Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ada Rahasia Apa di Halaman Belakang Museum Sejarah Jakarta?

17 Agustus 2022   17:54 Diperbarui: 17 Agustus 2022   20:40 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Tua Jakarta.  Sebenarnya saya sudah berkunjung ke sini berulang kali sehingga saya lupa menghitungnya.  Namun entah mengapa, setiap ada teman yang mengajak, atau hanya sekedar menghabiskan waktu senggang, apalagi ada acara khusus di sini, saya selalu berusaha untuk turut serta. Demikian pula dengan acara Koteka Trip bersama Wisata Kreatif Jakarta yang diadakan pada satu hari menjelang HUT Proklamasi ke 77.

Gedung BNI dan Stasiun Beos: Dokpri
Gedung BNI dan Stasiun Beos: Dokpri

Pukul 14 kurang 10 menit, saya sudah keluar dari Stasiun Kota dan langsung disambut wajah baru Jalan Lada yang dulunya semerawut dengan lalu lintas kini berubah menjadi wilayah pedestrian yang nyaman.  Memang belum sepenuhnya selesai, namun kini gedung BNI, di sebelah timur dan beberapa gedung tua seperti Rumah Makan Padang dan juga sisi timur Gedung Museum Sejarah Jakarta yang merupakan pintu keluar terlihat jauh lebih rapi dibandingkan sebelumnya.   Saya sendiri sekitar dua bulan sebelumnya sempat bertandang ke kawasan ini.

RM Padang : Dokpri
RM Padang : Dokpri

Saya terus melangkah memasuki Taman Fatahillah dan pemandangan yang familier langsung menyambut. Gedung-gedung tua nan cantik, sepeda ontel yang berhias medok serta orang-orang yang lalu Lalang. Kebetulan siang itu suasana tidak terlalu ramai. Sebagian besar teman-teman Koteka Kompasiana sudah siap berkumpul di depan Caf Batavia yang menjadi titik berkumpul.  Tetapi sambil menunggu beberapa teman yang belum muncul dan juga waktu masih belum pukul 2 siang, saya mampir dulu ke sebuah mini market untuk membeli es krim favorit.   Lumayan untuk membuat tubuh dan jiwa menjadi lebih adem.

Tidak lama kemudian Mbak Gana dan keluarganya pun tiba . Mbak Gana bersama suami dan kedua putri nya khusus datang dari Jerman untuk ikut acara ini dan bertemu teman-teman Koteka. Sudah cukup lama kami tidak bertemu langsung dan selama ini lebih banyak bertegur sapa melalui zoom meeting via Koteka Talk.   Singkat kata acara langsung dibuka oleh tuan rumah yaitu Ira Latief dari Wisata Kreatif Jakarta.

Ira Latief memulai dengan sedikit latar belakang mengapa dia juga sama seperti saya suka sekali dengan Kota Tua. Menurutnya Kota Tua perlu lebih banyak lagi diperkenalkan baik kepada wisatawan asing dan juga kadang kepada penduduk Jakarta sendiri. Menurutnya banyak sekali hidden gems atau permata tersembunyi yang perlu dijelajahi agar kita lebih mengenal kawasan ini. 

Ira Latief dan Koteka : Dokpri
Ira Latief dan Koteka : Dokpri

Menurut Ira, Jakarta atau lebih tepatnya Batavia pada masanya kejayaannya merupakan bandar atau kota Pelabuhan paling penting di Asia Tenggara.  Tentu saja Singapura pada saat itu boleh dibilang belum tampil di dunia internasional seperti sekarang dan karena di Batavia ini pula pusat VOC, sebuah perusahaan dagang multinasional pertama dan terbesar di dunia bermarkas.   Ira bercerita sekilas mengenai Gedung Museum Sejarah Jakarta yang dulunya pernah menjadi Balai Kota Batavia dan juga Kantor Gubernur sebagaimana masih terukir kata "Gouverneur Kantoor" di fasad depan gedung berwarna putih dan sangat bersejarah ini.  

Tidak lupa juga dikisahkan mengenai Meriam Sijagur yang konon berkhasiat bisa membantu perempuan menjadi hamil bila megelus-ngeus meriam tersebut dan juga tentang lonceng di Balai Kota yang dibunyikan untuk memanggil penduduk bila ada eksekusi hukuman mati. 

Salah satu sudut Taman Fatahillah: Dokpri
Salah satu sudut Taman Fatahillah: Dokpri

Tujuan pertama Koteka Trip kali ini adalah halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.  Ada dua tempat menarik yang ada di sini. Pertama adalah patung Hermes dan kedua adalah penjara bawah tanah.  Patung Hermes yang terbuat dari perunggu setinggi sekitar 2 meter dengan pose sedang berdiri di atas sebuah bola dengan satu kaki. Tangan kanannya di acungkan seakan menghujam ke langit sementara tangan kiri memegang tongkat bersayap yang dililit dua ekor ular.  Pada plakat di bagian pedestal dijelaskan bahwa Hermes adalah dewa dalam mitologi Yunani yang merupakan anak Dewa Zeus. Dia adalah dewa perdagangan, kekayaan, keberuntungan, dan lebih sering digambarkan sebagai dewa pembawa pesan.  Salah satu ciri khas Hermes adalah sandalnya yang bersayap.  

Patung Hermes: Dokpri
Patung Hermes: Dokpri

Nah yang perlu diperhatikan adalah bahwa dulu patung Hermes ini diletakan di jembatan Harmoni dan baru pada 1999 dipindahkan ke halaman belakang museum ini sementara di Harmoni kemudian dipasang replika patungnya.  Beberapa tahun lalu semat ada berita unik mengenai replika patung Hermes yang di jembatan Harmoni. Konon ada orang yang sempat memberi kain untuk menutupi tubuh Hermes yang telanjang.  Ada -ada saja.

Penjara bawah tanah: Dokpri
Penjara bawah tanah: Dokpri

Kami kemudian mampir sebentar menjenguk penjara bawah tanah. Menurut Ira Latief, disinilah tempat orang-orang ditahan sebelum diputuskan nasibnya apakah akan dihukum mati atau hukuman lainnya. Setiap sel yang ukurannya tidak terlalu besar itu bisa memuat 50 orang narapidana dan juga masih ada bola-bola besi yang duku digunakan untuk mengikat kaki mereka. 

Namun tujuan utama Koteka ke Museum Sejarah Jakarta sebenarnya bukan untuk melihat Hermes atau penjara bawah tanah. Karena tema perjalanan kali ini adalah mencicipi berbagai jenis kuliner.  Di sini terdapat beberapa kuliner tradisional Betawi yang mungkin sulit ditemukan di tempat lain.

Es Selendang Mayang: Dokpri
Es Selendang Mayang: Dokpri

Salah satunya adalah Es Selendang Mayang. Makanan khas Betawi ini pernah saya coba beberapa kali termasuk di Kampung Setu Babakan.  Penjual memperagakan bagaimana menyajikan es yang bahannya adalah kue pepe atau kue lapis warna merah putih hijau yang terbuat dari tepung hunkue.  Setelah itu kue ini dicampur dengan potongan es dan diberi santan serta sirop gula Jawa. Di sini segelas es selendang mayang dibanderol 8 ribu rupiah. Saya sempat mencobanya dan rasanya segar dan nikmat. 

Antre es: Dokpri
Antre es: Dokpri

Selain itu ada juga dijajakan Kerak Telor yang disebut oleh Ira Latief sebagai Batavia Omelette.  Biasanya Kerak Telor banyak dijajakan sewaktu PRJ.  Nah di sini kita bisa memilih yang menggunakan telur ayam atau telur bebek.  Salah satu hal yang menyenangkan adalah menyaksikan abang penjualnya membuat kerak telor yaitu dengan cara memanggang telur tersebut bolak balik sambil membalik kuali kecil yang digunakan. Satu porsi kerak telor dijual dengan harga 20 Ribu saja. Namun karena masih kenyang, saya tidak mencoba kerak telor di sini.

Tahu Gejrot: Dokpri
Tahu Gejrot: Dokpri

Makanan tradisional terakhir adalah Tahu Gejrot yang sebenarnya merupakan makanan dari Cirebon. Makanan ini merupakan tahu goreng yang dipotong-potong dan disajikan dengan bumbu yang khas berbahan kecap manis yang dicampur dengan asam, cabai, irisan bawang merah , putih, asam jawa yang ditumbuk. Rasanya konon nano-nano dan mengasyikkan.

Nah selesai di bagian pertama Koteka Trip di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta, Ira Latief segera mengajak kami untuk menuju ke tujuan selanjutnya. DI pintu keluar ada sebuah peta Batavia lama di dinding yang menggambarkan kota Batavia dengan kanal-kanalnya. Namun yang ingin ditunjukkan kepada kami adalah beberapa lokasi yang menjadi tempat eksekusi para penjahat yang dihukum gantung. Wah serem juga yah.

Bersama Koteka Trip dan Wisata Kreatif Jakarta, kita sudah  menguak sebagian rahasia yang ada di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta. Dari Patung Hermes yang telanjang, hingga es seledang mayang dan Kerak Telor nan lezat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun