Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada Apa antara Tiongkok, Amerika, Taiwan, Hong Kong dan Saya?

5 Agustus 2022   16:03 Diperbarui: 5 Agustus 2022   16:07 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelosi, Xi Jin Ping & Tsai Ing Wen:  indiaposten.com

Baru-baru ini, hubungan antara Tiongkok. Taiwan dan Amerika Serikat menjadi sedikit memanas sehubungan dengan kunjungan kerja Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS, Nancy Pelosi ke Taiwan.  Konon Nancy Pelosi merupakan pejabat dengan kedudukan tertinggi di Amerika Serikat yang pernah berkunjung ke Taiwan dalam waktu lebih dari seperempat abad.

Tiongkok menanggapi kunjungi ini dengan reaksi yang menunjukkan kegeraman. Maklum menurut Tiongkok, Taiwan merupakan sebuah provinsi yang nakal dan mencoba memisahkan diri sejak perang saudara pada sekitar akhir dekade 1940-an.   Lagi pula Tiongkok sangat menjunjung tinggi politik One China Policy yang seakan-akan mengharamkan negara lain untuk mengakui eksistensi Taiwan sebagai suatu negara berdaulat. Menurut pandangan Beijing, kunjungan Pelosi merupakan penegasan atau pengakuan tidak resmi Amerika Serika atas kemerdekaan Taiwan.

Sebagai Ketua DPR Amerika Serikat  atau dalam bahasa aslinya  US House Speaker, Nacy Pelosi mempunyai jabatan yang sangat strategis. Dia merupakan perempuan pertama yang menduduki jabatan tersebut dan dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR, Pelosi ada di belakang wakil presiden Kemala Haris untuk menjabat posisi Presiden Amerika Serikat seandainya Joe Biden berhalangan tetap.  Sebuah poisisi yang sangat strategis. Belum lagi rekam jejak Pelosi sendiri yang selama ini secara terang-terangan sangat anti Tiongkok dengan partai komunisnya.    Bahkan pada saat berkunjung ke Beijing pada 1991, Pelosi sempat mampir ke Lapangan Tien An Men, tempat lokasi bersejarah 'Pembantaian Tien An Men pada Juni 1989 dan kala itu sempat membawa sebuah spanduk kecil bertuliskan " "To those who died for democracy in China." 

Sambutan hangat presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, buat Pelosi sambil menegaskan bahwa 23,5 Juta rakyat Taiwan tidak akan gentar akan ancaman Tiongkok yang konon akan melancarkan Latihan militer di Selat Taiwan juga menambah amarah Tiongkok.

Bahkan Pelosi sendiri menegaskan bahwa kunjungannya ke Taiwan adalah untuk menegaskan kembali dukungan Amerika kepada Taiwan yang dianggap sebagai 'Mitra Demokrasi" dalam menghadapi sikap agresif komunis Tiongkok yang kian mengglobal.

Tiongkok sendiri menanggapi kunjungan ini dengan sikap yang lumayan garang. Ini untuk menunjukkan kepada Amerika Serikat dan dunia agar tidak main-main dengan Tiongkok. Presiden Xi Jin Ping sendiri sudah sempat memperingat Biden agar tidak bermain api dengan Tiongkok atas masalah Taiwan yang sangat sensitif ini.

Biasanya Tiongkok hanya menanggapi kunjungan negarawan Amerika Serikat atau Barat lainnya ke Taiwan dengan kecaman dari Kementerian Luar Negeri. Namun kali ini, Tiongkok tampak lebih serius menanggapi karena bukan hanya Kementerian Luar Negeri yang menyatakan kecaman, melainkan juga Kementerian Pertahanan dan National People's Congress atau Qungu Rnmn Dibio Dhu alias Lembaga Negara tertinggi di Tiongkok juga menyatakan kecaman keras yang sama.

Selain ancaman militer, Tiongkok bahkan sudah melakukan ancaman dan sangsi ekonomi terhadap Taiwan seperti melarang impor beberapa produk makanan dari Taiwan dan akan menghentikan donasi ke beberapa Yayasan dan perusahaan Taiwan.

Tiongkok mau tidak mau harus bersikap keras atas insiden ini agar dunia tetap mengakui kebijakan ne China Policy"dan bahwa suatu saat nanti Taiwan akan kembali ke pangkuan Tiongkok sebagaimana Hong Kong dan Taiwan.  Akan tetapi Amerika Serikat sendiri tampaknya selalu memainkan strategi dua kaki yang tidak jelas dan penuh ambiguitas.  Karena walau secara formal Amerika mengakui "One China Policy" yang dituntut Tiongkok, Amerika juga selalu memainkan posisi Taiwan yang bikin Tiongkok galau.

Lalu bagaimana pengaruh memanasnya hubungan Tiongkok, Amerika Serikat dan Taiwan bagi perdamaian dunia dan juga Indonesia? Apakah hal ini bisa menyebabkan Tiongkok menyerang Taiwan seperti Rusia menyerang Ukraina? 

Banyak para pengamat berpendapat bahwa kemungkinan serang militer langsung Tiongkok ke Taiwan adalah sangat kecil atau bahan sama sekali tidak mungkin. Tiongkok sendiri menyadari bahwa serbuan militer bukanlah solusi untuk masalah ini. Dan kunjungan pejabat Amerika ke Taiwan juga bukan baru sekali ini terjadi.

Yang mungkin terjadi adalah kunjungan ini akan membawa hubungan Amerika dan Tiongkok menuju tingkat yang paling rendah. Belum lagi dengan perang dagang yang sudah terjadi baru-baru ini.  Gerakan militer Tiongkok di Selat Taiwan juga sama sekali tidak mengancam posisi Amerika. Yang paling mungkin dilakukan Tiongkok adalah melakukan sangsi ekonomi yang bisa merugikan Amerika Serikat seperti melayani pelayaran kapal-kapal yang menuju dan meinggalkan Taiwan.

Untuk Indonesia sendiri, mungkin dampak nya tidak akan ada secara langsung walau bisa saja Indonesia yang selama ini juga menghargai kebijakan Satu Cina untuk tetap mencoba mencari celah keuntungan ekonomi dari memanasnya hubungan segi tiga antara Tiongkok, Amerika dan Taiwan ini

Lalu apa hubungannya dengan Hong Kong dan saya?  Masalah Taiwan ini cukup menarik karena saya teringat pada 1988, saya sempat ingin berkunjung ke Taiwan. Pada saat itu kebetulan saya sedang berada di Hong Kong untuk beberapa bulan dan ada seorang teman dari Indonesia yang kebetulan sedang job training di Tai Nan, sebuah kota di selatan Taiwan.  Akhirnya saya mencoba datang ke perwakilan dagang Taiwan di Hong Kong untuk meminta visa.  Pejabat di sana sempat menolak dengan menyatakan bahwa seharusnya saya meminta visa di perwakilan dagang Taiwan di Jakarta. 

Namun dengan penjelasan bahwa kunjungan ke Taiwan ini tidak direncanakan sebelumnya akhirnya saya diperbolehkan mendapat visa dengan syarat saya belum pernah berkunjung ke Tiongkok.  Nah ketika di paspor saya sama sekali tidak ditemukan bukti pernah ke Tiongkok, akhirnya saya mendapatkan visa ke Taiwan yang berupa selembar kertas. Asyiknya visa itu bisa didapat secara gratis.

Suasana politik pada tahun 1980-an tentu saja berbeda ketika Tiongkok pun terus berubah.  Kalau dulu sama sekali tidak ada penerbangan langsung antara Tiongkok dan Taiwan, maka pada tahun 2000-an, dimulai dengan pesawat carter yang harus melalui Hong Kong atau Macau, akhirnya sejak 2009 penerbangan antara Tiongkok dan Taiwan pun mulai marak dan sejak itu, baik berkunjung ke Taiwan atau Tiongkok pada saat yang bersamaan atau berdekatan pun sama sekali bukan masalah lagi.

Namun Indonesia kita sendiri, tentunya tidak berharap akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bagi hubungan ke dua wilayah. Kita berharap selalu yang terbaik bagi perdamaian regional dan dunia. Baik Tiongkok dan Taiwan bisa bersatu kembali secara damai maupun Taiwan merdeka, asalkan terjadi dengan jalan perundingan dan  damai rasanya kita tetap mendukung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun