Jalan-jalan ke Bogor? Lebih baik jangan di akhir pekan karena jalan-jalan utama di kota ini biasanya macet dengan kendaraan dari Jakarta. Karena itu saya akhirnya memutuskan beranjangsana ke kota yang dulu dikenal dengan nama Buitenzorg itu di hari kerja.Â
Nah ternyata perjalanan lumayan lancar dan sekitar pukul 4 sore saya sudah tiba di ujung jalan tol Jagorawi dan keluar di dekat Terminal Baranangsiang. Tujuan pertama adalah membeli asinan di tempat langganan yaitu di Gedung Dalam. Â Jalan-jalan di Bogor lumayan ramai tetapi masih tergolong lancar.
Namun ada beberapa hal yang sempat menjadi perhatian ketika berada di sekitar Toko Asinan di Jalan Siliwangi ini. Adanya banyaknya pengemis yang mengantre siap tanpa lelah mengejar orang yang habis belanja. Â Kalau diperhatikan lumayan banyak juga pemasukannya. Dan uniknya jika sudah terkumpul uang agak banyak, pengemis ini menukarkan uangnya dengan penjual jamu yang mangkal di sana.
Selain pengemis, juga ada pemuda perak yang melumur seluruh badan sehingga menjadi warna putih berkilauan dan kemudian meminta uang kepada orang yang habis berbelanja. Sayangnya kalau diperhatikan, usaha pemuda ini masih kalah dengan pengemis karena lebih sedikit yang rela memberikan uangnya.
Dari Gedung Dalam, kendaraan kembali berputar dan kemudian menuju ke Jalan Surya Kencana. Â Sebenarnya tidak jauh dari jalan Siliwangi. Namun karena satu arah tetap harus memutar.Â
Memasuki Jalan Surya Kencana, sebuah pintu gerbang khas negeri Tiongkok menyambut. Ah saya ingat beberapa tahun lalu pernah kesini ketika Festival Capgome alias Bogor Street Festival  masih diselenggarakan sebelum Pandemi.  Tidak lama kemudian di sebelah kiri jalan, sekilas tampak Vihara Dhanagun, salah satu kelenteng tua di Bogor yang sudah berusia sekitar 3 abad.
Kendaraan terus berjalan dan akhirnya parkir di dekat kawasan Gang Aut. Tempat ini memang menjadi sentra kuliner dan banyak terdapat berbagai kuliner legendaris khas Bogor. Â Saya kemudian berjalan kaki dan melihat suasana Jalan Surya Kencana di waktu senja.Â
Jalan ini memang kenal dengan suasana Tionghoa sehingga walaupun tidak dalam suasana Tahun Baru Imlek, masih ada hiasan lampion dan lampu-lampu berwarna merah di sebagian jalan.
Ada beberapa kuliner yang sempat saya lihat termasuk Encek Legenda yang menjual beberapa makanan non halal. Ada juga lumpia basah berbagai jenis kudapan seperti Ngohiang. Ah lagi-lagi makanan non halal. Mungkin karena kawasan Surya Kencana ini memang termasuk China Town atau Pecinan Kota Bogor.
Di dekat Alfamart, ada soto kuning yang kalau akhir pekan antreannya bisa sangat lama, namun kali ini tidak terlihat banyak antrean. Masih di dekat sini juga ada Soto Kuning Pak Yusuf yang konon juga merupakan salah satu kuliner legendaris di Bogor.
Kembali ke tepi jalan, ada sebuah halte tertulis sebagai Halte bus Gang Aut. Sebuah peta jaringan bus di Bogor juga menghias halte ini. Saya tidak tahu apakah ini halte angkot atau memang Bus Trans Pakuan Bogor yang sempat saya lihat lalu Lalang di Jalan Pajajaran sebelumnya. Â Selama beberapa lama di Jalan Surya Kencana, belum melihat ada bus yang lewat.
Di kaki lima, juga banyak yang menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman baik cincau, sampai juga ada yang menjual petai yang masih mentah.Â
Di sepanjang jalan ini, baik yang berupa gerai maupun kaki lima kita dapat menikmati berbagai jenis kuliner khas bogor yang legendaris, selain soto dan lumpia, ada juga bakso, martabak, laksa dan es pala atau bahkan bir kotjok. Tinggal pilih saja mana yang kamu suka.
Nah bagi yang ingin merasakan kulineran di sekitar Surya Kencana bisa mampir ke kawasan Gang Aut, namun disarankan bukan di waktu week end, karena akan macet dan susah mendapat tempat parkir.
Bogor, Akhir Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H