Siang itu, saya berkunjung ke Rumah Putih, sebuah rumah makan di Kawasan Cempaka Putih yang letaknya tidak jauh dari Rumah Sakit Islam di Jakarta Pusat. Â Sesuai Namanya bangunan yang lumayan luas ini seluruhnya dicat warna putih. Â
Sekilas bentuk arsitekturnya minimalis dengan nuansa kolonial dan lengkap dengan kanopi atau awning strip marun putih di depanya. Â Di bagian atas sisi kanan bangunan ada tulisan "Rumah Putih, Poolside Restaurant."
Memasuki pintu yang di atas nya bertuliskan Rumah Putih, saya tiba di ruang tengah yang terbuka. Di sini ada sebuah kolam renang yang airnya biru jernih. Rupanya ini yang menjadi tema rumah makan ini. Namun tujuan saya kali ini adalah menghadiri jamuan makan siang sekaligus acara lamaran salah seorang kerabat.Â
Kebetulan acara nya di adakan di sebuah ruangan atau aula yang ada tepat di sebelah kolam renang. Â Di sampingnya ada tangga yang juga berwarna putih dengan hiasan bertuliskan Rumah putih dengan latar dedaunan yang tumbuh di dinding. Kontras antara warna hijau dan putih memberikan pemandnagan yang cantik.
"The Engagement of Awais & Sabitha," demikian tertulis dengan cantik berhiaskan bunga warna pink pada kaca bulat yang diletakkan manis di depan pintu masuk menuju aula. Â Rupanya acara lamaran ini sekaligus menjadi acara pertunangan atau tukar cincin.
Di dalam ruangan sudah lumayan banyak undangan yang hadir. Mungkin sekitar 40-atau 50 orang saja. Sementara orang tua dan keluarga calon perempuan juga sudah hadir. Kami lagi menunggu kedatangan calon pria dan keluarganya.
Sambil menunggu ini, saya kemudian baru sadar bahwa calon pria bukan lelaki Indonesia, melainkan dari Pakistan yang kali ini akan datang bersama kedua orang tuanya. Â Wah menariknya karena acara pertunangan ini ternyata melibatkan dua keluarga dari negeri yang berbeda.Â
Sekitar lima belas menit menunggu, pembawa acara atau master of ceremony mengumumkan bahwa Mas Uwais dan keluarganya sudah tiba dan tidak lam lagi akan masuk ke ruangan. Â Tidak lama kemudian muncul sang pangeran pada siang hari ini. Lelaki berusia sekitar 30 tahunan, memakai batik warna cokelat tua dengan penampilan khas Asia Selatan.Â
Tampak gagah siang itu didampingi kedua orang tua. Ayahnya memakai pakaian tradisional Pakistan Salwar Ghamis lengkap dengan kopiah haji warna putih dan rompi warna cokelat tua. Â Usianya sekitar 60 tahunan dengan janggut warna putih yang lebat. Ibunya memakai busana khas Pakistan warna pink yang cantik.
Setelah dipersilakan duduk, acara pun di mulai dan kemudian dimunculkan juga sang puteri pada siang hari ini, Mbak Sabitha yang cantik dengan busana warna pink lengkap dengan hijab yang serasi. Terlihat sangat cantik dan sesekali tersenyum malu.
Acara dimulai dengan langsung dimulai dengan menanyakan maksud tujuan kedatangan tamu jauh dari Pakistan. Â Karena melibatkan tamu dari Pakistan, maka pembawa acara pun kemudian didampingi oleh penerjemah karena sang pangeran mengucapkan maksudnya untuk melamar menggunakan Bahasa Inggris. Â Â
Maksud untuk melamar ini kemudian di terima oleh ayah sang putri sambil mengutarakan isi hati yaitu bercampurnya banyak macam perasaan karena ini adalah waktu pertama kali bagi keluarga untuk menerima lamaran. Apalagi dari pemuda yang berasal dari negeri yang jauh.
Acara lamaran dan tukar cincin berlangsung lancar dan meriah. Termasuk acara perkenalan dengan seluruh keluarga besar yang juga ikut disaksikan oleh keluarga di Pakistan melalui gadjet. Â Uniknya ketika orang tua mas Awais memberikan sambutan, dilakukan dalam Bahasa Urdu sehingga harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan kemudian ke dalam Bahasa Indonesia.
Uniknya dalam acara ini juga kemudian terungkap bahwa keduanya sudah saling mengenal cukup lama yaitu sekitar empat tahun, namun sangat jarang bertemu muka karena keduanya tinggal berjauhan. Â Mbak Sabitha tinggal di Jakarta sementara Mas Uwais sekarang tinggal dan bekerja di Dubai. Â Dan keduanya berkenalan melalui media sosial Facebook.
Dalam acara ramah tamah, saya sempat mengobrol dengan Mas Uwais yang saat ini kerja di Dubai, namun ketika empat tahun yang lalu berkenalan dengan Mbak Sabitha, dia masih bekerja di Kuala Lumpur. Â Dan ketika saya menanyakan kota asal kedua orang tuanya di Pakistan, dia menyebutkan kota Lahore yang terletak di Punjab.
Siapa sangka. Melalui media sosial keduanya bisa berjodoh. Walau baru pada tahap pertunangan, ternyata hubungan ini akan dilanjutkan ke jenjang pernikahan dalam waktu dekat.
Sebuah acara pertunangan yang unik, karena melibatkan dua budaya, yaitu Pakistan dan Indonesia serta harus dilakukan dalam Tiga Bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, dan Urdu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H