Setiap kali berakhir pekan, saya suka dan tidak pernah kapok berkunjung ke Kota yang dijuluki Parisj van Java, Bandung walau harus bermacet ria sepanjang tol Cikampek dan Cipularang. Apa lagi kota ini memiliki banyak kenangan dari masa lampau.Â
Akhir pekan lalu, akhir Juni saya juga sempat kembali berkunjung ke Bandung dan kebetulan menginap di salah satu hotel favorit di pojok jalan Merdeka. Hotel yang dulu juga sangat terkenal dan memiliki restoran berputar di atasnya. Â Sekarang resto berputarnya sudah tidak ada lagi.
Nah dari hotel sangat nyaman sekali untuk jalan-jalan di sekitar pusat kota Bandung. Apalagi di akhir pekan, akan ramai sekali yang jalan-jalan. Sekalian olahraga dan juga cuci mata. Â Rutenya bisa berbeda-beda sesuai kaki hendak melangkah.
Pagi itu saya langsung belok kanan di Jalan Lembong dan kemudian sampai di Jalan Braga. Salah satu jalan paling terkenal di Bandung yang konon banyak menyimpan banyak harta karun berupa bangunan tua yang dilestarikan sebagai cagar budaya.
Jalan pagi di Braga, banyak yang menarik perhatian saya. Selain bangunan tua yang kini digunakan sebagai caf atau restoran atau juga mini market, banyak juga gedung yang kini kosong dengan tulisan disewakan atau dijual. Â Bahkan ada yang dijadikan semacam galeri untuk memajang berbagai lukisan.Â
Saya terus berjalan hingga ke ujung jalan dekat persimpangan jalan Asia Afrika. Â Di sini ternyata diparkir beberapa bus Bandros, dan ada juga beberapa penjual makanan di kaki lima, baik batagor dan juga buah potong. Â Ternyata bus Bandros ini disewa khusus untuk rombongan wisatawan dan tidak untuk umum.
"Kalau mau naik untuk umum, ada parkir di alun-alun," demikian penjelasan petugas yang tampak sedang sibuk mendata para peserta yang naik ke dalam bus.Â
Saya kemudian berbelok ke Jalan Asia Afrika dan juga alun-alun, namun kemudian berbalik lagi ke jalan Braga. Â Nah mungkin kisah berburu harta karun akan di mulai di sini, tepat di seberang Museum Konferensi Asia Afrika. Â Kebetulan ada sebuah Apotek Kimia Farma yang masih buka dan saya sempat masuk untuk membeli sedikit keperluan.
Di depan apotik ini ada sebuah prasasti yang menyebutkan bahwa bangunan di Jalan Braga merupakan cagar budaya sesuai Perda no. 10/2009. Â Wah sekilas bangunannya memang tua dan antik. Â
Didirikan pada 1902 Â dan pernah digunakan sebagai Bank N.I. Escompto, toko kacamata, agen ban Dunlop, toko tembakau dan rokok, hingga akhirnya dimiliki oleh N.V. Chmicalienhandel Rathkampo & Co. Â Gedung ini menjadi satu dengan beberapa gedung di sebelahnya termasuk Starbuck Asia Afrika.
Saya langsung teringat akan Sebagian kota di Rusia dan eks Uni Soviet, seperti di Moskwa, St, Pertersburg atau juga Tblisi di Gergia. Di sana bukan hanya bangunan tua, tetapi rumah yang pernah menjadi tempat tinggal seorang tokoh akan diberi prasasti bertuliskan sejarah singkat rumah tersebut dan siapa yang pernah tinggal di dalamnya.
Saya berjalan terus dan menuju ke persimpangan dengan Jalan Naripan.. Di sini ada sebuah bangunan tua, namun di bagian belakangnya sudah menjadi gedung bertingkat.Â
Ada tulisan Sarinah di depan gedung ini. Ternyata bangunan ini sekarang adalah sebuah hotel bernama De Braga Artotel, dan tepat di ujung jalan ada sebuah plaza terbuka dengan tulisan Braga dan bangunan tua yang cantik yang digunakan oleh Bank BJB.
Sebenarnya di depan Kimia Farma juga ada sebuah bangunan tua yang masih cantik hingga saat ini. Alamatnya di Jalan Braga no 1 dan bernama De Majestic. Â
Saya masih ingat dulunya bangunan ini merupakan sebuah bioskop. Sayang sekarang terlihat selalu tertutup dan  depannya ada sebuah prasasti yang menceritakan sejarah gedung ini dengan cukup lengkap.
Dikisahkan gedung ini merupakan karya arsitek terkenal Shoemaker dan menandakan bangkitnya gaya arsitektur Indoeropa atau IndoEuropeeschen Architectuur Stijll. Â Di prasasti yang kecil juga ada penjelasan kalau gedung dini dibangun pada 1925
Tidak jauh dari Gedung De Majestic ini, juga ada sebuah bangunan tua yang masih cantik dan ada tulisan PLN di halaman sampingnya. Â Namun saya tidak menemukan prasasti di gedung ini. Â Â
Saya kemudian menyeberang jalan Naripan dan sempat melihat Gedung LKBN Antara di Jalan Braga no 25. Namun setelah itu, banyak bangunan tua yang terbengkalai dengan tulisan dijual atau disewakan.
Di jalan Braga no 40, kembali saya menemukan Gedung Gas negara yang masih lumayan cantik dengan sebuah prasasti yang menjelaskan Gedung ini dibangun pada 1930 dengan Arsitek Shoemaker dan berfungsi sebagai kantor pemasaran pabrik Gas.Â
Lalu di seberangnya di Jl Braga no 53 juga ada bangunan  NV Juweliers de Concuurrent.  Sebuah prasasti menjelaskan bahwa gedung ini dibangun pada 1930 dan merupakan toko perintis di kawasan Braga. Toko ini menjual berbagai perhiasan termasuk jam mewah.  Sayang sekarang terlihat kumuh dan kurang terawat.
Pada bangunan no. Â 60 hingga 66, ada gedung yang disebut Het Lampenhuis Braga. Gedung yang dibangun pada 1940 ini pernah terdapat beberapa toko yang sangat terkenal pada masanya seperti Bloemenhandle, Lotus, dan Shin Lee.Â
Di no 99 ada sebuah bangunan yang lebih antik dengan atapnya yang khas. Prasasti pada dinding menjelaskan bahwa gedung ini adalah Autohandel Fuchs en Rens yang dibangun pada 1919 dengan arsitek P.J.C van Kleef dan merupakan toko sekaligus bengkel mobil terkenal termasuk Mercedez Benz. Wah siapa sangka Mercedez Benz juga sudah ada di Bandung sejak dua dekade pertama abad ke XX.
Rasanya belum puas melihat-lihat bangunan tua dan sedikit mempelajari sejarahnya. Sebuah gedung bertuliskan Braga Weg tampak menarik. Ternyata di dinding depan juga ada sebuah prasasti berlatar belakang lukisan jalan Braga tempo dulu.Â
Dijelaskan bahwa gedung ini bernama  Braga Gids van Bandoeng dan dibangun pada 1940 dan merupakan rumah tinggal dan percetakan yang dimiliki E.H.H Buck yang menerbitkan majalah Gids van Bandoeng.
Tidak jauh dari sini juga ada deretan toko-toko dan di dalamnya tersembunyi sebuah prasasti yang menjelaskan bahwa ini adalah Blok Braga Sky yang beralamat jalan Braga n0 111-115 yang merupakan bangunan di sudut barat Braga Suniaraja  yang pernah menjadi tempat beberapa perusahaan seperti Luxebrood en Banketbakkerkerij yang kemudian berubah menjadi Chong Brothers dan juga bioskop Braga Sky. Saya masih ingat sering nonton di Braga Sky ini di zaman doeloe.
Namun dari sekian banyak prasasti yang bertebaran di sepanjang Jalan Braga ada sebuah prasasti yang bukan merupakan cagar budaya. Bertuliskan Aannemersbureau Thio Tjoan Tek, Ontwerpen en Uitvoeren, Oosteinde 19 Teled: 15 Bandoeng. Â
Prasasti ini ditempel di sebuah dinding di dekat sebuah caf dengan dinding bata merah.  Kalau diterjemahkan kira-kira : Kantor Pemborong (Anemer)  Thio Tjian Tek  Perancang dan Pelaksana, Alamat  Oosteinde no 19 dengan nomor telepon 15.  Ternyata Oosteinde sendiri merupakan nama lama Jalan Sunda yang letaknya tidak terlalu jauh dari Braga.Â
Akan tetapi yang unik adalah nomor telepon yang hanya dua angka yaitu 15. Apakah pada zaman itu di Bandung hanya terdapat sedikit sekali jumlah telepon? Namun saya juga masih ingat pada awal tahun 1970 -an masih ada kota-kota kecil yang nomor teleponnya hanya 2 digit  saja . dan kalau mau menelepon masih harus menghubungi operator terlebih dahulu.
Siapa sangka, jalan-jalan di Braga mencari harta karun berbentuk cagar budaya, akhirnya bertemu fakta tentang jumlah telepon di Bandung tempo doeloe.
Bandung, Akhir Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H