Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengenal Badong, Alat Anti Selingkuh di Pura Mangkunegaran di Solo

1 Februari 2023   08:48 Diperbarui: 1 Februari 2023   08:53 2277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemisah ruangan di serambi belakang: Dokpri

Tujuan utama wisata kami di Kota Solo pada siang itu adalah mampir ke Pura Mangkunegaran. Maklum walau sudah sering berkunjung ke Solo dan melewati tempat ini, saya belum pernah sempat mampir dan hanya mengagumi keindahan dan kemegahannya dari luar.

Kavalerie-Artillerie: Dokpri
Kavalerie-Artillerie: Dokpri

Sekitar pukul dua siang kendaraan sudah parkir di halamannya yang luas. Suasana tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa kendaraan yang parkir. Di kejauhan di sebelah timur, tampak sebuah gedung warna putih berlantai dua bertuliskan Kavalerie -Artilerrie dengan angka tahun 1874.  Setelah membayar ongkos parkir sebesar 5000 Rupiah, petugas parkir menunjukkan tempat untuk membeli tiket masuk. Lapangan ini ternyata memiliki nama khusus yaitu Pamedan dan dulu sering digunakan untuk Latihan prajurit Legiun Mangkunegaran yang tersohor itu.

"Harga tiket dua puluh ribu per orang dan untuk pemandu wisata bisa diberikan tip seikhlasnya," demikian ujar mbak resepsionis sambil menjelaskan bahwa wajib hukumnya menggunakan pemandu karena bertandang ke tempat ini adalah mirip bertamu dan bila pergi sendiri tidak diizinkan masuk ke tempat tempat tertentu.  Saya juga kemudian menuliskan nama, asal kota dan berapa orang jumlah rombongan di buku tamu yang disediakan. Setelah itu kami dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan untuk menunggu pemandu wisata.

Di ruangan ini ada beberapa foto Mangkunegara  X yang baru saja dilantik Maret 2022 lalu menggantikan ayahnya yang meninggal pada 2021 lalu.  Bhre Cakrahutomo, demikian nama Mangkunegoro X ini tampak masih sangat muda usianya. Ternyata masih berusia  25 tahun ketika diangkat tahun lalu dan juga masih berstatus lajang.  Hal ini saya ketahui kemudian ketika bertanya kepada pemandu wisata.

Pendopo Ageng: Dokpri
Pendopo Ageng: Dokpri

Setelah menunggu sekitar lima menit, pemandu,  wisata  seorang perempuan berusia sekitar 40 tahunan mengucapkan selamat datang dan mempersilahkan kami masuk ke halaman dalam Pura Mangkunegaran  yang juga  sangat luas.  Di sini ada sebuah kolam dengan air mancur yang berhiaskan patung  emas cupid atau dewa asmara dengan seekor angsa yang sayapnya sedang mengembang.

Bangunan pertama dalam kompleks pura adalah Pendopo Ageng.  Kami dipersilahkan untuk berfoto dengan latar belakang pendopo ageng ini.  Sebelum masuk ke pendopo, kami diberi tas untuk menyimpan alas kaki.

Patung Singa dari Jerman: Dokpri
Patung Singa dari Jerman: Dokpri

"Pendopo ini merupakan pendopo kraton paling besar yang ada di Indonesia dan memiliki luas sekitar 3500 meter persegi," demikian pemandu wisata memulai ceritanya. Dikisahkan juga bahwa pendopo ini dibangun pada tahun 1804 dan dapat memuat sekitar 10 ribu orang.  Pendopo ini juga yang dijadikan tempat resepsi pernikahan Kaesang baru-baru ini. Namun ada kisah yang menarik tentang pernikahan ini, yaitu hanya tamu VIP saja yang diperbolehkan masuk ke pendopo sementara kebanyakan undangan dipersilakanduduk di tenda-tenda di lapangan.   Di depan pendopo ada lambang Mangkunegaran berupa huruf MN yang diapid dua cupid dengan sentuhan Eropa yang dominan.

Lampu Gantung dari Belanda: Dokpri
Lampu Gantung dari Belanda: Dokpri

Kami masuk ke dalam pendopo. Warna kuning dan hijau muda mendominasi pendopo tersebut. Kombinasi warna yang disebut dengan nama Pari Anom ini memang warna khas Mangkunegaran.  Di dalamnya banyak patung-patung singa berwarna emas yang konon berasal dari Jerman dan juga banyak lampu gantung atau chandelier yang didatangkan dari Belanda. Sementara lantai marmernya berasal dari Italia.  Konon aslinya marmer ini berwarna putih namun sekarang berubah sedikit kecokelatan karena pernah terendam banjir besar akibat meluapnya Bengawan Solo pada  Maret 1966.  Banjir kala itu merendam sebagian besar kota solo selama beberapa hari dengan banyak korban jiwa.

Di pendopo ini juga terdapat beberapa set gamelan dan pada hari-hari tertentu di pendopo ini diadakan pegelaran tari yang bisa disaksikan oleh pengunjung secara gratis.  Gamelan tersebut juga memiliki nama yang khas misalnya Kyai Seton, Lepur Sari dan Kyai Kenyut Mesem.  Pendopo ini dibuat dari kayu jati yang diambil dari hutan di sekitar Solo dan sangat kuat serta tanpa menggunakan paku.   Di atas langit-langit pendopo ada lukisan batik Kumudowati yang terbagi dalam delapan kotak dengan warna dan yang berbeda dan mengandung makna yang khas

Lambang MN di depan Peringgit: Dokpri
Lambang MN di depan Peringgit: Dokpri

Dari pendopo kami memasuki sebuah beranda bangunan yang disebut Peringgit.  Di atasnya ada lambang Mangkunegaran dengan angka Tahun 1866 yang menandakan selesainya renovasi bangunan ini.  Selain tulisan MN warna bertumpuk dengan warna keemasan berlatar merah marun, ada hiasan mahkota di atasnya dan juga motif padi kapas,

Mangkunegoro X: Dokpri
Mangkunegoro X: Dokpri

Ada beberapa patung emas di undakan menuju ke Pringgit ini.  Di dinding ruang terbuka ini di beranda dipajang banyak lukisan Mangkunegara terdahulu dan juga para permaisuri. Juga ada satu foto Mangkunegara X.  Di pojok ada dua lukisan karya Basuki Abdullah. Salah satunya konon merupakan lukisan perempuan yang paling cantik di Pura Mangkunegaran, yang merupakan nenek buyut Mangkunegara IX.  Di sebelahnya lukisan nenek Mangkunegara X.

Lukisan Basuki Abdullah: Dokpri
Lukisan Basuki Abdullah: Dokpri

Dari sini kami masuk ke ruangan yang disebut Dalem Ageng yang sekarang dijadikan museum.  Di sini pengunjung tidak diperbolehkan membuat gambar.  Di ruangan ini dipamerkan banyak koleksi benda-benda bersejarah terutama peninggalan Mangkunegara IV.  Ada juga benda-benda peninggalan zaman Hindu Buddha.  Berbagai jenis koleksi perhiasan, uang logam, peralatan makan dari emas, senjata, dipamerkan dalam lemari dan kotak kaca.   Konon peralatan makan dari emas ini bisa untuk mendeteksi adanya racun dalam makanan.

Ruangan ini juga masih dipakai untuk upacara yang dilakukan  keluarga Kraton pada hari-hari tertentu. Misalnya pada malam Satu Suro.  Pada sebuah lemari kaca ada mahkota berlapis emas yang dipakai oleh para penari Bedoyo. Dijelaskan ada beberapa jenis Tari Bedoyo dan bahkan khusus untuk Pura Mangkunegaran, ada persyaratan ketat untuk penari ini, salah satunya adalah masih perawan.

Pemisah ruangan di serambi belakang: Dokpri
Pemisah ruangan di serambi belakang: Dokpri

Dalam salah satu kotak kaca, ada  benda berbentuk segi tiga yang terbuat dari emas. Menurut pemandu benda ini merupakan alat yang digunakan sebagai kunci anti selingkuh pagi perempuan yang ditinggal pergi oleh suaminya.   Alat ini disebut dengan nama Badong.   Ternyata Badong juga ada yang dibuat untuk kaum lelaki. Tentu saja bentuknya beda dengan badong untuk perempuan. 

Topeng dan arca: Dokpri
Topeng dan arca: Dokpri

Puas melihat benda-benda di dalam museum dengan segala kisahnya, kami keluar menuju ke Serambi  belakang. Pada sisi koridor menuju ke tempat kediaman pribadi terdapat  lemari berisi berbagai jenis topeng dan juga arca zaman Hindu.  Di serambi belakang ini ada deretan kursi tempat pengunjung bisa sekedar beristirahat. Juga ada sebuah pemisah ruangan bergambar lambang Mangkunegaran yang cantik.

Ikan di kolam air mancur: Dokpri
Ikan di kolam air mancur: Dokpri

Di sini juga ada sebuah taman lengkap dengan sebuah kolam ikan dan air mancur di tengahnya.  Di tengah kolam ini ada patung singa yang sangat cantik dengan latar belakang  bangunan yang beratap bersusun tiga yang tidak kalah cantiknya.  Saya mendekat ke kolam dan sejenak menikmati pemandangan ikan-ikan koi yang sedang berenang dengan riangnya.  Patung singa yang menghadap ke empat mata angin di tengah kolam mengingatkan saya akan patung singa di Istana Alhambra di Granada. Mirip walau tentu saja berbeda.

Menurut pemandu, bangsal yang beratap susun tiga ini bernama Pracimayasa dan kata pracimayasa sendiri bermakna Pojok Barat. Lokasi bangsal ini memang di bagian pojok barat taman.  Bangsal Pracimayasa ini digunakan untuk tempat keluarga puri Mangkunegaran menerima tamu agung. 

Bangsal Pracimayasa: DOkpri
Bangsal Pracimayasa: DOkpri

Di sebelah kiri dalam bangsal ini juga ada sebuah ruang makan yang masih digunakan dan tampak megah dan mewah dengan adanya cermin di langit-langit ruangan. Di ruangan makan ini terdapat meja besar dan juga hiasan-hiasan indah baik lukisan kaca patri yang melukiskan beberapa lelaki berpakaian tradisional Jawa sedang bermain gamelan lengkap dengan seorang pesinden dan juga  sebuah gading gajah berukir indah yang dipamerkan di dalam kotak kaca. Juga ada beberapa lukisan dan patung-patung di ruang makan ini.

Toilet yang indah: Dokpri
Toilet yang indah: Dokpri

Demikianlah kunjungan di Pura Mangkunegaran secara resmi berakhir. Saya juga sempat mampir toilet dengan interior yang lumayan mewah dan lantai yang memiliki ubin yang ciamik. Di sini saya juga sempat melihat koridor yang megah dengan deretan dinding warna hijau muda yang khas dan tiang-tiang warna putih yang memanjang jauh.  Dan dari sekian banyak hal berkesan dalam kunjungan ke Pura Mangkunegaran ini, ada satu yang sulit dilupakan, yaitu melihat sendiri alat Bernama Badong baik untuk perempuan atau lelaki yang memiliki fungsi sebagai alat pencegah selingkuh.

Koridor di Pura Mangkunegaran: Dokpri
Koridor di Pura Mangkunegaran: Dokpri

Sebelum meninggalkan puri Mangkunegaran, kami juga sangat beruntung karena sempat  makan siang di restoran Pracima Tuin yang baru dibuka akhir Januari 2023.  Untuk makan di sini, pengunjung diharuskan membuat reservasi terlebih dahulu.  Kisah mengenai makan siang di restoran ini akan ditulis dalam artikel selanjutnya.

Setiap perjalanan, memiliki kisahnya yang unik. Nikmati saja kejutan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun