Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengungkap 5 Fakta Menara Syah Bandar dalam Kunjungan di Malam Hari

17 Oktober 2022   12:29 Diperbarui: 17 Oktober 2022   13:24 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sangat bersemangat sore itu.  Menjelang magrib saya sudah tiba di Stasiun Kota dengan naik KRL dan selanjutnya menyusuri jalan Lada menuju Kota tua serta dilanjut Jalan Tongkol dengan tujuan akhir Menara Syah Bandar yang menjadi mepo atau meeting point acara Night at the Museum yang diselenggarakan oleh Wisata Kreatif Jakarta.   

Sebuah acara yang pasti seru arena berkunjung ke museum di malam hari.  Persis seperti sebuah film dengan judul yang sama yang pernah top pada 2013 lalu.  Kali ini kita akan menjenguk Museum Bahari.

Kantor Galangan VOC: Dokpri
Kantor Galangan VOC: Dokpri

Sebenarnya waktu berkumpul adalah pukul 6.45 malam. Namun saya sudah tiba di seberang Menara Syah Bandar sekitar jam 6 sore ketika azan Magrib baru saja bergema beberapa menit yang lalu.   

Yang menarik adalah ramainya Jalan Pakin yang ada di depan Menara Syah Bandar ini, sangat kontras dengan Jalan Tongkol yang relatif mulai sepi ketika saya sempat menyusurinya dari Kota Tua.  

Selain ramai jalan ini juga dilewati banyak kendaraan besar yang mengangkut peti kemas.  Sekilas menara tua itu sudah memanggil-manggil sementara di seberangnya ada gedung bekas galangan kapal VOC yang masih memajang logo VOC di depannya.

Musalah di belakang menara Tera: Dokpri
Musalah di belakang menara Tera: Dokpri

Saya masuk ke halaman dan segera menemukan toilet dan musala di bagian belakang menara. Di sini cukup ramai yang mendirikan salat Magrib berjamaah.  Dan kemudian saya masih punya banyak waktu untuk sekedar menjelajah tempat ini sendirian sebelum rombongan berkumpul.

Jangkar dan pintu bawah tanah menara: Dokpri
Jangkar dan pintu bawah tanah menara: Dokpri

Saya mendekat ke bagian dasar menara dan melihat ada sebuah jangkar besar dan juga sebuah pintu kecil berbentuk lengkung.  Kemudian nanti dikisahkan bahwa pintu ini menuju ke tempat yang dulunya digunakan untuk menahan orang-orang yang melanggar aturan keimigrasian dan kepabeanan.   

Tidak jauh dari sini juga ada sebuah plakat yang terlihat sudah tua dimakan usia menjelaskan bahwa Museum Bahari ini diresmikan oleh Pj Gubernur KDKI Jakarta, Ali Sadikin pada 7 Juli 1977 alias tanggal cantik 7-7-77 lebih 45 tahun yang lalu.

Dua buah menara: Dokpri
Dua buah menara: Dokpri

Saya kemudian naik ke sebuah plaza kecil di depan menara.  Di dekatnya ada bangunan kecil yang dipergunakan sebagai tempat penyimpanan koleksi.   Sebenarnya ada dua buah menara di tempat ini, yang lebih tinggi adalah Menara Syah Bandar dan yang satu lagi lebih pendek dan hanya memiliki dua lantai lebih sering disebut sebagai Menara Tera.  

Tugu 8-7-77: Dokpri
Tugu 8-7-77: Dokpri

Di sini ada lagi sebuah prasasti dengan logo Jaya Raya bertuliskan angka tahun 1527-1977 dengan tulisan: "Tugu ini tegak disini pada peringatan Jakarta 450 tahun dipersembahkan kepada mereka yang pada masa lalu pernah Menyusun batu-batu bagi landasan pembangunan hari ini,"   Prasasti ini juga ditandatangani oleh Ali Sadikin pada tanggal yang sama 7 Juli 77.

Yang Tertinggi di Titik Nol: DOkpri
Yang Tertinggi di Titik Nol: DOkpri

Selin itu juga ada sebuah papan informasi yang berjudul "Yang Tertinggi di Titik Nol,".  Papan informasi ini menceritakan tentang Menara Syah Bandar atau De Uitkijk Post secara singkat.  

Dulunya di tempat ini berdiri bastion atau benteng Culemborg yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Antonio Van Diemen.  Dan Menara Syah Bandar yang ada sekarang ini dibangun pada 1839.  Juga dijelaskan bahwa seiring berjalannya waktu, menara ini kemudian mengalami kemiringan sehingga dijuluki juga Menara Miring atau Menara Pisa dari Jakarta.  Salah satu menyebab kemiringan mungkin adalah banyaknya kendaraan berat yang melewati kawasan ini.

Tidak lama kemudian Mbak Ira Latief ditemani Mbak Yuli dari Wisata Kreatif Jakarta dan Sebagian rombongan peserta tur sudah hadir. Sambil menunggu peserta yang lain, Mbak Ira mengajak kami yang sudah hadir untuk berkumpul sambil memperkenalkan diri dan juga menceritakan sekilas mengenai sejarah kota Jakarta dan Menara ini.

Ruang koleksi: Dokpri
Ruang koleksi: Dokpri

"Menara Syah Bandar ini dulunya merupakan pencakar langit paling tinggi di Batavia dan juga digunakan sebagai penanda Titik Nol Kota Batavia," demikian Mbak Ira memulai kisahnya. Kemudian dilanjut dengan peran Menara ini sebagai menara pengawas di Pelabuhan Sunda Kelapa dan juga sebagai tempat pemungut pajak bagi semua kapal yang datang ke Batavia.

Prasasti Cina: Dokpri
Prasasti Cina: Dokpri

Kami kemudian mulai memasuki ruang demi ruang yang ada di menara, Di salah satu ruangan  ada dua buah prasasti batu bertuliskan aksara Cina.  Prasasti pertama menjelaskan mengenai Meridian Utama yang melewati tempat ini sementara prasasti kedua konon merupakan Batu Nisan yang berasal dari akhir abad ke XIX.   Selain informasi mengenai prasasti Cina,  juga ada banyak informasi mengenai Garis Meridian. 

Foto lawas di atas menara: Dokpri
Foto lawas di atas menara: Dokpri

Kemudian kami naik ke pos paling atas melewati tangga kayu yang sudah berusia ratusan tahun. Karena itu jumlah pengunjung yang naik dibatasi hanya 15 orang.. Wah di atas ini kita bisa melihat Jakarta di malam hari secara 360 derajat. Di sini juga ada foto-foto kawasan di sekitar tempat ini dari masa ke masa. 

Pemandangan nan cantik: Dokpri
Pemandangan nan cantik: Dokpri

Dari atas ini terlihat sebagian Pelabuhan Sunda Kelapa dan juga museum Bahari serta sebagian tempat di sisi kanal yang dulunya merupakan Pasar Ikan. "Pasar ikan ini sekarang sudah dipindahkan ke Pasar Ikan Modern Muara Baru." Demikian ujar Mbak Ira sambil menjelaskan bahwa menara ini juga kadang bergoyang kalau ada kendaraan berat yang lewat dan karena itu sering juga disebut Menara Goyang.

Mengapa ada dua menara: Dokpri
Mengapa ada dua menara: Dokpri

Di kejauhan saya juga dapat melihat dua buah menara Masjid Luar Batang yang diterangi cahaya lampu di malam hari. Kami kemudian turun ke lantai bawah dan melihat informasi mengenai Bastion Culemborg yang dulu ada di tempat ini dan Bastion Zeeburg yang ada di bagian ujung Museum Bahari.   

"Di antara Zeeburg dan Culemburg ini dibangun Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Sisi Barat yang sekarang menjadi Museum Bahari," demikian sekilas nukilan dari informasi itu yang menjelaskan sejarah dan fungsi Museum Bahari yang dulunya dibangun sebagai gudang rempah-rempah.

Di sini juga ada penjelasan mengapa ada dua menara di tempat ini. Ternyata yang pertama dibangun pada 1839 dan merupakan menara yang lebih pendek dan hanya terdiri dari dua lantai.  Menara ini digunakan sebagai menara sinyal waktu atau kronometer yang sangat akurat sehingga bisa membantu kapal-kapal untuk menentukan waktu yang tepat.

Menara kedua yang lebih tinggi atau yang sekarang disebut Menara Syah Bandar sendiri baru dibangun pada 1850 dan kemudian digunakan sebagai menara pengawas sebagai mana dikisahkan sebelumnya.

Menara dari sudut lain: Dokpri
Menara dari sudut lain: Dokpri

Kami kemudian kembali ke halaman di depan menara sementara beberapa orang yang lain giliran naik ke atas.  Mbak Ira kemudian menunjukkan pintu ruang bawah tanah yang dulu digunakan sebagai tempat penahanan sementara. 

Dijelaskan juga adanya rumor atau anggapan bahwa dari bawah menara ini terdapat Lorong bawah tanah yang menuju ke Stadhuis atau Museum Sejarah Jakarta dan bahkan ada Lorong yang sampai ke Benteng Frederik Hendrik di kawasan Weltevreden yang sekarang menjadi masjid Istiqlal.   Sayangnya belum ada penelitian arkeologis lebih lanjut untuk membuktikan rumor atau anggapan ini.

Foto bersama: Dokpri
Foto bersama: Dokpri

Sekitar pukul 7.15, semua peserta Wisata Night at the Museum sudah hadir dan dibagi dalam dua rombongan. Yang pertama dipimpin oleh Mbak Yuli sebagai pemandu, dan yang kedua bersama mbak Ira Latif.   Yang baru datang ini kemudian memasuki menara dan juga Sebagian naik ke atas menara pandang atau Uitkijk Post yang disebut dengan Menara Syah Bandar.

Nah untuk perjalanan ke Museum Bahari akan saya ceritakan dalam artikel berikutnya. Sementara itu mari kita nikmati kembali suasana di sekitar Menara Syah Bandar di malam hari. Setelah datang ke sini barulah terungkap sebagian sejarahnya dan mengapa Menaranya sendiri ada dua buah.

Night at the Museum: Dokpri
Night at the Museum: Dokpri

Sebagai penutup, ada baiknya disimpulkan beberapa fakta menarik dalam kunjungan pada malan hari ini:

1.Menara Syah Bandar dan Museum Bahari diresmikan oleh Ali Sadikin pada tanggal cantik 7-7-77  dalam rangak HUT DKI Jakarta yang 450.

2. Menara Syah Bandar disebut juga Menara Pisa atau Menara Miring dari Jakarta, karena mengalami kemiringan beberapa derajat dan kadang disebut juga Menara Goyang.

3.Ada dua prasasti dengan aksara Cina yang masih kurang jelas sejarahnya. Yang pertama  menceritakan tentang garis meridian dan kedua merupakan batu nisan.

4. Ada dua menara di sini. Pertama menara yang didirikan pada 1839 yang disebut Menara Tera dan yang kedua dibangun padan 1850 yang sekarang disebut Menara Syah Bandar atau Uitkijk Post.

5, Banyak orang yang percaya bahwa dari bawah menara ini, ada Lorong yang menuju ke Museum Sejarah Jakarta dan bahkan sampai ke Masjid Istiqlal.

Terima kasih sudah membaca.

Foto-foto: Dokumentasi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun