"Memang benar saya yang memerintahkan untuk mengadakan department store di Jakarta. Bahkan bukan saja di Jakarta, tetapi insya Allah, nanti juga di kota lain-lain. Apa sebab? Sebabnya ialah kita hendak menyusun satu masyarakat yang adil dan makmur, masyarakat sosialisme Indonesia, masyarakat rakyat jelata mengecapkan kehidupan materiil yang layak, masyarakat yang dalam bahasa dalang dinamakan subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku. Subur segala hal yang dibeli. Dan ini adalah cita-cita bangsa Indonesia sejak beratus-ratus tahun. Subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku," demikian kutipan dari amanat Padaku Jang Mulia Presiden Sukarno kala itu.
Lalu ada juga kutipan mengapa toserba ini dinamakan Sarinah yang ternyata diambil dari nama pengasuh Bung Karno ketika kecil.
"Tatkala saya masih kecil, Ibu almarhum memberikan pengasuh saya ini kepada seorang wanita rakyat jelata yang bernama Sarinah. Sarinah inilah yang mendidik aku. Almarhum dia itu sudah. Moga rahmat Allah SWT selalu dilimpahkan kepadanya. Sarinah ini yang mendidik aku, membantu Ibuku, membantu Bapakku untuk mendidik aku, mendidik cinta kepada rakyat jelata, mendidik mengerti bahwa segala sesuatu di negeri kita ini tergantung daripada rakyat jelata."
Namun yang paling menggelitik dan mungkin terasa tidak sesuai lagi dengan zaman kini, adalah keberpihakan Bung Karno pada negara-negara sosialis pula yang menjadi alasan membangun Sarinah. Â Sarinah yang digadang-gadang untuk memamerkan barang produk dalam negeri. Â Hal ini dapat dibaca pada Alinea berikat dalam sambutan beliau.
"Maka demikian pula department store bukan sesuatu barang luxe, tetapi sesuatu barang vital untuk terselenggaranya sosialisme di Indonesia. Dan bukan di Indonesia saja, tiap-tiap negara sosialis di dunia ini mempunyai department store. Datanglah di Praha, datanglah di Moskow, datanglah di Warsawa, datanglah di Ulanbator, ada department store Saudara-saudara, sebagai distribusi aparat, sebagai prijs stabilisator."
Sejenak saya terpaku di hadapan salinan amanat Bung Karno ini dan kemudian membandingkannya dengan apa yang telah dialami Indonesia dan Sarinah kemudian. Â Yah sejarah memang telah berkata lain. Â Â
Dari relief ini, saya berjalan kembali menyusuri ruangan di lantai dasar dan kemudian menemukan relief yang lain. Ah ternyata bukan sebuah relief melainkan karya seni yang berjudul "Studi Relief dalam Jejaring,"Â Karya seni ini merupakan rekonstruksi alih media dari relief Sarinah yang diejawantahkan dalam jaring-jaring bekas nelayan dari pesisir pulau Jawa. Â Ini adalah karya seniman yang bernama Iwan Yusuf. Â Lumayan menarik melihat citra yang mirip dengan relief Sarinah dalam media jaring dan lokasinya tidak jauh dari relief yang menjadi ikon gedung ini.