Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ketika Bendera Belanda, Jepang dan Hijau Kuning Berkibar: Napak Tilas Kemerdekaan [Bag 2]

15 Agustus 2022   18:02 Diperbarui: 15 Agustus 2022   19:11 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Hijau Kuning di Tugu Proklamasi: Dokpri

Ada satu hal yang membuat saya terkejut ketika sampai di halaman Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yaitu adanya bendera Belanda yang sedang berkibar di halaman. Ternyata halaman museum ini sedang dijadikan tempat berlatih teater para pemuda yang akan pentas saat peringatan kemerdekaan nanti. Tentunya ada adegan tentara Belanda Jepang dan para pejuang. Selain bendera Belanda, pada adegan lain juga ada bendera Jepang yang berkibar.

Merdeka: Dokpri
Merdeka: Dokpri

Museum ini cukup ramai siang itu selain pedagang minuman, ada juga tukang buah dan rujak potong di tepi jalan.  Sambil menunggu Ira Latief saya melihat lihat di halaman. Di salah satu sudut tembok terdapat mural bergambar Bung Karno, Hatta dan Ahmad Subardjo dengan tulisan Indonesia Merdeka.

Namun di depan museum ini pula kami berkenalan dengan Rio, boneka yang bisa berbicara bersama Kak Idzul,  seorang ventriloquist yang mengingatkan saya dengan Ria Enes dan boneka Susannya.

Rio, Boneka yang bisa bicara: Dokpri
Rio, Boneka yang bisa bicara: Dokpri

Kami kemudian berkumpul lagi da memasuki museum. Museum ini sebenarnya pernah saya kunjungi beberapa tahun yang lalu. Sebagian masih sama namun ada sentuhan teknologi digital yang membuat museum ini lebih mengasyikkan dan interaktif. Salah satunya adalah aplikasi SIJI yang bisa memberikan informasi secara daring kepada pengunjung dengan hanya melakukan pemindaian.

Museum : Dokpro
Museum : Dokpro

Di sini Ira Latif mulai bercerita mengenai sejarah gedung yang dulunya merupakan rumah Laksmana Maeda.  Rumah besar dan megah berlantai dua ini dibangun pada sekitar tahun 1927 memiliki luas lebih 1000 m di atas lahan sekitar 4000 m2.  Sekilas rumah ini memiliki arsitektur gaya Art Deco yang memang sedang popular pada masa itu. Rumah ini pernah berfungsi sebagai kediaman konsulat Jendral Inggris pada masa Hindia bBlanda dan ketika Jepang masuk dijadikan tempat tinggal Laksamana Maeda. Setelah Indonesia merdeka gedung ini kembali pernah menjadi Kedutaan Inggris, Perpustakaan nasional hingga akhirnya difungsikan sebagai Museum.

Kamu masuk ke ruang tamu. Di ruang yang luas dengan jendela-jendela yang besar ini terdapat sebuah meja bundar dari kayu jati yang dikeliling empat upah kursi mebel yang cantik berwarna coklat muda. Konon di sini dulu Laksamana Maeda menerima  Bung Karno dan Bung Hatta pada malam tanggal 16 Agustus 1945 itu, seperti ada pada gambar yang dipajang di dinding. 

Ruang Perumusan: Dokpri
Ruang Perumusan: Dokpri

Selanjutnya kami menuju ke ruang perumusan yang merupakan ruang makan di rumah ini. Sebuah meja besar dari kayu jati dengan kursi-kursi yang besar ada di sini. Di ujung meja ada diorama berbentuk manekin atau patung Bung Karno, Bung Hatta dan Ahmad Subardjo sedang berunding untuk merumuskan naskah proklamasi,  Di dinding ada sebuah white board dengan kopi coretan tangan Sukarno yang berisikan teks Proklamasi. 

Setelah itu kami melihat Ruang pengetikan yang terletak di delat tangga dan di depannya ada sebuah piano. Di sini lah dengan mesin tik yang dipinjam dari konsulat Jerman, Sayuti Melik mengetik Naskah Proklamasi itu dengan menggunakan mesin tik yang dipinjam dari Komandan Angkatan Laut Jerman yang berkantor di sekitar Gambir (Kantor Pertamina sekarang) karena di rumah Laksamana Maeda hanya ada mesin tik dengan huruf Kanji, Demikian dikisahkan oleh Ira Latif.

Pengetikan: Dokpri
Pengetikan: Dokpri

Konon di atas piano ini dulu Sukarno menandatangani naskah proklamasi tersebut yang ditik oleh Sayuti Meli disaksikan oleh BM Diah.

Perjalanan kemudian dilanjut ke Ruang Pengesahan, sebuah ruang besar dengan meja dan kursi tempat naskah ini disahkan. Di dinding juga ada foto-para tokoh yang hadir pada saat itu.

Selanjutnya kami terus melihat ruangan lain di museum ini yang ada di lantai dua yaitu Ruang Masa Kedatangan, Ruang Masa Proklamasi, Ruang Mempertahankan Kemerdekaan, Ruang Pengenalan Tokoh. Singkatnya ruangan-ruangan ini memamerkan foto-foto sekitar sebelum se masa dan sesudah peristiwa kemerdekaan beserta tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.

Kebetulan di museum ini juga sedang diadakan Pameran bertema 'Sakura di Katulistiwa." Pameran ini secara sekilas menceritakan kedatangan bangsa Jepang di Nusantara sejak zaman Hindia Belanda. Bahkan dikisahkan peran Jepang dalam memadamkan pemberontakan di Banda pada 1621.

Pameran Sakura di Khatulistiwa: Dokpri
Pameran Sakura di Khatulistiwa: Dokpri

Selain itu,  hadir juga Maeko San sebagai seorang Karayuki yang merupakan tokoh dalam buku karya Pramoedya Ananta Toer Bumi Manusia dan Anak Segala Bangsa.

Demikianlah sekilas mengenai kunjungan Kompasianer di Munasprok dan kemudian dilanjut ke tujuan terakhir yaitu Tugu Proklamasi. Kembali kami naik taksi online ke sana.  Dan ternyata di tempat ini pun lumayan ramai karena sedang ada gladi resik upacara kemerdekaan termasuk upacara penaikan bendera.  Uniknya karena merupakan latihan, makan bendera yang digunakan bukan bendera merah putih melainkan bendera warna kuning hijau.

Ira Latief juga kemudian menjelaskan lokasi rumah Bung Karno tempat dulu dibacakan teks proklamasi yang jalan Pegangsaan Timur no. 56.

"Rumah itu diperintahkan untuk dirobohkan oleh Bung Karno sendiri pada sekitar tahun 1960-an. Tidak jelas alasan Bung Karno walau pada saat itu  walau banyak yang berusaha membujuk beliau untuk membatalkan rencana itu. Salah satunya adalah Plt Gubernur Jakarta pada saat Itu Henk Ngantung. 

Gedung Pola: Dpkpri
Gedung Pola: Dpkpri

 Salah satu kemungkinan adalah rumah ini dirobohkan karena Bung Karno akan membangun Gedung Pola yang ada di belakang situs ini. Gedung Pola sendiri masih ada sekarang dan pernah berfungsi sebagai Gedung Perintis Kemerdekaan. Gedung Pola pada saat itu akan digunakan sebagai lokasi rencana pembangunan yang digagas sendiri oleh Bung Karno. Gedung Pola ini dibangun dengan arsitek kesayangan Bung Karno yaitu F. Silaban.

Tugu Petir: Dokpri
Tugu Petir: Dokpri

Di lokasi ini juga ada sebuah tugu berbentuk tiang bendera dengan lambang petir di atasnya. Pada  monumen tersebut terdapat tulisan logam "Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta"[1] Petir melambangkan gemuruh proklamasi kemerdekaan Indonesia.  

Tepat di [pojok taman ada sebuah Tugu berbentuk obelisk yang tdak terlalu tinggi dan merupakan Tugu peringatan Satu Tahun kemerdekaan Ri yang dipersembahkan oleh Ikatan Wanita Djakarta. Uniknya tugu yang asli sebenarnya sudah dirobohkan dan tugu yang sekarang ini sebenarnya dibangun kembali pada 1972 namun di lokasi yang berbeda sendiri.

Tugu 1 Tahun Proklamasi: Dokpri
Tugu 1 Tahun Proklamasi: Dokpri

Nah yang menjadi pusat Taman Proklamasi ini adalah Monumen Pahlawan Proklamator Sukarno Hatta yang berbentuk Patung Sukarno dan Hatta yang mengapir Naskah Proklamasi yang terbuat dari marmer hitam.

Monumen Proklamasi: Dokpri
Monumen Proklamasi: Dokpri

Rombongan Koteka Kompasiana berfoto bersama dengan latar belakang Monumen Proklamator ini dan kemudian setelah puas kami kemudian meninggalkan tempat ini dengan hati yang senang. Ada yang berjalan kaki menuju Megaria untuk mencicipi es campur dan ada juga yang naik taksi online ke Stasiun Manggarai untuk pulang ke rumah masing-masing.

Demikian kisah mengenai napak tilas kemerdekaan Koteka Kompasiana bersama Wisata Kreatif Jakarta.

Sampai jumpa lagi dalam acara selanjutnya.

Jakarta 14 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun