Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ada Harta Karun Berupa Surat-Surat Emas Nusantara di Museum Ini

23 Oktober 2022   09:56 Diperbarui: 23 Oktober 2022   10:10 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah sejenak bersantai di Taman Lansia dan melihat patung Dinosaurus dan tiga butir telurnya, saya kembali melanjutkan perjalanan di pusat kota Bandung.  Kali ini dekat saja yaitu ke Museum Pos Indonesia yang ada di jalan Cilaki tepat di seberang Taman Lansia.

Gedung museum pos ini menjadi satu dengan gedung kantor pos pusat yang merupakan gedung tua peninggalan Belanda yang sangat indah dan letaknya tidak jauh dari Gedung Sate.

Monumen Perjuangan | Dokpri
Monumen Perjuangan | Dokpri

Di depan gedung ada sebuah tugu bernama Monumen Perjuangan Angkatan Muda PTT yang memperingati peristiwa pada 27 September 1945 ketika para pemuda mengambil alih kantor PTT dari Jepang menurunkan bendera Jepang dan menaikkan bendera merah putih. Tanggal 27 September ini kemudian diperingati sebagai Hari Bakti Postel.

Pada tugu ini, di bagian pedestal terdapat kutipan puisi Kerawang Bekasi karya Chairil Anwar sementara di atasnya terdapat nama-nama pemuda yang menjadi pahlawan PTT  berikut angka tahun 1945 hingga 1949.

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Saya memasuki gedung pusat pos dan terkesima dengan keindahannya. Ada tangga dengan bentangan karpet merah menuju ke lantai atas dan di beranda ada kursi meja antik yang menawan.

Saya kemudian memutar  bagian belakang gedung untuk mencari pintu masuk ke museum. Selain halaman luas yang indah dengan air mancur, ada juga pepohonan tua yang rimbun membuat suasana siang menjadi teduh.

Halaman yang asri | Dokpri
Halaman yang asri | Dokpri

"Museum Pos Indonesia' demikian tertulis di atas utama yang bentuknya indah dengan lengkungan yang khas.  Pintu ini diapit dengan sepasang lampu antik dan di lantai atas terlihat deretan jendela lorong selasar dengan tiang-tiang kecil yang tidak kalah indah.

Museum Pos | Dokpri
Museum Pos | Dokpri

Masuk ke museum ini ternyata gratis dan saya hanya perlu menulis nama serta alamat dan jumlah pengunjung.  Sebelum saya rupanya ada rombongan anak sekolah yang tadi saya lihat di Taman Lansia.  Jumlahnya cukup banyak yaitu 110 anak.

Pengembaraan di museum pos lumayan menarik karena begitu masuk saya langsung melihat pameran surat emas raja-raja dan naskah Nusantara.  Surat dan naskah ini ternyata merupakan koleksi Dari Inggris dan untuk memperingati lebih dari 400 tahun hubungan antra Inggris dan Nusantara serta menghormati keragaman dan kekayaan budaya tulis dan sarana komunikasi tradisional di Indonesia.

Surat Emas | Dokpri
Surat Emas | Dokpri

Alangkah asyiknya berkelana dalam dunia literasi dari abad-abad lampau. Ada sekitar seratus naskah dan surat yang dipamerkan.

Saya bisa melihat naskah berbahasa Melayu, naskah undang-undang Aceh, dan bahkan Hikayat Sri Rama dan Syair Berang-berang serta Bustan Al Salatin atau Taman Raja-Raka karya besar Nurudin Al-Ranin dari Aceh.

Selain itu juga dipamerkan surat-surat Sultan Syarif Kasim kepada Raffles pada 1811 yang meminta bantuan kepada Inggris untuk melawan lanun atau bajak laut sekalian mengucapkan Terima Kasih atas hadiah kain dan sepasang sepatu emas.  Juga ada surat tahun 1814 yang melaporkan bahwa Pontianak, Mempawah dan berbagai daerah di Kalimantan Barat sudah aman dari gangguan bajak laut.

Pameran Surat Emas | Dokpri
Pameran Surat Emas | Dokpri

Bukan hanya kepada Inggris, ada juga surat Sultan Syarif Usthman kepada gubernur jenderal Belanda di Batavia yaitu Van der Capellen pada 1825.

Di museum ini juga ada sebuah puisi yang ditulis untuk mengenang pahlawan PTT, Mas Suharto yang diculik Belanda pada saat agresi 19 Desember 1948. Hingga kini jejak Mas Suharto tidak dapat ditemukan.

Seribu tanya timbul terasa

Tak kudapat penawar hati

Si Anu tahu kata begini

Si Polan lihat kata begitu

Yang benar tetap membisu

Ku menjadi putus asa

Demikian nukilan puisi yang ditujukan buat Mas Suharto itu.  Tokoh pahlawan PTT yang mungkin kurang dikenal masyarakat luas.

Pengembaraan dilanjutkan dengan melihat peta Kode Pos di seluruh Indonesia dan gambar kegiatan pengiriman pos dari si pengirim hingga penerima.

Seragam pos | Dokpri
Seragam pos | Dokpri

Bahkan ada juga dipamerkan seragam pos dari masa ke masa. Peta negara-negara anggota Uni Pos Sedunia.  Nah di sini kita juga bisa melihat prangko pertama di dunia bernama Penny BlackBerry senilai satu penny yang diluncurkan Inggris pada 8 Mei 1840.

Penny Black | dokpri
Penny Black | dokpri

Berbicara tentang prangko yang sekarang ini memang sudah mulai memudar pemakaiannya karena kemajuan teknologi, sebenarnya memiliki banyak aspek yang dapat dipelajari dari prangko. Dengan melihat prangko kita dapat mengetahui lebih banyak mengenai suatu negara baik sejarah maupun budaya.

Nah di museum pos ini kita bisa melihat dan menghuni keindahan berbagai prangko dari seluruh dunia. Di antara nya dari  Trinidad Tobago dan Tanzania.

Perangko dari seluruh dunia | Dokpri
Perangko dari seluruh dunia | Dokpri

Bukan itu saja, masih banyak hal yang menarik yang bisa dilihat selain prangko terutama jenis-jenis kotak pos yang pernah dipakai baik di Indonesia dan juga peralatan kantor pos seperti alat untuk mengecap prangko dan  surat dengan tanggal yang sering kita lihat di surat maupun kartu pos yang kita terima.

Setelah sekitar satu jam lebih berada di dalam museum saya mulai menuju pintu keluar dan menemukan gambar gubernur Jendral William Van Imhof yang merupakan pendiri kantor pos pertama pada tahun 1746.

Gub Jenderal Willem Van Imhof | Dokpri
Gub Jenderal Willem Van Imhof | Dokpri

Perjalanan singkat ke museum pos ternyata memberikan banyak manfaat dan pengalaman menarik, terutama mengenal lebih jauh mengenai surat-surat emas dari Nusantara di zaman lampau.

Bandung, Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun