"Ayo kita ke Lausanne," ajak teman saya ketika kami sampai di  Stasiun Cornavin yang merupakan salah satu stasiun kereta paling besar dan ramai di Jenewa.Â
Sejenak saya melihat ke jadwal keberangkatan kereta di display elektronik dan ternyata jadwal kereta ke Lausanne ada setiap 15 menit. Â Â
Perjalanan ke Lausanne dengan kereta api SBB atau Schweirische BundesBahn yang merupakan perusahan Kereta Api Swiss memakan waktu sekitar 45 menit dan menempuh jarak sekitar 60 Km saja melewati berbagai kota kecil seperti Nyon, Rolle dan Borges.Â
Nama-nama kota yang belum pernah saya dengar sebelumnya sementara Lausanne sendiri sangat terkenal karena sering dihubungkan dengan Olimpiade.
Suasana Olimpiade memang sangat dominan begitu kita sampai di Lausanne, kota terbesar di Canton Vaud di Swiss. Â
Sebelum ini, ketika mendengar nama Lausanne, saya sering merasa bahwa kota ini berada di Perancis, namun ternyata berada di bagian negeri Swiss yang berbahasa Perancis dan masih berada di tepian Lac Leman alias Danau Jenewa.
Di depan pintu utama Stasiun Laussane juga ada lambang Olimpiade yang berbentuk lima lingkaran berwarna biru, kuning, hitam, hijau dan merah yang mewakili lima benua.Â
Dibawahnya tertulis 'Lausanne Capitale Olympique," dalam bahasa Perancis yang berarti Lausanne, Ibukota Olimpiade.
Sejarah kota ini sebagai ibukota Olimpiade memang cukup panjang, yaitu sejak 1915 ketika markas besar IOC atau International Olympic Committee dipindahkan dari Paris ke Lausanne karena berkecamuknya perang dunia pertama.Â
Salah satu alasan mengapa Lausanne dipilih sebagai tempat markas besar IOC adalah karena status Swiss sebagai negara netral yang sejalan dengan spirit atau semangat olahraga yang netral dari pengaruh politik.Â
Konon itulah semangat yang selalu diusung oleh Olimpiade walau pada kenyataannya kia melihat sudah beberapa kali semangat Olimpiade ini direngut oleh politik, misalnya saja pemboikotan Olimpiade Moskwa pada 1980 oleh blok barat dan juga Olimpiade 1984 oleh blok Soviet.Â
Bahkan, dalam skala Asia, Indonesia juga pernah melakukan hal tersebut dengan tidak mengundang Israel dan Taiwan saat Asian Games 1962. Â
Dari stasiun Lausanne, kami berjalan kaki dengan santai di pusat kota Lausanne yang tidak kalah indah dengan kota Geneva. Bahkan kota Lausanne juga dinobatkan menjadi salah satu kota kecil terbaik di dunia.Â
Kota yang sangat dekat dengan alam karena terletak di tepian danau Jenewa nan indah. Selain itu di kota ini juga kita dapat berjalan kaki dan menikmati suasananya dengan udara yang segar dan menyehatkan. Apalagi di akhir bulan April dengan udara awal musim semi yang nyaman.
Berjalan santai ke arah selatan, tidak terasa, setelah sekitar 15 menit  berjalan, kami pun tiba di Olympic Museum atau Le Musee Olympique.Â
Kembali lambang lima lingkaran menyambut di depan museum ini. Â Namun tujuan pertama kali ini adalah menuju Taman Olimpiade yang lokasinya berada di tepi danau.Â
Kami terus berjalan sedikit lagi dan kemudian sampai di Taman Olimpiade atau Le Parc Olympique Lausanne. Â Demikian tertera pada pintu gerbang taman ini.Â
Tulisan dan logo Olimpiade ini ada pada dinding warna putih dengan garis tepian berwarna coklat. Di dekatnya ada sebuah ari mancur mini yang kebetulan saat itu tidak beroperasi.
Kami masuk ke dalam taman dan melihat-lihat serta menikmati taman yang luasnya sekitar 8000 meter persegi ini dengan santai. Â Sekilas taman bergaya renaissance ini tampak sangat indah dan konturnya tidak rata melainkan bertingkat-tingkat.Â
Semakin kita naik ke atas pemandangan Danau Jenewa tampak kian indah dan menawan. Rasanya betah berlama-lama di taman ini sambil menikmati patung-patung dan monumen yang berhubungan dengan olah raga dan Olimpiade.Â
Ada patung orang bersepeda, gulat, atletik  dan juga dan juga beberapa pemuda mengusung bendera Olimpiade.  Yang menarik adalah patung-patung tersebut digambarkan dalam keadaan tanpa busana.
Setelah puas menikmati Taman Olimpiade, kami kembali menuju ke Museum. Â Di sini kami masuk dan melihat-lihat benda-benda yang dipamerkan. Â Secara umum museum ini dibagi dalam tiga tema yaitu Olympic World, Olympic Games dan Olympic Spirit.
Banyak yang dapat kita lihat, nikmati dan pelajari dengan berkunjung ke museum ini. Bukan saja mengenang kembali sejarah Olimpiade sejak jaman Yunani kuno dan juga visi perintis Olimpiade modern Baron Pierre de Coubertin.
Namun juga melihat semangat dan perjuangan para atlet yang terlibat di dalamnya serta luapan emosi berupa sedih senang, gembira , persaingan dan persahabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H