Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Rahasia Menteng yang Hanya Bisa Diungkap dengan Jalan Kaki (Bag I)

20 Juni 2022   10:17 Diperbarui: 25 Juni 2022   18:55 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan kaki di Menteng? Sebenarnya bukan ide yang bagus karena di kawasan elite di Jakarta Pusat ini kamu akan jadi orang aneh. Tidak ada satu pun orang yang jalan kaki di sini. Demikian pengalaman saya jalan kaki dari Stasiun Gondang Dia hingga ke Kawasan Grand Indonesia. Lumayan jauh, namun ternyata banyak memberikan pengalaman unik yang tidak akan di dapat bila kita naik kendaraan.

Siang itu, perjalanan di mulai dari Stasiun Gondangdia.  Waktu menunjukkan sekitar pukul 11,30, sebentar lagi tiba waktunya untuk salat Jumat.  

Keluar dari stasiun saya mampir di sebuah warung dan memesan kue pancong.  Harganya sangat ekonomis, yaitu 4 ribu rupiah saja. Sudah lama tidak mampir ke stasiun ini. Ternyata sudah banyak berubah dan ada banyak angkutan antar moda seperti Busway dan Jaklingko.

Kunjungan pertama di kawasan Gondang dia adalah mampir ke Masjid Cut Mutiah, sebenarnya sudah sering mampir ke sini.  Dan setiap kali mampir, selalu merasa terpesona dengan bentuk arsitekturnya yang unik. 

Konon masjid ini memang aslinya bukan sebuah masjid melainkan sebuah Gedung kantor peninggalan zaman Belanda.   Bedanya kalau dulu saya tidak tahu gedung apa. Kali ini ketika melihat Gedung ini dari arah stasiun ternyata masih ada tulisan kuno  NV De Bouwplo.

Masjid Cut Mutiah | Dokpri
Masjid Cut Mutiah | Dokpri

Begitu membaca tulisan ini saya langsung teringat makanan kesukaan saya yaitu gado-gado, apa hubungan Bouwploeg yang ini dengan Gado-gado Boplo yang terkenal itu?  Setelah sejenak berselancar di internet, barulah saya tahu bahwa ternyata di dekat Masjid ini ada Pasar Gondangdia yang dulu bernama Pasar Boplo dan gado-gado Boplo memang cikal bakalnya di kawasan ini. 

Bahkan Gedung Masjid Cit Mutiah yang keren karena arah kiblatnya yang diagonal ini juga ternyata dulunya merupakan kantor real estate pertama yang mengembangkan kawasan Menteng.  Dan siapa sangka pula Gedung ini merupakan Gedung bertingkat pertama di Indonesia. 

Nah selesai salat Jumat di Masjid Cut Mutiah saya menajutkan perjalanan dengan tujuan ke Goethe Intitut di jalan Sam Ratulangi.   Tempat ini juga bukan tempat asing buat saya, karena pernah kursus Bahasa Jerman dan pernah juga mampir nonton Europe on Screen pada 2019 sebelum pandemi melanda. Bedanya kalau dlu selalu naik kendaraan langusng ke depan Gedung, kini saya berjalan kaki.

Menyeberangi jalan Sam Ratu Langi dari Stasiun, saya tertarik sekaligus terkenang dengan sebuah gedung tua yang juga penuh kenangan. Gedung yang saya ingat pernah menjadi Kantor Imigrasi Jakarta Pusat. Dulu pernah menemani keluarga membuat paspor di sini.   Gedung dengan menara yang khas ini, juga masih menyisakan tulisan di depannya yaitu  IMMIGRASIE -- NST DJAWA N IMMIGRASI.    Terus terang tidak jelas apa yang dimaksud dengan NST DJAWA di sini.

Gedung yang terletak di Jalan Teuku Umar no. 1 ini juga ternyata merupakan Gedung bersejarah yang pertama kali dibangun sebagai gedung seni bernama Bataviasche Kunstring  atau Gedung Lingkar Seni Batavia.  Sekarang gedung ini kembali difungsikan sebagai Gedung pameran dan juga restoran.

Rumah tua | Dokpri
Rumah tua | Dokpri

Nah kalau Gedung di Jalan Teuku Umar no. 1 sudah sangat terkenal, saya kemudian melihat sebuah rumah tua di jalan Teuku Umar no. 2.   Rumah ini tepat di pojok antara Jalan Teuku Umar dan Jalan Sam Ratulangi.  

Halaman nya luas, dan ada sebuah menara kecil yang tidak terlalu tinggi sehingga sekilas bagaikan sebuah gereja.  Melihat kondisinya yang terbengkalai, dapat dipastikan sekarang rumah ini kosong tidak berpenghuni. Yang menarik adalah bentuk jendelanya dengan kanopi berwarna hijau di atasnya.  

Kota Kolaborasi | Dokpri
Kota Kolaborasi | Dokpri

Menyusuri kaki lima Jalan Samratulangi lumayan nyaman.  Tidak terlalu lebar dan sama sekali tidak ada orang lain yang jalan kaki.   Pada salah satu dinding tembok di sebelah kiri jalan ada tulisan dengan latar belakang merah jingga bertuliskan Gondangdia Jakarta dengan logo TJ alias Trans Jakarta dan tulisan Kota Kolaborasi yang lagi viral saat ini. 

Bahkan sebelumnya juga , di sebuah pagar saya menemukan spanduk yang menunjukkan komitmen warga Menteng Gondangdia untuk menolak kehadiran negara kilafah sekaligus menegaskan NKRI sebagai harga mati.  Siapa sangka di Menteng juga kita bisa menemukan slogan yang berbau politik.

NKRI Harga Mati | Dokpri
NKRI Harga Mati | Dokpri

Saya terus berjalan santai.  Gedung pertama yang saya jumpai di Samratulangi no 1 adalah sebuah sekolah bernama Gedung Margasiswa I.   Pada awalnya saya mengira ini sebuah sekolah, tetapi kemudian saya ketahui bahwa ini adalah markas besar PMKRI atau Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia.  

Sementara kalau kita melihat ke seberang jalan, ada sebuah Gedung yang sedang dibangun dan tampaknya mengambil lahan di rumah tua yang luas. Sebuah Gedung bertingkat sekitar 7 atau delapan tingkat yang ternyata merupakan sebuah hotel.  

Wah apakah Gedung-gedung tua dii Mentang juga pada saatnya nanti akan satu per satu dibongkar dan menjadi Gedung bertingkat karena desakan ekonomi. Kalau ini terjadi, mungkin kawasan ini akan kehilangan marwahnya sebagai daerah pemukiman elite dan berubah menjadi kawasan seperti di Kuningan atau Sudirman Thamrin.

Sebuah hotel yang sedang dibangun | Dokpri
Sebuah hotel yang sedang dibangun | Dokpri

Di jalan Sam Ratulangi No 5, saya bertemu dengan spanduk besar yang bertuliskan nama dan foto siswa beserta nama universitas terkenal yang menerimanya. Bukan saja universitas dalam negeri tetapi juga beberapa universitas kondang di luar negeri. Ternyata ini adalah Gedung sekolah Perkumpulan Mandiri.   

Di depannya tertulis Kindergarten, Primary School dan juga High School. Mungkin merupakan salah satu sekolah elite di kawasan Menteng. Terbukti dengan tulisan nama sekolah dalam bahasa Inggris  dan juga ruang tunggu khusus untuk Nanny dan driver yang ada di sekolah ini.  Saya sempat membaca tulisan itu sekilas ketika melintas.

Spanduk | Dokpri
Spanduk | Dokpri

Setelah melewati sebuah rumah besar dan halte bus, akhirnya saya tiba di Goethe Institut di Jalan Sam Ratulangi no. 9.  Di sini saya harus melewati pintu masuk kecil khusus pejalan kaki, dan kemudian melakukan skan peduli lindungi, cek suhu tubuh badan mencuci tangan. Salut untuk satpam di Goethe Institut yang masih lebih disiplin untuk menerapkan ini sementara di tempat lain sudah lebih longgar pelaksanaannya.

Demikian sepenggal kisah jalan kaki di kawasan Menteng yang baru mencakup tahap pertama karena baru sekitar 500 meter saja. Ikuti kisah lanjutannya dari Jalan Sam Ratulangi melewati jalan Yusuf Adiwinata dan kemudian sampai ke Bundaran HI di bagian kedua nanti.

Selamat mencoba jalan kaki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun