Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Dua Gerai di Kota Tua Jakarta yang Penuh Inspirasi

18 Agustus 2022   10:14 Diperbarui: 18 Agustus 2022   10:17 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkunjung ke Kota tua Jakarta memang selalu mengasyikkan. Selain melihat gedung-gedung tua bersejarah baik yang dalam keadaan sudah baik, sedang direnovasi ataupun yang masih terbengkalai, akan banyak pengalaman yang kadang penuh kejutan dan inspirasi. Yuk kita ikuti kisah jalan-jalan bertema kuliner yang dipandu oleh Wisata Kreatif Jakarta bersama Koteka Trip Kompasiana kali ini.

Setelah menguak rahasia di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta, Ira Latief melanjutkan perjalanan memutari Taman Fatahillah dan kembali di dekat pintu masuk museum. Di seberangnya terdapat deretan bangunan tua yang tidak kalah cantik seperti Malacca Toast yang sudah tutup dan juga Kedai Seni Djakarte.  

Magic Art 3 D: Dokpri
Magic Art 3 D: Dokpri

Kami kemudian memasuki gedung Kerta Niaga yang di depanya tertulis Magic Art 3 D Museum.  Kami terus memasuki gedung tua ini dan akhirnya bertemu dengan Kafe yang dicari yaitu Acaraki. Di atas pintu masuk, ada lambang Acaraki berbentuk siluet wayang yang sedang meracik minuman.

Memasuki kafe, saya terkagum dengan interiornya yang manis dan bernuansa kafe kekinian.  Tata letak meja dan kursinya sangat minimalis. Ketika masuk, hal pertama yang menarik adalah dinding di sebelah kanan yang dihiasi sebuah rak berisi sebuah TV kecil zaman baheula, dan buku-buku pernak-permak lain yang lebih mirip sebuah rumah tempat tinggal bernuansa modern.  Bagian atas dinding juga dilapisi batu alam berbentuk model bata yang cantik.    Tempat kasir dan meracik jamu ada di bagian tengah dan mirip di bar. Berbagai peralatan meracik jamu yang lebih mirip tempat meracik kopi ada di sini.

Demo meracik jamu: Dokpri
Demo meracik jamu: Dokpri

Mas Ridho kemudian memperagakan cara meracik jamu sambil menjelaskan prosesnya.  Dengan cekatan dia memperlihatkan kunyit dan kemudian memasukkan ke dalam blender, lalu kemudian mencampur dengan es dan bahan lain lalu kemudian dimasukkan ke mesin untuk dipres sehingga siap untuk disajikan menjadi Golden Sparkling. Yaitu jamu kunyit asam dengan rasa dan tampilan modern.

Golden Sparkling
Golden Sparkling

Tujuan utama Kafe Jamu Aracaki ini memang untuk mengubah paradigma jamu tradisional yang selama ini dianggap kuno dan kadang kurang higienis karena penampilan mbok jamu gendong. Karena itu dengan menggunakan Teknik dan peralatan yang modern, maka kaum milenial pun akan biasa menikmati jamu seperti menikmati kopi di kafe dengan suasana yang menyenangkan sambil bersantai atau bekerja.

Di sini , kita juga bisa mendengar sekilas mengenai asal kata Jamu, yang berasal dari bahasa Jawa kuno Jampi yang berarti mantra dan Oesodo atau Husodo yang berati Kesehatan. Singkatnya kata jamu berarti mantra untuk Kesehatan.  Demikian jelas Mas Ridho. 

Selain meracik Kunyit Asem, Mas Ridho juga kemudian melanjutkan dengan menu andalan berikutnya yaitu Saranti. Jamu ini khas karena dicampur dengan cream dan susu. Bahan utamanya adalah beras dan kencur. Bahkan dijelaskan juga ada berbagai jenis berasa kencur dari berbagai daerah yang bisa dibedakan dengan hanya mencium aromanya.  Beras kencur yang dicampur sedikit jahe dan ari gula kemudian dimasukkan ke dalam blender. Dan selanjutnya  dicampur dengan es, krim susu dan dipres.  Hasilnya adalah jamu dingin berwarna utih dominan yang memiliki rasa unik. 

Koteka Trip menikmati jamu: Dokpri
Koteka Trip menikmati jamu: Dokpri

Rombongan Koteka Trip langsung mencicipi jamu Kunyit Asam yang berwarna kuning keemasan dan juga Saranti tadi dan langsung bisa merasakan kesegaran yang hadir di tenggorokan.   Yang unik adalah asa-usul nama Saranti yang ternyata diambil dari singkatan dua nama peraciknya yaitu Sari dan Ranti. 

Selain dinikmati langsung di gerai, berbagai menu andalan Aracaki juga dapat dibawa pulang dan sudah siap dalam kemasan.  Ada yang dalam bentuk kaleng seperti Golden Sparkling dan ada juga yang memakai merek Wilwatikta yaitu nama lain Majapahit dari jaman baheula.

Berabagai jenis baha jamu: Dokpri
Berabagai jenis baha jamu: Dokpri

"Oh Yah, Aracaki sendiri diambil dari nama profesi peracik jamu di jaman Majapahit," demikian ujar Ira Latief dan saya juga sempat melihat sebuah plakat kecil di dekat kasir di mana kafe ini merupakan salah satu tempat yang mendapat rekomendasi dari Wisata Kreatif Jakarta.

Wah ternyata berkunjung ke kota tua, kita dapat mengalami, menikmati dan sekaligus mengetahu suatu tempat yang memberikan inspirasi baru.  

Nah masih ada satu tempat lagi kuliner lagi yang akan dikunjungi Koteka Trip bersama Wisata Kreatif Jakarta kali ini. Tetapi sebelumnya kita akan mampir untuk nonton wayang dulu.  Kisah mengenai wayang akan ditulis dalam artikel berbeda. 

Singkat kata setelah menyaksikan wayang , kami terus berjalan di sepanjang Kali Besar dan kemudian belok ke kanan sehingga sampai di depan Halte TransJakarta. Di sini, kami masuk ke sebuah bangunan tua yang juga tidak kalah cantiknya.  Tempat ini bernama Kafe Sunyi.

Kafe Sunyi: Dokpri
Kafe Sunyi: Dokpri

Ini adalah Kafe Sunyi, sebuah kafe yang memang sunyi karena seluruh pekerja di sini adalah kaum difabel penyandang tuna rungu atau tuna wicara.  Karena itu, pelanggan diharapkan berkomunikasi dengan karyawan atau karyawati dengan menggunakan bahasa isyarat.

Rotterdamsche Lloyd: Dokpri
Rotterdamsche Lloyd: Dokpri

Kami naik ke lantai dua melalui tangga besar yang cantik. Di dinding ada lambang Rotterdamsche Lloiyd, yang konon merupakan perusahaan pelayaran yang cukup kondang di zaman Belanda.  Lokasi Kafe Sunyi ini kebetulan berdampingan dengan Mula yang menawarkan berbagai jasa seperti Co Working Space. Saya juga sempat mampir ke lantai tiga gedung ini dan meneukan sebuah musolah yang bersih, luas , dan nyaman. Fathan Mubina  namanya.

Mula Kota Tua: Dokpri
Mula Kota Tua: Dokpri

Peserta Koteka Trip juga belajar menggunakan bahasa Isyarat seperti bagaimana memperagakan kata Saya, Mau, Pesan dan kemudian bika ingin kopi atau minuman lainnya bisa tinggal menunjuk gambarnya saja.  Juga diajarkan bagaimana memperagakan kata Saya Cinta Kamu dan ada sebuah petunjuk untuk memperagakan setia abjad menggunakan isyarat tangan. 

Bahasa Isyarat: Dokpri
Bahasa Isyarat: Dokpri

Ira Latief juga terus berkomunikasi dengan Mbak Vina yang bekerja di Kafe Sunyi ini baik menggunakan bahasa Isyarat maupun sesekali bahasa verbal.  Ternyata deretan kemasan kopi susu gula aren juga sudah disiapkan bagi peserta Koteka Trip kali ini. Acara dilanjutkan dengan kuis dan membagikan door prize.   Secara resmi Koteka Trip bersama Wisata Kreatif ke kota tua sudah selesai, walaupun begitu, bagi yang berminat dapat dilanjutkan bersantai di Caf Batavia karena malam nanti Pak Tjiptadinata bersama istri juga akan bergabung.

Musolah Fathan Mubina: Dokpri
Musolah Fathan Mubina: Dokpri

Menu di Kafe Sunyi ini mungkin dapat dijumpai di gerai kopi kekinian yang banyak bermunculan- dimana-mana. Namun inspirasi dan semangat yang ada di baliknya yang patut kita hargai.  Memberdayakan kaum disabilitas sehingga bisa hidup mandiri merupakan karya yang sangat inspiratif.  Setidaknya kunjungan ke Aracaki dan Kafe Sunyi memang memberikan dimensi lain dari fakta yang ada di Kota Tua, di tengah kota Jakarta yang katanya kejam dan menakutkan, kita masih bisa menemukan nilai-nilai kemanusian yang penuh semangat berbagi serta tidak lupa menghidupkan kembali dan melestarikan nilai warisan budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun