Di bagian dalam ruangan, saya melihat beberapa deret meja dan ibu-ibu serta remaja putri yang sedang bekerja baik menyiapkan adonan bakpia termasuk kulit dan juga adonan isinya, baik kacang hijau maupun coklat. Mereka berseragam batik dan kebanyakan memakai hijab serta duduk di kursi plastik berwarna merah.
Di meja pertama , adonan bakpia ada yang masih berbentuk bulat panjang dan meliuk bagaikan ular. Dan ada yang sudah dipotong kecil-kecil sesuai ukuran bakpia. Â Adonan ini berwarna kuning muda dan diberi sejenis tepung warna putih agar tidak lengket. Ada juga adonan yang masih berbentuk besar mirip bantal kecil. Uniknya pemotongan dilakukan dengan alat yang khas berbentuk segi empat yang tinggal ditekan-tekan sesuai ukuran yang diinginkan.
Di meja lain adonan ini dimasukkan dengan adonan isi  dan kemudian bakpia dijejer rapi dalam Loyang besar yang siap dipanggang sesuai jenisnya. Tampak tumpukan Loyang yang lumayan banyak karena sekali memanggang dapat masuk lumayan banyak di dalam oven raksasa. Bukan hanya ada satu open, tetapi ada beberapa open yang terus menerus memanggang bakpia-bakpia ini.
Di sudut yang lain, ada juga tumpukan tampah yang akan digunakan untuk meletakkan bakpia yang sudah dipanggang dan mebiarkannya beberapa saat sebelum dimasukkan ke dalam kotak.Â
Tidak berapa lama kemudian, beberapa dus bakpia hangat yang baru selesai dipanggang juga siap diedarkan ke pengunjung sebagai cicipan. Â Ada tiga orang gadis yang juga tampak sibuk mencicipi bakpia hangat ini. Mereka juga ikut menawarkan saya untuk mencicipi lagi beberapa buah bakpia.
Puas mencicipi beberapa buah bakpia dalam berbagai rasa, saya kemudian membeli beberapa dus baik bakpia, yangko dan berbagai jenis kuliner daerah lainnya.
Asyik juga berbelanja bakpia, sambil mencicipi gratis dan sejenak melihat proses pembuatannya.Â
Foto-foto: Dokumentasi Pribadi