El Dolor no es parte de la vida, se puede convertir en la vida misma
Perkenalan saya dengan Frida Kahlo sebenarnya sudah terjadi ketika menyaksikan Lukisan Mural Diego Rivera La Historia de Mexico yang berada di dinding selatan tangga Palacio Nacional di Zocalo, Ciudad de Mexico. Â Rasa penasaran ini lah yang membuat saya ingin tahu lebih banyak mengenai perempuan yang sangat terkenal dalam sejarah seni lukis di Meksiko ini.
Dari Zocalo, saya segera meluncur ke kawasan atau yang di Mexico disebut  Barrio yang Bernama Coyoacan, yang letaknya si kawasan barat daya kota Meksiko.  Sebuah kawasan yang cukup ramai dan menjadi salah satu tujuan wisata di kota ini. Tepat di persimpangan Jalan Londres dan Allende, terdapat sebuah bangunan yang terkenal dengan nama La Casa Azul atau Rumah Biru. Bangunan ini sebenarnya adalah rumah kediaman Frida Kahlo yang sekarang difungsikan sebagai museum.
Dinamakan rumah biru karena memang dikelilingi tembok yang tinggi dan berwarna biru cobalt yang sangat khas Meksiko. Â Sebuah pintu besar yang berwarna hijau ceria menjadi pintu utama untuk masuk ke museum ini. Â Para pengunjung tampak antre untuk masuk ke sana. Â "Museo Frido Kahlo," demikian tertulis di atas pintu gerbang itu tertulis dengan warna cokelat maroon.
Memasuki rumah, kami tiba di halaman tengah atau patio yang dikeliling bangunan yang membentuk huruf U. Â Di patio ini banyak di pajang benda-benda berbentuk patung dari jaman Prehispanik dan juga ditanam berbagai pohon dan tumbuhan tropik yang memberikan suasana yang segar dan hidup bagi rumah museum ini. Â Konon di patio ini pula Frida kecil sering bermain dan bahkan di sini pula dia melukis dan memberikan pelajaran melukis kepada murid-muridnya yang dikenal dengan nama Los Fridos.
"Frida y Diego Vivieron en Esta Casa 1929-1954," demikian tertulis pada dinding pagar tembok yang berwarna biru. Â Tulisan dalam bahasa Spanyol itu berarti Frida dan Diego tinggal di rumah ini 1929-1954. Â Frida Kahlo sendiri dilahirkan di rumah ini pada 1907, tinggal besar dan kemudian menikah dengan Diego dan akhirnya meninggal pula di rumah ini pada 1954.
Ternyata kehidupan Frida, sang pelukis ini memang penuh dengan sufrimiento atau penderitaan. Â Di rumah ini, rumah masa kecil Frida yang dibangun oleh ayahnya, Frida kecil sudah harus menderita polio sejak dia berusia enam tahun. Dan bahkan pada usia 18 tahun Frida mengalami kecelakaan fatal ketika bus yang ditumpanginya bertabrakan dengan sebuah trem. Akibatnya Frida harus cacat seumur hidupnya.
Memasuki rumah, ruangan pertama yang menyambut adalah ruang tamu tempat dulu Frida dan Diego menjamu teman-teman nya baik dari Meksiko maupun mancanegara. Sebut saja beberapa nama kondang seperti Sergei Eisenstein, seorang sutradara asal Soviet Rusia, George Gershwin, komponis terkenal asal Amerika, Leon Trotsky, tokoh revolusioner asal Rusia yang kabur ke Meksiko, dan bahkan aktris Meksiko seperti Maria Felix dan Dolores del Rio,
Di ruang tamu ini dipamerkan beberapa lukisan karya Frida, juga ada lukisan keluarga dan lukisan nya yang terakhir, yaitu berupa lukisan bergambar semangka yang diberi judul Viva La Vida. Â Lukisan ini selesai hanya 8 hari sebelum kematian Frida pada 13 Juli 1954 dan seakan-akan memberikan tanda-tanda akan kepergiannya dengan menuliskan Viva La Vida atau Panjang Umur pada semangka yang terletak di paling bawah.
Lukisan semangka ini juga ditafsirkan sebagai representasi kehidupan Frida sendiri yang mempunyai kulit yang keras namun isi yang lembut dan manis. Â Bahkan beberapa hari sebelum kematiannya, Frida juga menulis dalam bulku hariannya "Espero que la salida sea alegre, y espero no Volver nunca mas."Â Â Frasa ini seakan-akan meramalkan kematiannya karena maknanya adalah Saya berharap kepergian itu menyenangkan dan saya berharap tidak akan pernah kembali lagi.
Selain lukisan di ruangan lainya  juga dipamerkan pakaian milik Frida yang merupakan pakaian tradisional Tejuana dengan warna-warni yang indah, serta masih banyak patung dan benda-benda dari zaman prahispanik.  Yang juga menarik adalah ada hiasan monster besar yang dibuat dari bubur kertas dan dihias dengan cantik yang dalam bahasa Spanyol disebut dengan nama Judas de Papel Mache.  Patung monster ini melambangkan Yudas si penghianat yang dalam tradisi rakyat Meksiko akan dibakar pada hari Sabado de Gloria, atau Sabtu Suci, yaitu  sehari sebelum Paskah.
Di samping lukisan karya Frida, juga dipamerkan beberapa lukisan karya Diego Rivera, Jose Maria Velasco serta Marcel Duchamp dan Yves Tanguy.
Kehidupan Frida yang penuh penderitaan secara gambling tercermin dalam karya-karya lukisannya. Â Salah satunya yang dipamerkan di museum ini adalah duplikat lukisan berjudul Las Dos Frida atau Dua Frida, yang merupakan gambar dua orang Frida yang dilukis sewaktu Frida bercerai dengan Diego pada 1939. Â Lukisan asli Los Dos Fridas ini disimpan di Museo de Arte Moderno di Chapultepec, Kota Meksiko.
Perlu diketahui bahwa Diego yang usianya sekitar 20 tahun lebih tua dari Frida menikahinya pertama kali pada 1929. Â Mereka berdua kemudian menikah kembali pada 1940 hingga ajal menjemput Frida pada 1954.
Lukisan dua Frida ini menggambarkan Frida dalam dua kepribadian yang berbeda. Yang pertama Frida yang mengenakan pakaian tradisional Tejuana dan yang satu lagi Frida yang mengenakan pakaian modern. Uniknya jantung kedua Frida ini tampak dalam lukisan dan jantung Frida dengan pakaian tradisional tampak terkoyak dan darah menetes ke gaun putihnya. Â Nampaknya lukisan ini menggambarkan suasana hati Frida yang sedang bersedih karena baru saja berpisah dengan Diego. Â
Rumah ini juga memiliki dapur dan ruang makan yang cantik dan khas yang dicat warna kuning cerah. Ada sebuah meja panjang dan sebuah buffet yang juga berwarna kuning berisi benda keramiki dan piring tradisional Meksiko berwarna hijau dan cokelat.
Sedangkan di dinding dapur juga ada pot yang berhiaskan nama Frida dan Diego serta sepasang merpati lambang cinta. Walau penuh selingkuh dan drama, kisah cinta keduanya memang sangat romantis.
Di dekat ruang makan, terdapat kamar pribadi Diego. Di sini dipajang topi khas Meksiko yang disebut sombrero milik Diego dan juga baju panjang yang digunakan ketika sedang melukis. Juga ada beberapa barang pribadi milik Diego.
Di lantai atas pada bagian sayap terpisah yang dibangun kemudian pada tahun 1940, terdapat studio, perpustakaan dan kamar tidur Frida. Â Di studio yang diterangi cahaya Mentari ini, terapat banyak perlengkapan melukis Frida seperti palet dan juga berbagai cat. Selain itu juga ada kursi roda yang pernah digunakan oleh Frida.
Kamar tidur Frida banyak menceritakan penderitaannya dan bagaimana perempuan yang kuat dan tegar ini tetap melukis. Â Di tempat tidurnya terdapat sebuah cermin yang digunakan untuk melukis potret dirinya. Tempat tidur ini bertiang emat dan terbuat dari kayu yang dipelitur warna cokelat.
Bahkan di kamar ini pula disimpan abu jenazah Frida yang disimpan di dalam sebuah guci berbentuk seekor katak.
Namun ada lagi satu hal yang unik mengenai La Casa Azul ini. Konon sejak kematian Frida, Diego memang berniat menjadikan rumah ini sebagai museum. Namun ada sebuah ruangan, yaitu kamar mandi Frida yang tidak boleh dibuka hingga 15 tahun setelah  kematian Diego.. Diego sendiri meninggal pada 1957 dan akhirnya kamar mandi Frida baru dibuka hampir 50 tahun setelah kematiannya pada 2004.
Ternyata di sini banyak dijumpai benda-benda pribadi milik Frida yang mengungkapkan lebih banyak lagi tentang penderitaan atau sufrimiento yang dialaminya. Â Sebagian bend aini sudah dipamerkan di museum dan daftar lengkapnya ada di sebuah buku berjudul El Bano de Frida Kahlo atau "Frida's Bathroom." Yang ditulis oleh seorang fotografer Meksiko Gabriele Iturde pada 2006.
Melalui benda-benda yang ditemukan di kamar mandi rahasia ini, sisi kehidupan Frida sebagai manusia lebih terungkap dibandingkan sisi kehidupannya sebagai seorang pelukis yang terkenal.
Mengkahiri tulisan ini ada baiknya kita kutip kata-kata Frida yang diambil dari buku hariannya:
"El Dolor es no parte de la vida, se puede convertir en la vida misma, " yang artinya Rasa sakit bukanlah bagian dari kehidupan, tetapi rasa sakit bisa menjelma menjadi kehidupan itu sendiri. Â Ah kata-kata ni seakan-akan memberitahukan kepada kita semua, betapa rasa sakit memang sudah menemani Frida sejak kecil hingga meninggal. Baik rasa sakit secara fisik maupun perasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H