Musala di PIK Pantjoran letaknya di sudut kawasan, terasa agak sempit karena menjadi satu untuk lelaki dan perempuan. Menurut saya kurang layak dan memerlukan perhatian agar ditingkatkan mengingat pengunjung kawasan Pantjoran ini cukup bervariasi latar belakang etnis dan agamanya. Â Namun kalau dilihat dari luar gedungnya cukup menarik karena bagaikan sebuah rumah tua khas Tiongkok.
Dari musala saya keluar ke sisi jalan raya. Di sini ada papan informasi mengenai pelayaran Laksamana Zheng Ho yang konon merupakan utusan zaman Dinasti Ming yang pernah berlayar dalam 7 misi pelayaran ke pelosok dunia pada awal abad ke 15. Salah satu misi pelayarannya adalah mampir ke Nusantara sekaligus menyebarkan agama Islam di Nusantara.
Di dekatnya juga ada sebuah vending machine yang menjual berbagai makanan ringan. Dan setelah berjalan lagi menyusuri kaki lima saya sampai ke dekat pintu gerbang. Â Di sini ada denah PIK Pantjoran yang menjelaskan gerai apa saja yang ada di kawasan ini. Â Bahkan ada sebuah kontainer yang berisi rumah contoh promosi salah satu apartemen di kawasan PIK 2 ini.
Di salah satu sudut tidak jauh dari toilet dan musala,  ada sebuah mural yang bergambar anak-anak yang sedang bermain dengan gembira sambil menikmati berbagai jenis kembang gula atau permen beraneka warna dan bentuk.  Namun kembang-gula yang dominan berbentuk bulat  bagai lingkaran  dengan garis yang ,melingkar bagaikan obat nyamuk. Warnanya  biru, pink dan oranye.  Tiga buah huruf Hanzi ada pada lukisan mural ini berbunyi Tangguo Dian atau Toko Kembang Gula.
Saya kembali berjalan di koridor tengah dan memperhatikan deretan toko dan gerai yang ada. Ad gerai menjual berbagai jenis buah termasuk durian musang king alias Black Thorn yang impor dari Malaysia, ada Soto Udang dari Medan dan bahkan juga Mie Jowo Semar. Â Juga ada Bubur Hong Kong Laota dari Bali serta Kopi Es Takie yang legendaris. Â Tinggal pilih sesuai selera Anda.Â
Dari sini perjalanan dilanjut menuju sisi luar kawasan melewati sebuah pintu gerbang kecil khas Tiongkok. Â Saya tiba di kawasan Kuliner Pedagang Kaki Lima. Ada sebuah papan informasi yang cantik dengan gambar pedagang yang menggunakan pikulan seperti sate dan makanan lainnya. Â Salah satu gerai yang mejeng di sini adalah MPM atau Martabak Piring Medan. Â Melihat berbagai jenis dan variasi kuliner yang ada di PIK Pantjoran ini, tentunya tidak usah khawatir bahwa hanya makanan tidak halal saja yang ada di sini.
Saya kembali ke dekat pintu gerbang utama. Ternyata ada lagi sebuah mural atau lukisan dinding yang cukup unik karena bergambar dua lelaki dan dua perempuan yang sedang mengeliling sebuah meja. Seorang perempuan tampak berdiri dan sedang menghidangkan dua buah cangkir teh. Di atas meja tersedia makanan dan minuman. Â Sebagai latar belakang ada seorang lelaki yang berpakaian mirip koki dan asap yang mengepul dari dapur.
Namun yang menarik adalah gambar seorang lelaki yang ada di luar ruangan. Tampak sebagai seorang lelaki yang sedang tersenyum sambil membawa sebuah tombak dengan ujung yang khas berbentuk dua bulan sabit.  Di dekat kakinya ada sebuah guci besar berisi berbagai macam golok dan pedang.  Ada tiga buah Huruf Hanzhi yaitu Liu Tiejiang atau Pandai Besi Liu.  Dan juga sebuah huruf yang dihiasi sepasang golok di bawahnya bertuliskan Jian atau Pedang.
Mengapa ada gambar pedang pada gambar orang minum teh ini? Sebuah plakat menjelaskan tentang Budaya Jian (Pedang) dan minum teh. Dijelaskan bahwa Jian adalah sebuah pedang bermata dua yang berasal dari sebuah keluarga tentara dari masa Dinasti Shang.  Sementara budaya minum teh merupakan kebiasaan yang sudah ada di Tiongkok sejak lama.Â
 Teh selalu dicelupkan atau diseduh dengan air panas.  Saat berkumpul dan menyeduh teh inilah merupakan ajang untuk mengikat tali persaudaraan dan juga merupakan simbol permintaan maaf, penghormatan sekaligus relaksasi.  Saat minum teh ini juga biasnya digunakan untuk memperbincangkan berbagai persoalan dari yang ringan hingga yang serius.
Dari mural Pedang dan Teh saya kemudian mampir sekali lagi ke gerbang utama dan trem Batavia yang berwarna merah, lalu kemudian berjalan santai meninggalkan kawasan PIK Pantjoran.Â
Dalam perjalanan dari siang hingga sore ini, kita dapat mengetahu sejenak mengenai berbagai macam kuliner, kembang gula, bahakn mie Jowo dan juga budaya minum teh serta pedang bermata dua bernama Jian.
Foto-Foto: Dokpri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H