Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Begini Nasib Jalan Gatot Subroto yang Jadi Anak Tiri

24 Desember 2022   17:05 Diperbarui: 26 Desember 2022   09:30 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu saya turun di halte Trans Jakarta Semanggi walau sebenarnya tujuannya adalah halte Trans Jakarta Gatot Subroto LIPI.

Namun karena sudah lama tidak lewat di kawasan situ saya tidak sadar bahwa halte ini sudah sejak beberapa bulan lalu direnovasi sehingga bus TiJe tidak berhenti di sini.

Setelah turun dari halte dan tepat berada di seberang Komdak alias di dekat Plaza Semanggi, Mangkuluhur dan juga Hotel Crowne Plasa, saya memutuskan untuk melakukan hal yang belum pernah saya lakukan selama ini di Jalan Gatot Subroto, yaitu menjajal kaki lima. 

Tentunya ingin merasakan apakah sama nyamannya dengan Jalan kesayangan yang tidak jauh dari kawasan Semanggi ini juga yaitu kaki lima di Jalan Sudirman.

Sekilas ada keraguan untuk berjalan kaki mengingat tidak ada seorang pun yang berjalan kaki di sana. Begitu ramai kota Jakarta namun memang tidak ada pejalan kaki di Gatot Subroto dari Semanggi arah ke kawasan dekat hotel Kartika Chandra. 

Namun karena ingin mencoba, saya tekatkan niat, apalagi kalau dicek di gadjet jaraknya tidak sampai satu kilometer. Jarak yang pas untuk berjalan santai sambil berolahraga.

Dengan perlahan, kaki saya langkahkan Langkah demi langka. Dengan berjalan kaki saya dapat lebih banyak mengenal bangunan dan gedung-gedung menjulang tinggi yang selama ini hanya terlihat sekelebatan saja. 

Dari Hotel Crowne Plaza yang sekarang berubah nama menjadi Artotel Mangkuluhur Suites saya terus berjalan di kaki lima yang lebarnya mungkin benar-benar hanya lima kaki alias sekitar satu setengah meter saja pada siang yang cukup terik di tengah kota Jakarta. 

Lubang di Trotoar. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Lubang di Trotoar. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Saya kemudian melewati Wisma UIC. Namun lahan ini tampak kosong melompong dan sudah tidak ada lagi gedungnya. 

Saya ingat terakhir d sini ada gedung besar yang hanya berlantai tiga atau empat. Merupakan salah satu gedung paling rendah di kawasan yang dipenuhi gedung jangkung ini. 

Dulu perkantoran ini bahkan pernah digunakan untuk kantor salah satu minuman Kesehatan. Kini gedungnya sudah tidak ada dan rata dengan tanah. 

Ternyata setelah saya mencari info lebih lanjut, gedung ini pernah terbakar ketika dibongkar pada awal 2022 lalu. Mungkin tidak lama lagi akan segera dibangun gedung pencakar langit. 

Berjalan di kaki lima di depan Wisma UIC di Gatot Subroto ini memang memerlukan keberanian tersendiri. Bukan hanya sempit dan kurang nyaman. 

Di berbagai tempat bahkan ada yang masih terbuka alias tanpa penutup sehingga kalau tidak hati-hati, kita bisa terperosok ke selokan. 

Belum lagi di Sebagian kaki lima itu juga masih berdiri kokoh berbagai jenis tiang, mungkin tiang listrik atau tiang lainnya dengan kabel yang terlihat tidak beraturan. Bahkan tidak jauh di dalam halaman gedung juga terdapat kabel tegangan tinggi. 

Kondisi Trotoar. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kondisi Trotoar. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sementara tepat di sisi jalan juga ada jalur khusus sepeda yang dicat warna hijau muda. Tampak asri dan manis, tetapi tidak seperti di Jalan Sudirman Thamrin yang kadang masih ada pesepeda. 

Siapa yang mau naik sepeda di Jakarta di siang hari di Jalan Gatot Subroto. Rasanya belum pernah saya lihat selama in walau sudah disediakan jalur yang cantik bahkan dengan lampu yang berkelip-kelip di malam hari. 

Akhirnya di jalur ini pun tampak sepeda motor termasuk Ojol melaju dengan santai. 

Tepat di dekat pintu masuk ke Wisma UIC ini juga kondisi kaki limanya masih dalam keadaan tidak atau kurang terawat. 

Ada yang bolong menganga dan hanya dikawal dengan sebuah traffic cone berwarna jingga. Bahkan ada sebagian penutup jalan yang menjorok hingga ke tepi jalan. Kalau malam hari tentunya sangat berbahaya lewat di sini.

Halte Menunggu Bus Pengumpan Tije. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Halte Menunggu Bus Pengumpan Tije. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Saya sudah berjalan beberapa ratus meter dan akhirnya sampai di sebuah halte atau perhentian Bus Pengumpan Trans Jakarta. Rute Tije yang lewat sini adalah bus 9D jurusan Tanah Abang Pasar Minggu. 

Bus ini memang melipir di tepian Thamrin dan Sudirman sampai Gatot Subroto dan tidak lewat jalur khusus Trans Jakarta di tengah jalan. Sayang tempat menunggu bus ini sama sekali tidak nyaman. 

Hanya berupa tanda Bus Stop bertuliskan Bus Pengumpan. Kalau menunggu bus penumpang masih harus berdiri di bawah terik matahari atau pun hujan. 

Berjalan sekitar beberapa ratus meter lagi saya pun sampai di depan Menara Mulia. sebuah gedung yang lumayan sudah berusia cukup lama di Jakarta ini dan konon memiliki gedung kembarnya di Amerika.

Di sini juga ada lagi tanda halte tempat menunggu bus pengumpan Trans Jakarta yang tertutup beberapa dahan dan dedaunan.

Masih di tempat yang sama, ada juga rambu bergambar sepeda dengan latar warna kuning. Di bawahnya tertulis "Hati-Hati. Lajur Sepeda" namun yang terlihat hanya lah kendaraan bermotor di tempat ini.

Hati-Hati Lajur Sepeda. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Hati-Hati Lajur Sepeda. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Akhirnya saya pun tiba di jembatan di atas Kali Krukut dan kemudian belok ke jalan kecil sebelum Gedung BPJS. Berakhir sudah jalan-jalan di siang hari menjajal kaki lima di Jalan Gatot Subroto yang sama sekali tidak direncanakan. 

Hanya karena halte bus way Gatot Subroto LIPI masih di renovasi. Saya pun ingat bahwa halte ini sudah lebih delapan bulan direnovasi namun hingga kini haltenya malah hilang semua dan belum tampak bangunan pengganti.

Secara umum, kaki lima di sepanjang Gatot Subroto ini memang kurang atau amat sangat tidak nyaman untuk berjalan kaki.

Selain sempit dan sebagian juga masih ada yang berlubang menganga siap menerima mangsa. Karena itu tidak mengherankan bila selama hampir dua puluh menit berjalan santai, saya tidak bertemu dengan satu pun pejalan kaki. 

Demikian nasib Jalan Gatot Subroto. Memang rancangannya agak sulit kalau ingin dibuat kaki lima yang lebih bersahabat seperti di Sudirman. 

Gedung-gedung di sepanjang jalan harus mau mengorbankan Sebagian halaman dan tempat parkir mereka. Karena itu bolehlah kalau kaki lima di Gatot Subroto ini dinobatkan sebagai anak tiri dibandingkan dengan Jalan Sudirman yang menjadi anak kesayangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun