What you do here
What you see here
What you read here
Let it stay
(Cuplikan dari sebuah papan yang berisi kata-kata bijak di Museum Sandi.)
Siang itu, saya kebetulan berada di Kawasan Kota Baru di Yogya, sebuah daerah yang sangat khas dan unik dengan rumah dan bangunan tua bergaya Indies yang selalu menawan. Â Siapa sangka di sini saya secara tidak sengaja bertemu dengan bangunan yang menarik walau kurang dikenal oleh wisatawan, bahkan oleh penduduk Yogya sendiri. Namanya Museum Sandi dan alamatnya di Jalan Faridan M Noto no 21, sebenarnya masih bertetangga dengan House of Raminten loh.
Memasuki halamannya yang lumayan luas, sekilas bangunan bertingkat dua yang didominasi warna kuning kecokelatan ini tampak cantik dengan jendela-jendela yang besar baik di lantai satu maupun dua. Di halaman ini terdapat sebuah tugu dengan miniatur mirip antena yang dikurung di dalam sebuah lingkaran-lingkaran berbentuk bola. Â Di bagian bawahnya ada Nama Museum Sandi.
Selain itu ada juga papan informasi yang menjelaskan bahwa gedung ini merupakan cagar budaya dan kilasan sejarah gedung yang dulunya pernah digunakan oleh Badan Perpustakaan Daerah dan juga sebagai kantor Kementerian Luar Negeri RI pada masa perjuangan ketika Yogya menjadi ibu kota negara.
Di bagian atas pintu masuk gedung juga ada papan nama bertuliskan Museum Sandi lengkap dengan logo yang mirip dengan tugu yang ada di halaman.  Memasuki beranda, museum ini terlihat sepi, ada seorang petugas yang meminta saya untuk mengisi buku tamu. Dan setelah itu pengunjung bisa masuk dengan gratis. Asyiknya lagi disediakan  pemandu wisata sehingga pengunjung bisa mendapatkan penjelasan dan kisah-kisah di balik benda-benda yang dipamerkan.
Di beranda ini juga terdapat prasasti peresmian Museum Sandi pada 29 Januari 2014 yang ditandatangani bersama oleh Kepalan Lembaga Sandi Negara, Djoko Setiadi dan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Ruang pertama yang saya masuki disebut Ruang Intro untuk memperkenalkan pengunjung kepada dunia persandian. Â Di sini diputarkan video dengan durasi sekitar 10 menit mengenai sekilas Kriptografi baik yang ada di dunia internasional maupun Indonesia. Juga ada denah museum dan alur pengunjung.
Kemudian kami memasuki ruang demi ruang di museum ini untuk mengembara di dunia persandian. Misalnya ada tablet Tulisan paku atau Kuneiform yang digunakan Bangsa Sumeria sekitar 4000 SM, Â yang membawa pesan-pesan rahasia. Â Juga dipamerkan alat sandi yang digunakan oleh kaisar Romawi Julius Caesar yang disebut dengan Caesar Ciphe yang merupakan bentuk sandi geser yang sederhana.
Bahkan di salah satu pojok ruangan ada juga bentuk sandi yang menggunakan tato dimana pesan yang ditulis ditato di kepala budak yang dikirim dan baru bisa dibaca ketika rambutnya dicukur.
Pengembaraan di museum Sandi berlanjut terus dan di ruangan yang lain yang mengisahkan sekilas sejarah Persandian di Indonesia yang dimulai sejak jaman perjuangan. Dimulai dengan nama Dinas Kode pada 1946 dan ada Diorama Menteri Pertahanan Amir Syarifudin sedang melantik dr Roebiono Kertopati yang kemudian dijuluki sebagai Bapak Persandian Indonesia. Â Beliau inilah yang banyak mencitakan sandi yang digunakan di Indonesia.
Pentingnya Sandi ini dapat kita lihat pada sebuah prasasti yang ada di museum ini bertuliskan "Ingatlah Bahwa Kechilafan satu orang sahaja tjukup sudah menjebabkan keruntuhan negara, dr Roebiono Kertopati." Â Â Prasasti ini dipajang di dekat display bergambar berbagai jenis mesin sandi.
Di ruangan yang lain juga terdapat diorama atau replika Rumah Sandi yang aslinya terletak di Kulon Progo. Rumah Sandi ini dulu digunakan semasa perjuangan dan kala itu masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana.
Berbagai jenis mesin dan peralatan yang digunakan di dunia kriptografi dipamerkan di museum ini. Kita bisa melihat sambil mempelajari kegunaan dan juga sejarahnya. Di lantai dua gedung juga ada sebuah peta lama kawasan Kota Baru alias Nieuwe Wijk dengan beberapa lokasi penting serta nama-nama jalan yang masih berbahasa Belanda. Jalan Faridan M Noto sendiri masih bernama Kroonsprins Laan alias Lorong Putra Mahkota. Â Di dekatnya ada Jalan Sabirin yang duu bernama Soembing Laan dan juga Jalan I Dewa Nyoman Oka yang dulu bernama Sultans Boulevard.
Di salah satu ruang juga terdapat gambar besar bertuliskan Museum Sandi dengan gambar sketsa gedung ini dan semboyan  Explore the secrets of code and Cryptology di bagian bawahnya .
Demikianlah setelah sekitar 45 menit  mengembara di dunia persandian, saya kemudian meninggalkan museum ini untuk melihat-lihat tempat menarik lain di kota Yogya. Pelajaran yang didapat setelah mampir ke Museum Sandi adalah banyaknya peran yang dimainkan oleh dunia Kriptografi pada masa perjuangan kemerdekaan.
Sayang museum ini sering dilewatkan begitu saja oleh para pengunjung dan wisatawan yang mampir ke Yogya. Terbukti selama hampir satu jam di sini, sama sekali tidak ada pengunjung lain yang datang.
Foto-Foto: Dokpri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H