Bakpia merupakan kuliner khas yang paling sering dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan domestik yang mampir ke Yogya. Tentunya ada juga gudeg, namun karena bakpia lebih praktis dan pada umumnya lebih awet dan tahan lama, maka oleh-oleh Bakpia jauh lebih popular.Â
Konon menurut sejarahnya bakpia berasal dari negeri Tiongkok dan diperkenalkan pada awal abad ke dua puluh di Yogya dengan nama Tou Luk Pia yang berarti Kue Kacang Hijau. Hal ini karena memang bakpia yang asli berisi kacang hijau walau pada perkembangannya sekarang banyak yang memiliki variasi isi seperti cokelat keju dan lain sebagainya.Â
Kalau pada awalnya diperdagangkan tanpa merek dan masih menggunakan besek, kini bakpia hadir dengan bermacam kemasan dan merek terutama Bakpia Pathuk dengan berbagai jenis angka seperti 75, 99, 25 dan lain sebagainya. Bahkan juga ada Bakpia Raminten. Â Nama Pathuk sendiri berasal dari nama kampung di kota Yogya yang sejak dulu hingga kini menjadi sentra industri bakpia.Â
Malam itu, kebetulan saya ingin membeli bakpia dan melewati sebuah toko bakpia yang lumayan terkenal di Jalan Ngasem. Toko ini sering saya lewati, tetapi belum pernah mampir. Suasana toko biasanya tidak pernah sepi dengan pembeli. Terbukti dengan banyak kendaraan yang parkir termasuk abang becak yang menunggu penumpangnya sedang berbelanja.Â
Masuk ke dalam toko, suasana tampak sangat ramai. Bahkan antrean di depan kasir juga sudah cukup panjang. Â Di sini ternyata dijual banyak kuliner khas dari berbagai daerah di sekitar Yogya. Selain bakpia ada Wingko Babat yang khas Semarang, ada Yangko yang khas Kotagede, Geplak Bantul dan juga Getuk Magelang.
Makanan tersebut dipajang rapi baik di rak di dekat dinding maupun di meja besar yang ada di tengah ruangan. Ada Bakpia kacang hijau, bakpia cokelat, dan juga ada yangko serta geplak. Semua berjejer rapi menanti pembeli. Â
Tiba-tiba saja dari sudut toko muncul seorang karyawati yang membawa beberapa dus karton bakpia yang masih hangat karena baru diambil dari oven. Â Bakpia ini ternuata bisa dicicipi secara gratis. Â Saya segera mencicipi beberapa potong baik yang rasa kacang hijau maupun rasa cokelat. Wah rasanya jauh lebih enak dan nikmat dibandingkan dengan bakpia yang sering saya makan karena masih segar dan hangat. Â Â Para pembeli lain juga segera menyerbu bakpia hangat yang segera ludes dalam waktu sekejap. Â Rupanya sambil membeli dan menunggu antrean membayar, kita juga dapat mencicipi bakpia gratis.
Saya kemudian berpindah ke ruangan yang ada di samping toko. Di sini rupanya proses pembuatan bakpia dilakukan dan dapat disaksikan langsung oleh calon pembeli. Â Bakpia yang masih hangat tampak ditarik dari open ukuran raksasa. Â Bakpia ini kemudian ditaruh di dalam tampah dan disortir sebelum dimasukkan ke dalam kotak dus karton sesuai rasanya masing-masing. Â Bakpia yang masih panas dibiarkan terbuka dahuu sebelum ditutup.
Di bagian dalam ruangan, saya melihat beberapa deret meja dan ibu-ibu serta remaja putri yang sedang bekerja baik menyiapkan adonan bakpia termasuk kulit dan juga adonan isinya, baik kacang hijau maupun coklat. Mereka berseragam batik dan kebanyakan memakai hijab serta duduk di kursi plastik berwarna merah.
Di meja pertama , adonan bakpia ada yang masih berbentuk bulat panjang dan meliuk bagaikan ular. Dan ada yang sudah dipotong kecil-kecil sesuai ukuran bakpia. Â Adonan ini berwarna kuning muda dan diberi sejenis tepung warna putih agar tidak lengket. Ada juga adonan yang masih berbentuk besar mirip bantal kecil. Uniknya pemotongan dilakukan dengan alat yang khas berbentuk segi empat yang tinggal ditekan-tekan sesuai ukuran yang diinginkan.
Di meja lain adonan ini dimasukkan dengan adonan isi  dan kemudian bakpia dijejer rapi dalam Loyang besar yang siap dipanggang sesuai jenisnya. Tampak tumpukan Loyang yang lumayan banyak karena sekali memanggang dapat masuk lumayan banyak di dalam oven raksasa. Bukan hanya ada satu open, tetapi ada beberapa open yang terus menerus memanggang bakpia-bakpia ini.
Di sudut yang lain, ada juga tumpukan tampah yang akan digunakan untuk meletakkan bakpia yang sudah dipanggang dan mebiarkannya beberapa saat sebelum dimasukkan ke dalam kotak.Â
Tidak berapa lama kemudian, beberapa dus bakpia hangat yang baru selesai dipanggang juga siap diedarkan ke pengunjung sebagai cicipan. Â Ada tiga orang gadis yang juga tampak sibuk mencicipi bakpia hangat ini. Mereka juga ikut menawarkan saya untuk mencicipi lagi beberapa buah bakpia.
Puas mencicipi beberapa buah bakpia dalam berbagai rasa, saya kemudian membeli beberapa dus baik bakpia, yangko dan berbagai jenis kuliner daerah lainnya.
Asyik juga berbelanja bakpia, sambil mencicipi gratis dan sejenak melihat proses pembuatannya.Â
Foto-foto: Dokumentasi Pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H