Kalau kita berjalan terus dan kemudian belok ke kanan, kita akan melewati jalan kecil menuju ke Masjid Ngasiduryan, Di sini juga ada mural bergambarkah kepulauan Nusantara dan juga lambang Garuda Pancasila. Sering juga diparkir beberapa odong-odong baik berbentuk VW Kombi dan kali ini saya melihat odong-odong yang bentuknya kereta kerajaan yang lebih elegan dengan tulisan I love Jogja di depannya.
Kalau kita sampai di gang yang ada masjid Ngadisuryan ini, maka kalau berbelok ke kanan dan berjalan terus bisa menuju ke Bangsal Kamandungan yang ada di sebelah utara Sasana Dwi Abda di Alun-Alun Kidul. Tetapi kali ini saya memilih belok ke kiri dan akhirnya tiba di Jalan Taman. DI sini ada pintu gerbang masuk ke Ngadisuryan dengan spanduk di dinding mengenai aturan selama PSBB untuk salat Jumat di masjid Ngadisuryan.
Dari sini, setelah menyeberang jalan, kita akan tiba di Kampung Taman yang sering juga dijuluki Kampung Ramah anak dan menjadi satu dengan berbagai situs bersejarah baik, Taman Sari dengan Sumur Gemuling, Pulo Kenanga dan juga Pulo Cemeti. Â Kita juga bisa terus berkelana sampai ke Kampung Cyber dan tembus ke Pasar Ngasem.Â
Padau umumnya situasi di jalan dan gang di sekitar Kampung Ngadisuryan selalu sepi dan tenang. Kecuali pada saat ada perayaan atau festival. Misalnya saja pada saat Grebek Pasar dalam rangka HUT kota Yogya di bulan Oktober sebelum pandemi lalu, warga berpartisipasi dengan tarian bertema Hanuman.
Akan tetapi salah satu keunikan di Kampung ini adalah seringnya wisatawan mancanegara yang lewat dan sesekali tampak tersesat dan bingung. Mereka umumnya hendak ke Tamansari atau bahkan ada yang menanyakan jalan ke Kraton. Â Kalau sudah begini, terpaksa saya menjelaskan arah dengan sesekali menunjukkan arah mata angin baik utara maupun barat.
Yogyakarta, Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H