatan Sayidan: Dokpri

Saya sempat duduk sejenak di kursi warna hijau yang ada di tepi jalan sebelum menikmati pemandangan yang indah dengan latar belakang sungai yang sangat terkenal di Yogya ini. Ingat kali Code, saya ingat dengan Romo Mangun.   Dan arsitektur Jembatan Sayidan sendiri sangat unik bahkan dengan nama yang unik sebagai penanda di sini merupakan tempat tinggal para sayid yang merupakan etnis keturunan Arab di Yogya. 

Kali Code: Dokpri
Kali Code: Dokpri

Saya kembali melanjutkan perjalanan di trotoar jalan Sultan Agung ini, kali ini sedikit mendaki dan kemudian tiba di halte Trans Yogya di depan Museum Biologi UGM.  Ah tujuan saya sudah sangat dekat, tinggal beberapa puluh meter lagi saya akan tiba di Jalan Bintaran Wetan.  Belok kanan dan di sebelah kiri tambah sebuah bangunan tua yang terlihat sangat megah dan anggun. Ini lah Museum Sasmita Loka yang dulunya merupakan tempat tinggal sosok yang namanya paling terkenal di seantero Nusantara.  Jalan  Jenderal Sudirman merupakan nama jalan yang ada hampir di seluruh kota di negeri ini.

Sekilas rumah ini berdiri di atas lahan yang lumayan luas. Di sebelah kiri ada sebuah pos jaga dan di sebelah kanan saya dan bangunan paviliun sementara di depan rumah ada patung Panglima Sudirman yang sedang menunggang kuda. 

Patung Berkuda: Dokpri
Patung Berkuda: Dokpri

Saya masuk mendekati pos jaga, namun sebelumnya ada sebuah prasasti jenderal Sudirman dengan pesan: "Tanggal 19 Desember 1948 karena ulah penjajah ibukota R.I. Saya tinggalkan untuk mengatur siasat gerilya di luar kota,"   Mengingat tanggal ini, saya langsung mengenang peristiwa agresi militer Belanda yang ke II, sebuah peristiwa yang diajarkan dalam buku pelajaran sejarah di sekolah.

Setelah melapor di pos dengan mengisi buku tamu, saya berjalan di halaman dan melihat sebuah senjata mesin Bernama Browning Machine Gun buatan Jepang yang pernah digunakan oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) pada pertempuran Palagan di Ambarawa pada tahun 1945.

Senapan mesin buatan Jepang: Dokpri
Senapan mesin buatan Jepang: Dokpri

Saya kemudian mendekati patung berkuda dan membaca prasasti yang ada di pedestal patung tersebut. Ke empat sisinya memili tulisan yang berbeda-beda. Pada sisi muka ada keterangan tentang Jenderal Sudirman yang mulai menjabat sebagai Pangluma Besar TNI sejak 18 Desember 1945 dan wafat pada 29 Januari 1950.

Pada sisi belakang ada prasasti peresmian monumen yang ditandai dengan candra sengkala "Karyaning Dwija Trusing Atmaja" yang merujuk kepada tahun 1906 Jawa atau tahun 1974 Masehi.  Monumen patung berkuda ini memang diresmikan oleh Kepada Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Makmun Murod pada 5 Oktober 1974.

Sementara di kedua sisi kaki monumen ada pesan dari Jenderal Sudirman untuk para prajurit TNI:

"Anak2ku. Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit  yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan diatas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta-benda rakyat dan bangsanya tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga," demikian pesan di satu sisi.

Di sini lain juga ada pesan yang berbunyi:  ...... satu2nya hak milik nasional Republik yang masih tetap utuh tidak berobah-obah meskipun harus menghadapi segala macam soal dan perobahan adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia).

Patung dada & Pesan Moral: Dokpri
Patung dada & Pesan Moral: Dokpri

Saya kemudian masuk ke beranda rumah.  Di sini ada patung dada Jenderal Sudirman dan juga plakat yang menjelaskan bahwa gedung ini dibangun pada 1890 dan digunakan sebagai kediaman panglima besar Sudirman pada 1945-1948 baik dalam bahasa Indonesia dan Inggris. 

Sementara di atasnya ada dua kutipan pesan moral Jenderal Sudirman yang juga sangat baik untuk kita simak:

1."Meskipun kamu mendapat  Latihan jasmani yang sehebat-hebatnya tidak akan berguna jika kamu mempunyai sifat menyerah. Kepandaian yang bagaimanapun tingginya tidak ada gunanya jika orang itu mempunyai sifat menyerah. Tentara akan hidup sampai akhir zaman, jangan menjadi alat oleh suatu badan atau orang, tentara akan timbul dan tenggelam bersama-sama negara " (Pidato Pangsar Sudirman di depan para taruna militer di akedemi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 1946).

2."Janji sudah kita dengungkan, tekad sudah kita tanamkan. Semua ini tidak  akan bermanfaat bagi tanah air kita, apabila janji dan tekad  ini tidak kita amalkan dengan amalan yang nyata,"(Amanat Pangsar Jenderal Sudirman pada 7 Juni 1946).

Ruang Tamu: Dokpri
Ruang Tamu: Dokpri

Saya kemudian masuk ke dalam rumah. Di ruang tama ada seperangkat meja kursi yang masil also dari zaman dahulu. Jendela yang besar lampoon gantung yang antik dan beberapa perabotan menghiasi ruang taman. Ada sebuah gambar besar Jenderal Sudirman dan juga uang rupiah seri Jenderal Sudirman , serta sebuah patung dada beliau.

Sementara di bagian tengah ruangan ada replika panglima Sudirman yang sedang naik tandu.  Beliau tampak gagah memakai blangkon, seragam dengan bendera merah putih di dada dan keris serta memegang tongkat komando.

Tandu: Dokpri
Tandu: Dokpri

Di bagian lain ruang depan rumah ini juga dipamerkan beberapa bintang penghargaan dan piagam yang diberikan untuk Jenderal Sudirman. Di antaranya piagam-piagam yang ditandatangani oleh presiden Suharto untuk beliau.  Juga ada sebuah prasasti marmer yang ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan penghargaan pelestarian warisan budaya untuk museum Sasmita Loka ini.

Prasasti: Dokpri
Prasasti: Dokpri

Sudah sekitar setengah jam saya berada di rumah panglima besar, namun tidak terasa lama dan sangat mengasyikkan. Apa lagi seluruh isi rumah hanya ada saya sendiri.  Saya kemudian memasuki ruang demi ruang termasuk kamar tidur yang pernah digunakan oleh sang jenderal.  Sebuah tempat tidur yang terbuat dari besi lengkap dengan kelambu dan bantal guling, juga ada seperangkat meja kursi, beberapa foto serta jendela besar yang terbuka lebar membuat kamar ini sangat nyaman.   

Ruang tidur: Dokpri
Ruang tidur: Dokpri

Juga ada kamar untuk putera-puteri dan kamar tamu yang semuanya masih tampak asli dengan lantai dari ubin dengan motif flora khas ruah-rumah yang dibangun pada zaman Belanda.  Konon rumah ini dulunya merupakan rumah dinas pejabat keuangan Pura Pakualaman. 

Serambi belakang: Dokpri
Serambi belakang: Dokpri

Saya juga menjelajah ruang tengah tempat ada berbagai peralatan seperti radio Philip zaman baheula. Juga ruangan kerja dimana dipamerkan sebuah pedang katana. Di bagian belakang juga ada sebuah serambi yang berisi banyak kursi mirip bangku kuliah dan ada sebuah podium untuk berpidato. Mungkin semacam ruang rapat.

Ruang koleksi pribadi: Dokpri
Ruang koleksi pribadi: Dokpri

Di samping bangunan utama, masih ada beberapa bangunan tambahan di rumah ini yang digunakan sebagai tempat pameran, antara lain ruang diorama, ruang palagan Ambarawa, ruang koleksi pribadi dan juga ruang RS Panti Rapih

Tidak terasa sudah sekitar satu jam lebih saya berada di museum Sasmita Loka ini. Bahkan dalam waktu selama ini, belum juga saya bertemu dengan pengunjung lainnya. Akhirnya tiba waktunya untuk kembali ke tempat tinggal saya.  

Kunjungan singkat ini ternyata tetap membekas di hati saya, terutama ketika membaca betapa dalam dan bermakna pesan-pesan moral yang terutulis abadi di rumah ini.

Sampai jumpa di lain kisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun