Jalan-jalan di pusat kota Yogya selalu menarik dan bikin kangen. Masih di kawasan Jalan Margomulyo yang dulunya bernama jalan Mangkubumi, kalau kita berjalan terus ke selatan, akan bertemu dengan persilangan kereta api.
Di sebelah kanan, ada Stasiun Yogyakarta yang memiliki pintu pagar khas dengan tulisan Stasiun Yogya Karta baik dalam aksara Latin maupun Jawa. Di aras pagar ada hiasan wayang berupa punawakaan yang cantik dan juga lucu menghibur. Sementara di seberang sesekali saya melihat Bangunan cantik namum terbengkalai, yaitu eks Hotel Tugu.
Kalau kita berjalan masuk menuju stasiun, ternyata masih juga harus melewati persilangan dengan kereta api dan kebetulan saat itu kereta sedang lewat sehingga baik kendaraan maupun pejalan kaki harus berhenti sejenak.
Di sini juga sebenarnya ada lagi sebuah pintu masuk khusus pejalan kaki yang bertuliskan Pintu Timur Khusus untuk Keberangkatan Kereta jarak Jauh. Di bawahnya ada keterangan KRL KA Prameks dan KA Bandara via Pintu Selatan. Â Petunjuk ini mengingatkan saya kepada pengalaman beberapa tahun lalu sebelum pandemi. Saat itu saya akan naik KA Prameks menuju Bandara Adi Sucipto. Â Saya sudah membeli tiket melalui aplikasi KAI Akses dan kemudian masuk melalui pintu timur ini. Â Di tempat ini saya baru tahu bahwa untuk naik KA Prameks harus masuk melalui pintu selatan. Â Wah begitu dekat tetapi harus memutar jalan kaki hampir 1 kilometer. Â Pertanyaannya mengapa tidak dibuat pintu akses untuk mengakomodir orang yang salah masuk?
Saya kemudian melanjutkan jalan kaki dan melihat Angkringan Tetek Malioboro. Pagi itu belum terlalu banyak pedagang di sana. Â Melewati rel kereta api, dan kemudian belok kanan , kita akan masuk ke Jalan Pasar Kembang yang tidak pernah sepi. Jalan ini selalu ramai, selain kendaraan yang akan masuk ke stasiun, banyak juga yang parkir di tepi jalan dan di sini juga banyak terdapat hotel dan penginapan.Â
Namun ada  tempat yang menarik di kawasan Pasar Kembang ini, yaitu Kampung Sosrowijyan yang juga banyak terdapat hotel dan penginapan serta losmen. Di Jalan Pasar Kembang ada Gg 2 Sosrowijayan. Saya memasuki gang kecil yang di depannya banyak parkir tukang becak, baik becak tradisional maupun becak motor.
Memasuki gang di di tembok sebelah kiri ada gambar logo kesultanan Yogyakarta dan juga gambar mural motif-motif kain batik yang cantik. Â Ada yang bermotif bunga-bunga dan motif lainnya. Selain itu juga banyak kendaraan motor yang parkir. Di sini kendaraan motor juga harus dituntun karena gangnya memang sempit.
Walaupun merupakan gang yang sempit, kampung ini terkenal sebagai Kampung Internasional dan banyak tersedia losmen dan penginapan dengan harga yang lebih ekonomis. Selain itu juga ada warung makan atau restoran yang menyediakan berbagai jenis kuliner, baik lokal maupun internasional. Bahkan ada juga travel agent yang menyediakan tiket perjalanan serta berbagai paket wisata di sekitar Yogya.
Di salah satu losmen ini, saya kebetulan kenal dengan pemiliknya, yaitu seorang perempuan yang sudah berusia sangat lanjut. Menurut pengakuannya usianya lebih 94 atau 96 tahun. Namun kondisi kesehatannya masih prima. Mampu berbicara dan mendengar dengan sangat jelas.Â
Senja sudah menjelang. Dan azan magrib menggema. Ternyata di gang ini juga ada sebuah masjid yang cukup unik. Namanya Masjid Nurul Huda. Disini, sesudah azan Magrib, ditembangkan lagu-lagu pujian dalam bahasa Jawa sambil menunggu Jemaah berdatangan. Baru kemudian iqamah dikumandangkan.
Nah, bagi yang menginap di kawasan ini, lokasinya memang sangat dekat dengan kawasan Malioboro dan juga stasiun Yogyakarta. Yang penting adalah jangan salah pintu masuk karena pintu masuknya berbeda untuk KA jarak jauh dan Kereta jarak dekat seperti KA Bandara maupun KRL Yogya Solo.
Yogya, Dari berbagai Mas
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H