Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Merasakan Gereget dan Sensasi Bumi Manusia di Rumah Annelis

12 Juli 2022   07:48 Diperbarui: 15 Juli 2022   13:16 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Majapahit. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Siang itu, kami berkendara menuju ke Desa Wisata Gamplong yang terletak di , Desa Sumber Rahayu, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, DIY.   Perjalanan melalui kawasan pedesaan dengan pemandangan sawah-sawah yang menghijau membuat hati merasa senang. 

Setelah sejenak mampir dan makan siang di resto Gudeg Manggar yang lezat, kami memulai perjalanan menuju ke studio "Mini Holllywood," yang sering dijadikan tempat syuting beberapa film karya sutradara kondang Hanung Bramantyo. 

Selamat Datang di Gamplong Studio. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Selamat Datang di Gamplong Studio. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

"Selamat Datang di Gamplong Studio," demikian tertulis pada sebuah gubuk kecil yang menjadi markas seorang perempuan muda yang bertugas menjaga pintu masuk.  Mbak ini juga memegang alat pemindai suhu tubuh sebagai salah satu prosedur Kesehatan.

Sambil bertanya berapa orang dalam rombongan kami, mbak tadi juga menunjuk ke sebuah kotak untuk sumbangan sukarela.  Dengan kata lain masuk ke kawasan ini gratis dan hanya dimina sumbangan seikhlasnya untuk biaya pemeliharaan.  

Namun, di dekatnya ada sebuah loket untuk masuk ke dalam berbagai wahana seperti naik trem, mampir ke Museum Ainun Habibie, Rumah Annelis, dan juga Barang Antik. 

Harga tiket per wahana IDR 10 Ribu  sedang bila beli satu paket harganya IDR 35 Ribu.   Akhirnya kami membeli satu paket agar bisa masuk ke semua wahana.

Tiket. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Tiket. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Sambil menunggu trem yang terlihat mondar-mandir mengangkut pengunjung, saya menuju se lapangan yang cukup luas.

Di sini ada replika pintu gerbang atau gapura model zaman Majapahit dan juga bangunan yang mungkin digunakan untuk suting film bertema kerajaan zaman dahulu.  

Gerbang Majapahit. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Gerbang Majapahit. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Karena antrean untuk naik trem cukup panjang saya kemudian memutuskan jalan kaki saja menuju ke Kampung Kumuh yang digunakan untuk suting film.  

Di sini model rumah kumuh dengan sepeda butut , rumah beratap seng serta panci-panci tergantung di depan pintu menggambarkan kawasan slum di negeri ini. Saya sendiri tidak tahu film apa yang pernah suting di sini.

Dari sini, saya masuk menuju kawasan Antiques, Gallery & Basement yang merupakan kumpulan barang-barang yang dianggap antik. 

Ada ruangan yang memajang perabotan seperti radio, kursi meja yang kelihatan berasal dari tempo doeloe. 

Suasana Tempo Doeloe. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Suasana Tempo Doeloe. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Di kompleks Studio Gamplong ini  terdpat deretan rumah, atau bangunan yang memberikan suasana zaman lampau. 

Bangunan berarsitektur Eropa dan Tionghoa sangat dominan di kota-kota tua di zaman Hindia Belanda. Bahkan ada replika sebuah bioskop tua dengan poster film Rhoma Irama serta Warkop DKI tahun 1970-an, Bioskop Merapi namanya.

Bisokop Merapi. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Bisokop Merapi. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Saya kemudian mencari lokasi Roemah  Annelis yang pernah dijadikan lokasi suting film Bumi Manusia yang berdasarkan tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer.  Ternyata tempatnya tidak terlalu jauh dari pintu masuk.

Setelah melewati pintu masuk, pengunjung disuguhi kereta yang pernah dipakai dalam film tersebut. Kereta ini berada di halaman sebuah rumah bertingkat dua yang besar dengan pekarangan yang luas.

Rumah Annelis. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Rumah Annelis. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Saya kemudian melihat rumah dari sisi depan, tepat di dari halaman di antara pintu gerbang yang tertutup dan rumah besar dari kayu yang dicat warna hijau dengan rona putih.  

Di depan rumah ada beranda yang dilengkapi dengan seperangkat meja dan toga bah kursi dari rotan yang cantik. Sebuah lampu gantung ada di atas meja dan beberapa lampu juga ada di dinding. Beberapa kursi tua juga ada di beranda ini dan diletakkan di tepi dinding.

Suasana dalam rumah. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Suasana dalam rumah. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Masuk ke dalam rumah, sebuah ruang luas menyambut dengan perabotan yang memang antik dan cantik. 

Lantainya terbuat dari ubin dengan pola bebungaan warna kombinasi kuning tua, coklat dan putih susu, khas ubin rumah-rumah zaman Belanda. Selain kursi dan meja tua, ada sebuah gramofon dan juga banyak lukisan besar pejabat-pejabat era Kolonial.

Saya kemudian melihat beberapa ruangan lainnya seperti ruang makan dan dapur yang juga terlihat antik, nyaman dan indah. Kita bagaikan berada di sebuah mansion atau istana alias rumah orang kaya di zaman dahulu.

Ada seorang gadis yang menjaga rumah ini dan menjelaskan bahwa di lantai bawah terdapat kamar yang digunakan oleh Nyai Ontosoroh sementara kamar Annelis ada di lantai dua.

Saya kemudian naik ke lantai dua dan melihat ruangan-ruangan yang ada. 

Lantai dua. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Lantai dua. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Di sini ada ruangan perpustakaan yang berisi sebuah meja kerja yang diapit  dua rak buku besar yang tingginya sampai ke langit-langit. 

Ruangan ini digunakan sebagai ruang kerja Nyai dan bahkan dilengkapi sebuah telepon kuno.  Di ruang tengah lantai atas juga ada sebuah meja tempat bermain yang dilengkapi dengan kartu poker, dan dinding ada berbagai foto zaman dahulu. 

Saya kemudian masuk ke kamar Annelis. Sebuah kamar yang cukup luas dengan perabotan lengkap yang antik. Sebuah tempat tidur dari kayu dengan ukuran Jepara lengkap dengan Kasur yang ditutupi seprei putih berhias renda dan dua bantal kecil menjadi daya Tarik utama kamar ini. 

Selain itu juga ada sebuah meja rias kecil lengkap dengan cermin antik dan cantik. Yang menarik, di dalam kamar ini juga ada sebuah meja yang dilengkapi mesin jahit tempo dulu yang manis.  

Sebuah lampu gantung menerangi kamar yang memiliki jendela besar dengan gorden yang juga cantik berwarna merah marun.

Kamar tidur. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Kamar tidur. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Setelah puas menikmati suasana di dalam rumah, saya sematkan melihat ke sekeliling. Di bagian belakang ada beberapa bangunan kecil yang mungkin digunakan sebagai Gudang dan di samping ada bangunan yang beratap joglo.

Berkunjung ke Rumah Annelis ini kita bagaikan kembali membaca buku Bumi Manusia yang berakhir tragis. 

Walau tidak mudah menghidupkan suasana yang ditulis dalam buku dalam dunia nyata, tetapi imajinasi yang nyaris sempurna membuat pengunjung dapat menikmati rumah Annelis, tidak hanya dalam film, melainkan merasakan secara langsung geregetnya.

Studio Gamplong, Juli 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun