Kali ini saya akan berkisah tentang sebuah monumen yang seakan terlupakan dan jarang dikunjungi. Sebenarnya sudah sering kali saya melewati bangunan dan monumen yang terletak masih di dalam Jeron Beteng Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat ini. Namun karena selama ini selalu berkendaraan, maka saya tidak dapat mengetahui dengan pasti nama dan fungsinya.
Sampai pagi itu, setelah jalan-jalan di kawasan Alun-alun Kidul, saya terus ke timur melewati jalan Langenastran Lor dan sambil santai melihat-lihat bangunan apa saja yang ada di jalan ini. Selain sebuah gerai Batik yang masih tutup, juga ada sebuah masjid dan beberapa restoran di sebelah kiri jalan.
Sampai di perempatan, saya kemudian belok kiri menyusuri Jalan Gamelan. Jalannya tidak terlalu lebar dan ada trotoar yang juga tidak terlalu lebar yang ditumbuhi deretan pepohonan yang lumayan rindang. DI sebelah kiri ada beberapa tembok yang dihiasi mural sementara di sebelah kanan saya sempat melewati sebuah Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.
Sampai akhirnya saya bertemu dengan perempatan Jalan Gamelan Kidul. Di pojok jalan ini terlihat sebuah monumen dengan dinding bergambar relief. Uniknya di atasnya ada patung seorang berpakaian prajurit kraton dan seekor kuda. Â Pada relief paling kanan ada gambar Warung Sate Kambing Puas dan juga orang-orang yang menikmati sate, bahkan ada relief sate yang sedang dibakar.Â
Pada relief yang lain terlihat orang-orang yang sedang menaikkan bendera dan juga tulisan Sekali Merdeka tetap Merdeka yang dibentangkan di tangan salah seseorang yang kebetulan bercelana pendek. Relief lain menggambarkan situasi zaman perjuangan kemerdekaan.
Monumen Perjuangan Gamel, demikian nama tugu ini dan lengkap di bawahnya ada sebuah prasasti yang menjelaskan jika monumen ini merupakan persembahan dan ucapan terima kasih kepada abdi dalem Gamel pendahulu Kampung Gamelan dan juga perjuangan kemerdekaan dari kampung Gamelan. Â Prasasti ini diresmikan pada 9 Oktober 1991 dan ditandatangani oleh Sri Sultan Hameguku Buwono ke X. Setelah mencari info lebih lanjut, barulah saya sadar bahwa Gamelan bukanlah alat musik, melainkan berasal dari kata Gamel yang berarti abdi dalem yang tugasnya mengurus kuda milik Sultan. Karena itu kampung ini dinamakan Gamelan.
Tepat di seberang monumen, di Jalan Gamelan Kidul no 1, ada sebuah rumah yang sekarang dijadikan Museum. Â Di halamannya ada sebuah patung pejuang memegang bambu runcing dan juga sebuah tiang bendera. Di pawah patung pejuang ini ada sebuah prasasti bertuliskan "Kenang-kenangan bagi para pejoang RK Gamelan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan." Sementara di bawah tiang bendera ada prasasti bertuliskan Peringatan 17-8-45, Dikibarkan pada tanggal 29 Djuni 49 Djam 9.30 Â Dibangun pada tanggal 17 Agustus 51 Hari Kemerdekaan jang ke VI RK Gamelan.Â
Ada lagi sebuah prasasti dari marmer hitam yang menjelaskan tentang bangunan dan rumah ini. Disebutkan jika ini adalah Monumen Perjuangan Rumah Makan Sate Puas, yang dulunya merupakan rumah tinggal Bpk Djajeng Tutugo dan juga sebagai Monumen Perjuangan Serangan Umum 1 Maret 49 sampai detik-detik Yogya Kembali pada 29 Juni 49.
Ternyata rumah ini dulu dijadikan markas para pejuang dan sebagai kamuflase agar tidak dicurigai Belanda digunakan sebagai Warung Makan Sate Kambing Puas. Bahkan para pejuang telah berani mengibarkan bendera merah putih di sudut halaman rumah ini dan Sultan Hamengku Buwono IX pun pernah berkunjung ke sini.
Di dekat tugu dan patung pejuang juga ada sebuah sumur tua dan bangunan kecil yang terlihat masih cantik dan anggun. Â Sejenak saya melihat ke bangunan utama. Di depannya ada pendopo yang manis dengan lantai dari ubin warna kuning dan pintu rumah warna hijau yang tertutup rapat. Â Sebuah lampu gantung model jadoel ada di langit-langit pendopo. Â Hanya ada yang sedikit aneh, yaitu, walau sudah berada di sini lebih 15 menit, suasana sangat sepi karena tidak ada seorang pun.
Di halaman sebelah kanan bangunan ada beberapa pohon dan kemudian di belakangnya adalah gedung sayap kanan  dan bisa dilihat  dari jalan gamelan dengan beberapa jendela dan pintu warna hijau yang juga selalu tertutup. Konon di bagian sini dulu Warung Sate Puas berada. Di sebelah kiri bangunan ada semacam tempat parkir kendaraan, namun juga dalam keadaan kosong, mungkin saya datang terlalu pagi?
Saya akhirnya keluar bangunan dan melihat seluruh monumen dari Jalan Gamelan Kidul. Di sini terlihat Nama Jalan Gamelan Kidul dan saya juga bisa memperhatikan pagar warna hijau yang mempunyai tiang-tiang tembok warna putih dengan hiasan berbentuk labu bulat di atasnya.
Di jalan gamelan , di seberang jalan ada mural  Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang bergambar burung elang, menambah cantik suasana khas Yogya.
Saya kemudian melanjutkan perjalanan ke utara, ke arah Sentra Gudeg di Wijilan. Namun kali ini dengan rasa puas karena sudah mengetahui sekilas mengenai monumen yang selama ini menjadi tanda tanya.
Yogya, Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H