Salat Ied dua rakaat dilanjutkan dengan khotbah yang mengambil tema "Semangat qurban, keteladanan dan ikhtiar menuju kemenangan,". Â Walau sudah diumumkan agar warga jangan meninggalkan tempat sebelum khotbah selesai, namun ternyata Sebagian kecil warga langsung bangkit dan meninggalkan lapangan, mungkin ada keperluan yang mendesak.
Sekitar 30 menit kemudian, khotbah pun selesai. Warga segera bangkit dan meninggalkan lapangan. Namun diumumkan juga jika naskah khotbah akan dibagikan oleh panitia. Saya kebetulan masih mendapatkan naskah yang juga berisi lampiran laporan keuangan ini.
Sebagaimana biasa, orang yang berjualan dan kumpulan pengemis juga meramaikan jedua sisi Jalan Ngadisuryan. Sementara di pojok jala ada sebuah papan informasi mengenai Kota Yogya dan Alun-Alun Kidul. Â Judulnya adalah "Sangkan Paraning Dumadi,"Â yang diberi keterangan sebagai filosofi tentang siklus kehidupan manusia.
Di sini digambarkan sketsa tempat-tempat penting di pusat kota Yogya dari Tugu Pal Putih di utara hingga Jalan Marga Utana, Jalan Maliabara, Jalan Margamulia Alun-Alun Utara, dan kemudian berakhir di Alun-Alun Selatan dan Panggung Krapyak.
Dijelaskan juga makna tempat-tempat tersebut antara lain Jalan Marga Utama merupakan tempat atau jalan untuk mencapai keutamaan sementara Jalan Maliabara adalah "Pathway to attain enlightened Life" atau jalan untuk mencapai pencerahan dalam hidup. Â Sementara kalau diterjemahkan secara kata per kata Maliabara berasal dari kata Malia yang berarti Jadilah Wali dan Bara yang berarti mengembara, sehingga Maliabara bermakna Jadilah Wali yang mengembara.
Lalu apakah makna Jalan Marga Mulia? Ternyata Marga Mulia berarti pathway to attain dignity atau jalan untuk mencapai kemuliaan. Â Nah untuk Alun-Alun Utara sendiri disebutkan sebagai tempat yang melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan, mungkin karena di sisi barat alun-alun ini terdapat Masjid Agung. Â Sementara Alun-alun Kidul melambangkan keberanian manusia untuk memasuki gerbang perkawinan dan memulai hidup baru.
"Menuju Yogyakarta Warisan Dunia," demikian tertera pada pojok kanan bawah yang sekaligus mengisyaratkan keinginan pemerintah dan warga kota Yogya agar kota ini dapat diakui dan dicatat sebagai Warisan Dunia dari UNESCO.
Saya kemudian meninggalkan Alun-alun Kidul dengan sedikit lebih banyak pengetahuan akan makna filsafat kehidupan yang disingkat dalam kata-kata Sangkan Paraning Dumadi.
Yogyakarta, Juli 2022