Setelah mampir dan menikmati serunya suasana Gua Rancang Kencana, perjalanan di Kawasan Wisata Bleberan dilanjut ke Air Terjun Sri Gethuk. Lokasinya sangat berdekatan sehingga hanya perlu berjalan kaki saja beberapa menit.
"Selamat Datang di Air Terjun Sru Gethuk,"Demikian kembali papan nama berisi foto-foto tempat wisata ini menyambut dengan hangat. Tampak foto sungai, rakit dan juga air terjun yang bercabang dan seakan merembes di sisi bukit.
Kami sampai di kawasan yang banyak warung dan gerai yang menjual makanan dan minuman. Namun yang menarik adalah kelapa muda bakar dan juga camilan berupa belalang goreng yang merupakan makanan khas Gunung Kidul. Rasanya renyah dan sedap. Â
Di sini juga ada tempat istirahat, musalah dan tempat sewa baju serta tempat ganti pakaian. Karena untuk menuju ke air terjun, kami harus naik rakit menyusuri sungai Oyo. Â
Rakit yang terbuat dari papan dengan beberapa drum berwarna biru sebagai pelampung ini datang dan pergi dan sekali jalan bisa mengangkut sekitar 15 sampai 20 penumpang. Selain itu disediakan juga pelampung bagi yang ingin berenang di dekat air terjun.Â
Maklum kedalaman di situ sekitar 5 meter. Demikian tertulis pada salah satu papan peringatan. Â Asyik sekali naik rakit sepanjang sungai dengan air yang jernih berwarna hijau muda yang memantulkan sinar Mentari.Â
Selain naik rakit, saya juga melihat ada orang-orang yang berenang di sepanjang kali. Konon warna kehijauan air sungai Oyo ini berasal dari rerumputan yang ada di dasar sungai.
Hanya sekitar beberapa menit saja, kami sudah tiba di dekat air terjun. Â Air terjunnya berupa bukit-bukit dengan air mengalir di anatar bukit kapur gamping yang memang khas kawasan Gunung Kidul yang merupakan bagian pegunungan seribu di kawasan selatan pulau Jawa. Konon air terjun di Sri Gethuk ini berasal dari beberapa umbul alias mata air dan tidak pernah kering bahkan di musim kemarau.Â
Ada juga informasi mengenai asal muasal nama Sri Gethuk yang diceritakan sewaktu kami naik rakit. Terasa agak seram juga sih karena menurut kepercayaan masyarakat desa sekitar tempat ini dulunya merupakan tempat berkumpulnya para jin. Dan bahkan kumpulan jin ini mempunyai pemimpin yang bernama Angga Menduro yang kebetulan sangat menyenangi bunyi gamelan. Â
Karena itu ketika hari sudah senja menjelang magrib, di sini sering terdengar suara ketukan gamelan dan juga slompret yang merupakan alat music tradisional Jawa. Karena itulah Air terjun ini dinamakan Sri Gethuk dan kadang disebut juga Slempret. Â
 Kisah mitos serupa juga  mengatakan bahwa di kawasan ini juga ada 7 bidadari cantik yang menghuni daerah sekitar sungai dan air terjun. Karena itulah ada nama Sri di depan Gethuk yang merujuk kepada kawanan siluman atau jin. Singkatnya ini adalah kawasan kerajaan Siluman dan Bidadari. Mau percaya atau tidak, tentunya terserah kita masing-masing.
Selain berenang, di kawasan sekitar air terjun ini juga ada tempat untuk melompat dari tebing setinggi sekitar 5 meter langsung ke sungai yang dalam. Sore itu, lumayan banyak pengunjung yang melompat dari tebing sambil bercengkerama dengan teman-temannya. Mereka bahkan melompat dan kemudian kembali naik lagi ke tebing.
Saya dan teman-teman juga akhirnya naik ke air terjun dan merasakan asyiknya bercengkerama langsung dari dekat sumber mata air. Namun kita tetap harus hati-hati selama mendaki tebing. Â
Setelah puas meniti tebing, tentu saja kesempatan berenang di Sungai Oyo todak dilewatkan begitu saja. Airnya yang jernih kehijauan dan kedalamannya yang sekitar 5 meter membuat berenang di sini sangat mengasyikkan. Â Tentu saja bagi yang kurang pandai berenang disarankan tetap memakai pelampung.
Hari sudah kian mendekati senja. Sekitar pukul 5, kami bersiap-siap kembali naik rakit dan meninggalkan kawasan Air Terjun. Oh yah kebetulan di sini juga ada papan informasi yang mengingatkan bahwa kawasan ini harus dikosongkan sebelum pukul 5.15. Apakah setelah itu rakit tidak beroperasi lagi, ataukah mungkin para jin mulai berkumpul ketika matahari mulai tenggelam?
Di tempat ganti baju, kami  masih bisa memesan belalang goreng dan kelapa muda bakar sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke kota Yogya. Sesekali sayup-sayup terdengar alunan suara gamelan dan mengiri tarian 7 bidadari cantik. Tetapi mungkin saja alunan gamelan dan bidadari itu hanya hadir di alam bawah sadar.
Yogya, Gunung Kidul, 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H